Muhammad: Terpuji di langit dan Teruji di bumi
Makkah telah menyemburatkan cinta ketika cahaya itu turun begitu indah di rahim perempuan agung bernama Aminah. Dia hadir dalam catatan paling bersejarah di sepanjang perjalanan umat manusia.12 Rabiul Awal di tahun gajah, seorang perempuan nampak kepayahan ketika ganjil sudah episode yang telah dilewati janin dalam rahimnya. Seorang perempuan yang hidup dalam kesendirian ketika sang suami pergi ke haribaan-Nya. Namun, ia tidak pernah menuntut apalagi menggugat segala suratan takdir yang menimpanya. Ia hanya tetap tegar ketika rahimnya terisi seorang bayi suci yang kelak akan mengubah wajah dunia dan mengantarnya pada masa kegemilangan. Hari itu seorang bayi terlahir ke dunia dengan sempurna. Perjuangan perempuan agung bernama Aminah untuk melahirkannya berbalas cinta dari para penghuni langit. Ia tidak pernah sendirian ketika lelaki agung itu digariskan lahir dari rahim sucinya. Aminah hanya mengaku pasrah ketika dititipi janin yang tak pernah ia ketahui di hari depan ia akan menjelma jadi sosok agung seperti sang kekasih Allah, Ibrahim. Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang kelahirannya telah menggetarkan seisi langit dan bumi yang mengajarkan kepada kita betapa Islam adalah rahmatan lil alaamin.
Salah satu scene perjuangan dakwah Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam juga tak luput dari terpaan ujian. Karena beratnya ujian Rambut Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam hingga memutih. Waktu itu istri tercintanya khadijah meninggal dunia, lalu disusul pamannya Abu Thalib yang meninggal berselang satu bulan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam begitu berduka, sehingga disebut juga tahun tersebut adalah tahun kesedihan “am al-huzn”. Namun tugas amanah dari Allah tidak menurun sama sekali, perintah untuk hijrah sudah diturunkan. Maka pada tahun tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencari tempat untuk hijrah kaum muslim. Hingga sampailah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di thaif yang jaraknya sekitar 60 kilometer dari selatan Makkah, namun bukannya sambutan yang didapatkan tapi lemparan batu dan pengusiran. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pulang dalam keadaan berdarah ketika ajakannya untuk orang-orang Thaif berbalas lemparan batu dan hinaan.
“Sesungguhnya”, kata Jibril, “Rabbmu telah mengetahui apa yang dikatakan dan diperbuat kaummu terhadapmu. Maka Dia mengutus Malaikat penjaga gunung ini untuk kau perintahkan sesukamu.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki kesempatan untuk membalas seluruh perbuatan orang thaif yang telah mendustakan, mengusir, dan menyakitinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang dengan rendah hati menolak tawaran Jibril yang akan membalikkan gunung, lalu ditimpakan kepada orang-orang Thaif. Namun, keluhuran budi dan cintanya berujar “Tidak”, jawab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sungguh aku ingin agar diriku diutus sebagai pembawa rahmat, bukan penyebab ‘adzab’. Bahkan aku ingin agar dari sulbi-sulbi mereka, dari rahim-rahim mereka, kelak Allah akan keluarkan anak-keturunan yang mengesakanNya dan tak menyekutukanNya dengan sesuatu pun.”
Hari itu adalah hari yang paling berat yang di alami Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menjawab pertanyaan istrinya aisyah “Ya Rasulullah, pernahkah kau alami hari yang lebih berat daripada ketika di Uhud?” Maka setelah itu Allah menurunkan surah yusuf untuk menghibur Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam . Sebuah kisah nyata yang runtut dan penuh kisah drama dengan alur terbaik sepanjang masa yang ibrahnya sebagai motivasi perjuangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Salah satu scene yang tak kalah mengharukan juga pernah Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam lalui. Ketika itu ‘fathul mekkah’ penahlukan Makkah, ribuan kaum muslimin sudah mengepung Makkah dan kaum kafir Quraisy sudah menyerah dan pasrah akan hukuman yang akan didapatkannya mengingat perlakuan yang pernah mereka berikan kepada Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. “Pancung, gantung, atau paling ringan diusir dari Makkah” pikir kafir Quraisy pasrah. Kemudian Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menaiki bukit dan berkata dengan suara keras: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang".
Mari sejenak kembali ke pertanyaan ibunda Aisyah; Apa yang paling berat bagi kekasih Allah Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam melebihi Hari Uhud ketika 3 cincin rantai besi menancap di pelipisnya, perangkap tajam mencocor lututnya, dikabarkan terbunuh hingga cerai-berai pengikutnya, kehilangan paman tercinta, dan 70 sahabat setianya menjadi syuhada ?
Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, hidupnya yang penuh lika-liku dan luka tapi tanpa leka itu, terlalu panjang untuk memeriksa satu demi satu jawabannya. Tapi kita tahu; yang paling berat bagi Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bukan lemparan batu, bukan kala dia ruku’ lalu lehernya dijerat, bukan juga saat dia bersujud kemudian kepalanya diinjak dan punggungnya dituangi kotoran. Yang berat baginya bukan caci fitnah dan celah makian; bukan tuduhan gila, penyihir, atau dukun; bukan juga tiga tahun kefakiran dalam pemboikotan. Yang berat bagi kekasih Allah Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah; kala wewenang membinasakan orang-orang yang menganiaya dirinya digenggamkannya penuh. Yang berat bagi kesayangan Allah Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah; ketika dalam gemuruh sakit lahir dan batin, peluang pelampiasan dibentangkan baginya.
Terujilah jiwanya, terbuktilah cintanya, dan tertampaklah kemuliannya. Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menolak dengan harapan yang memuncak atas kebaikan yang masih kelak. Dia sebenarnya diizinkan, dihalalkan, dan diridhai untuk berkata “Ya”; lalu gemuruh runtuh Gunung Akhsyabain yang menimpa musuh “menghibur” hatinya. Tapi keputusannya adalah “Tidak!” dan harapannya adalah “Jika pun mereka ingkar, semoga keturunannya yang kelak beriman”, Keduanya telah menjadi bukti bagi namanya, Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, yang terpuji di langit dan bumi. Jernih sekali hati Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut hari terberat; ketika Jibril datang menawarkan pembinasaan musuh. Itulah saat kemuliaan dakwah memenangi batin yang gemuruh.
Tentang sosok Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang terpuji dan teruji. Yang menangis sedih ketika harus berpisah dengan umat. Ketika Izrail datang untuk menjalankan tugas, memutus ruh dari segala kesenangan dunia, lalu Jibril hadir memberikan kabar gembira tentang pintu-pintu langit dan surga yang terbuka lebar untuknya. Hatinya tetap gelisah. Ia masih memikirkan kita yang mengaku-ngaku umatnya. Bagaimana nasib kita kelak di hadapan-Nya? Itu yang dipikirkannya. Dan benar saja, Jibril langsung memberi kabar bahwa siapa saja yang berpegang teguh pada Al- Qur’an dan Sunnah, ia akan selamat dan berjumpa dengan-Nya di surga kelak. Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tetap tersenyum bahagia meski resah di hatinya tak kunjung usai. Hingga sampailah pada satu kalimat sederhana yang barangkali akan membuat kita cemburu dan juga rindu. Ummati, ummati, ummati, desahnya di ujung nafas terakhir.
Pada kalimat akhir itu tidakkah kita cemburu untuk menjadi bagian darinya ? Dan nama lelaki itu Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, lelaki yang pernah terluka ketika Abdullah bin Ubay menyebutnya musibah tetap bercahaya. Ia, Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, lelaki terpuji dan teruji. Kekasih yang dicinta dan mencinta. Pelayan terbaik di telaga Kautsar kelak ketika wajah-wajah perindunya datang satu per satu menikmati air telaga dan dilayani langsung oleh sang kekasih yang pernah membuat Umar putera Khattab bersedih saat menyaksikan alas tidur sang baginda hanya pelepah kurma yang membuat punggungnya merah-merah. Juga seseorang yang pernah membuat Abu Bakar tidak berdaya ketika menyuapi seorang pengemis Yahudi. Sebab cinta kasihnya tak sebatas ujar, tapi juga perbuatan.
Adakah jalan untuk kita menjadi yang dirindukannya? Adakah nilai hidup seindah pribadi ini, yang terpuji di langit dan bumi ?
Komentar
Posting Komentar