Postingan

Menampilkan postingan dengan label Tulisan

Konspirasi Rasa

Senja mulai merangkak, gelap pun bersiap menghampiri. Pada jingganya yang perlahan memudar telah kutitipkan harapan. Bahwa semuanya memiliki waktu yang sama, 24 jam dalam sehari semalam. Selebihnya tinggal bagaimana usaha untuk memanfaatkannya. Namun, coba sejenak renungkan bahwa “setiap orang memiliki kecepatan dan panjang waktunya masing-masing”. Bukan sebagai pembenaran atas kepayahan diri dalam memanfaatkan waktu, melainkan sebagai pengingat bahwa manusia hanya bisa membuat rencana-rencana, yang berkehendak jelas hanya Allah semata. Karena hidup bukan hanya perihal mimpi pribadi, bukan pula perihal rencana-rencana pribadi, melainkan ada rencana-Nya. Tugas kita bukan untuk mengutuk apa-apa yang didatangkan oleh-Nya. Apalagi sekedar meratapi ketika “rumput tetangga lebih hijau”. Bagianmu bukan saat ini, bukan pula ditunda tetapi memang belum waktunya. Terlebih jika usaha telah dimaksimalkan, doa telah senantiasa dilarungkan dan tawakal yang terus disempurnaka...

Menujumu

Menujumu adalah berjuang Membenamkan diri dalam karya. Meminta semuanya, dari pikiranku, waktuku, tenagaku, hartaku, ya segenap jiwa dan ragaku. Jeda meronta, menghendaki resah dan lelah agar segera merebah Perjuangan ini panjang Maka, menikmati setiap lelah atas upaya yang diikhtiarkan adalah pilihan  menikmati keluangan atas rasa malas yang di menangkan adalah kehampaan Sungguh, keluangan semu, yang hanya menumpuk pilu Cemas mereka, lebih mengusikku. Harapan mereka, lebih menyesakkanku. Senyuman mereka adalah ketenangan. Ridho mereka adalah kekuatan. Mendorongku untuk menyelesaikan perjalananku, menujumu, yang nyatanya tak sesederhana itu. Aku hanya akan sampai, menujumu, saat aku mampu menerima, bahwa semua ini adalah taqdir-Nya, kemudian berjalan padanya tanpa ada prasangka, hanya yakin sepenuhnya. Karena, aku, kamu dan dia hanya bagian dari proses. Aku hanya akan mendapatkan, saat aku melepaskan. Lepas yang sebenarnya, tanpa ada rasa khawatir meskipun hanya sebatas l...

Seperti Luka

Gambar
  Aku adalah kehidupan  Aku adalah nafas panjang  Aku adalah problematika  Aku adalah Aku; Luka yang perih setiap waktu meminta  Di setiap waktu, kuinginkan bahagia hadir melampaui batasnya.  Mengiringi langkah, menghiasi wajah, memancar di setiap sudut tubuh serupa sewaktu masih balita.  Aku ingin bahagia mencerna setiap pori-pori kulitku, menenangkan setiap hirupan napasku–hingga diriku terasa damai.  Tanpa tekanan, tanpa hujatan. Pelan-pelan aku merasakannya. Ia hadir di setiap sepertiga malam, atau sewaktu senja perlahan memudar.  Di setiap sujud terakhir di kedua waktu itu, kurasakan kedamaian dalam batinku; ketenangan, kenyamanan, kebahagiaan yang berbeda dibanding tawa, senyum, yang diberikan sejumlah orang padaku.  Aku tahu, di waktu itu Ia ada. Ia ingin bencengkrama panjang denganku. Bersahabat denganku, yang bukan hanya untuk beberapa waktu, melainkan di seluruh waktu-Nya.  Menyuruhku meninggalkan apa yang tak sepantasnya...

Di Akhir

Gambar
Pada sebuah lembar kisah Di akhir pertemuan antar kita Engkau yang Allah takdirkan Untuk menjadi pelengkap menggenap  Terima kasih telah menerima banyak kurangku Terima kasih telah bersedia menjadi sandaranku Terima kasih atas penerimaanmu Nanti, Menjadi tempat pulangmu adalah hal yang selalu ku minta pada Rabb-Ku Agar di datangkan ia yang mampu menerima segalanya tentangku Lelaki sabar Yang akan menjadi pendengar setiaku Berkisah perih pedihnya Sedih bahagianya Meski tidak bisa sesuai yang kau harap Maafkan istrimu yang tak begitu kuat menahan tetesan air matanya Nanti, Berumah tangga bersamamu Kuharap kau tak pernah menyesal memiliki istri yang serba kekurangan sepertiku Maafkan

Pundakmu Kah ?

Gambar
Sekali lagi, "kita" adalah angan yang menguap perlahan oleh teriknya ambisi-ambisi. Manusia memang tak terlepas dari pilihan-pilihan, keputusan-keputusan, termasuk memilih untuk senyap menjauh. Bukan apa-apa, ketidak tahuanku bahwa tidak selamanya keadilan berarti harus sama rata; sama rasa. Membuat semesta menegurku atas apa yang kuinginkan namun jauh dari yang berhak aku dapatkan. Persoalan klasik. Namun siapakah yang tidak mendambakan pundak yang menjanjikan keteguhan? Terlalu berlebihan kah? Jelas tidak, bukan? Selama ini aku tak pernah percaya pada pundak siapa pun. Tidak tentang kesombongan yang terpiara di puncak hati. Melainkan tentang kehati-hatian hati yang menikmati perjuangan seorang diri; sendiri. Lalu pantaskah penyesalan-penyesalan menjadi akhir cerita? Aku menulis ini bukan untuk mengais harap. Sebab hati tidak mendidik ku menjadi pengemis. Kita telah istimewa dengan rezki yang telah dijatahkan Tuhan, masing-masing. Termasuk sekadar pundak untuk bersandar y...

Membersamai

Perihal sendu yang sesaknya menghantam dada Menjelma tanya atas banyak pinta Kita yang kelam kemudian tenggelam Taat ku untuk lebih dekat padanya Bukanlah sebuah keragu-raguan jika untuk membersamai mu Perlu ada titah atau berkirim kabar Sungguh Rasaku benar adanya dan itu tidak terelakkan Tapi untuk Rabb ku maka harusnya tak seperti itu Membersamai pun tak selalu perihal temu berkirim-kabar lalu menikah Melainkan membersamai perihal kesiapan dan cinta Membangun biduk dalam taat Bersama di jalan dakwah Tak perlu bermacam-macam Jika aku harus meminta kau mapan dulu untuk kemudian menjemputku Aku Inginkan kita yang sama dijalur ketaatan Melangkah bersama dijalan dakwah Menguatkan dan dikuatkan Sebab aku tak akan selalu mampu menahan beban sendirian Jika tiap lelap kita lalui dengan menggenap Mungkin saja aku akan lebih kuat Pun denganmu Mari bersabar Bertumbuh Dan mendewasa

Merekah

Gambar
Diantara ujian-ujian hidup Diantara kesibukan-kesibukan dunia Semoga segalanya mengantar pada kebaikan Jika saja ujian itu perih, pedih Pastilah ada nikmat yang terselip ditiap perihnya Berdoalah, Jangan menjauh dariNya Kalau pun jalan hijrah itu terasa sulit Maka lebih sulit orang-orang sebelum mu Bersabarlah Tertatih sebentar Merekah kemudian

Pergi Tanpa Salam

Gambar
Yang berat dari sebuah kepergian ialah, pergi tanpa salam. setiap detik menjadi bom yang berkelanjutan. lantas, untuk apa sebuah bangunan dibangun kokoh jika hanya untuk dihancurkan tanpa bekas sama sekali. hari ini, tubuh yang kuat menjadi lemah gigi-gigi yang putih menjadi kuning mereka yang berlari perlahan berubah bentuk, berjalan kemudian aku menghakimi waktu, menangisi perputaran jarum jam yang memberikan kenangan berulang. kesakitan berulang. dan cara terbaik untuk mengalahkan ucapan tanpa salam, selamat tinggal untuk seluruh hal yang mengalahkan dan selamat datang untuk hari yang di awali dengan semangat dan doa. bismillah