Membangun Pernikahan
Hidup adalah perjalanan yang digariskan memiliki dua macam rasa; manis dan getir, lapang dan sesak, suka dan duka, nikmat dan musibah. Tak seorangpun bisa lepas dari kedua rasa itu, pun juga mereka yang dicintai Allah.
Rumah tangga akan menjadi taman-taman surga tatkala sepasang suami istri beriman kepada Allah dan rasulnya dan suami akan menjadi manusia paling bahagia apabila ia memiliki Perhiasan Dunia berupa istri solehah. Istri solehah adalah nikmat terbesar yang dapat dimiliki seorang laki-laki dan tidak ada yang lebih berharga dan lebih spesial darinya titik dia ada untuk mencintai, untuk dicintai, dan untuk mengasihi suaminya.
Dalam serumah keluarga, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjadikan istri shalihah bagi lelaki Mukmin sebagai Pelabuhan Sakinah, Gelora mawaddah, dan belaian rahmah. Iyalah tanda kebesaran Allah yang Maha Mulia dalam bersusun-susun rasa surga. Dengan karunia tersebut, dalam hidup yang berisikan sabar dan syukur, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjaga separuh agamanya, maka hendaklah dia bertakwa pada setengah yang lainnya. Sebab Sakinah bersama istri berarti terjaga dari kemaksiatan, terikat dalam satu rasa dan tujuan, cenderung, dan tenang ketika bersama maupun saling menjaga dikala gaibnya.
Sebagaimana terlanjur untuk memilih kawan perjalanan sebelum bersafar juga memilih tetangga sebelum berumah; begitu penting kedudukan pasangan dalam Mahligai rumah tangga sehingga ia hendaknya diputuskan dengan penuh kehati-hatian. Bahkan, memilihkan seorang ibu yang salihah juga menjadi tanggung jawab ayah pada anaknya yang kelak dia kan digugat jika tak berdasar keridhaan Allah.
Pernikahan dalam Islam bukan sekadar pengesahan hubungan laki-laki perempuan sehingga bisa mereguk kenikmatan dalam sebuah perkawinan yang sah halal dan mengikat. Ketika akan menikah, jangan mencari istri namun Carilah Ibu bagi anak-anak kita. Jangan mencari suami namun Carilah Ayah bagi anak-anak kita. Niatkan Menikah untuk menyiapkan pribadi Taqwa yang akan membangun sebuah miniatur peradaban. Menikah adalah membangun kehidupan berjamaah dalam ikatan suci pernikahan. Dengan menikah sesungguhnya suami istri itu sedang Berjamaah dengan asma Allah untuk membangun peradaban dan menegakkan syariat Allah.
Menapaki jalannya dengan pemahaman yang benar, siap memikul tanggung jawab, resiko, kewajiban, konsekuensi dari sebuah pernikahan. Menjalani setiap peran dengan penuh keikhlasan, berjuang dan berjihad dalam kesungguhan, taat dalam syariat, serta berkomitmen dalam berdakwah, dan rela berkorban memurnikan kesetiaan dan mengerahkan segala kemampuan untuk taat dalam ikatan pernikahan.
Setiap muslim diharapkan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik dan berkewajiban mempertahankan serta berusaha untuk mencapai tujuannya. Keluarga adalah basis kekuatan masyarakat, karena masyarakat merupakan kumpulan dari keluarga-keluarga, dan keluarga laksana sel-sel yang membentuk tubuh. Jika keluarga baik niscaya masyarakat pun akan baik, sebaliknya jika keluarga rusak niscaya rusak pula masyarakat. Inilah Mengapa islam selalu menaruh perhatian khusus dalam masalah keluarga.
Jika seorang istri berpikir bahwa karena suaminya selalu bersikap baik padanya, maka bukan masalah besar jika sesekali suaminya bersikap keras. Disaat yang sama, seorang istri juga harus ingat bahwa ada banyak kejadian di mana suaminya mengabaikan hal-hal yang dirinya lakukan. Sungguh amat kufur untuk melupakan kenikmatan Sepanjang hidup hanya karena satu kali gangguan atau dimarahi. Karena satu kesalahan di pihak suami, seorang istri tidak boleh mengatakan apapun yang dia inginkan Dengan mengatakan dia hanya tahu kesulitan setelah pernikahan mereka dan lebih baik mati saja. Sayangnya, pernyataan seperti itu sangat umum dan harus dihindari dengan segala cara.
Para suami juga harus ingat bahwa istri mereka melakukan segalanya untuk melayani mereka dan jangan sampai dimarahi hanya karena dia melakukan kesalahan satu kali atau tidak melakukan sesuatu seperti keinginannya. Karena itu, penting bagi suami maupun istri untuk mengingat kebaikan pasangan masing-masing.
Menikah adalah peristiwa dakwah di mana dengan pernikahan telah membuat pengabaran tentang jati diri Islam kepada masyarakat. Pernikahan juga sekaligus berorientasi mendukung program dakwah serta menyelesaikan problem dakwah semisal dalam memilih calon istri, diantara kriteria yang ditetapkan, selain kriteria agama adalah bahwa sang istri harus menjadi pihak yang mendukung dakwah, harus terlibat dalam aktivitas dakwah sesuai dengan kapasitas dan kesanggupan masing-masing. Demikian juga dalam memilih calon suami hendaknya ditetapkan kriteria bahwa laki-laki tersebut adalah pendukung bahkan kalau bisa pelaku aktif dalam dakwah. Di sisi lain perluasan Medan dan pengaruh dakwah, penguatan jaringan, penyebaran potensi SDM ke berbagai daerah merupakan aspek-aspek kepentingan dakwah dalam pernikahan. Di daerah yang masih minim tenaga aktivis dakwahnya, seorang laki-laki yang peduli dakwah bisa mencari calon istri dari luar daerah dalam rangka menghadirkan seorang muslimah Daiyah yang akan aktif membantu proses dakwah di tempat tersebut.
Menikah adalah peristiwa Tarbiyah bahwa dengan melaksanakan pernikahan akan menguatkan sisi-sisi kebaikan individual dari laki-laki dan perempuan yang bertemu di pelaminan tersebut. Proses tarbiyah islamiyah pada kedua mempelai akan lebih bisa ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya setelah menikah.
Bukankah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah menyebutkan bahwa pernikahan telah menghantarkan seseorang mencapai separuh bagian agamanya:
" Apabila seseorang melaksanakan pernikahan berarti telah menyempurnakan separuh agamanya, maka hendaklah ia menjaga separuh yang lain dengan bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. " (HR. Baihaqi dari Anas bin Malik).
Ketika masih singelillah, mereka melakukan pembinaan diri dan menjaga kebaikan itu seorang diri. Maka dengan menikah mereka bisa melaksanakan salat malam berdua, Tilawah Alquran bersama, menambah hafalan ayat Alquran dan hafalan hadis secara bersama. Saling mengingatkan Apabila ada kelalaian dalam menunaikan kewajiban, saling menegur Apabila ada perbuatan yang bermakna penyimpangan dari kebenaran. Itulah prosesi Tarbiyah yang efektif, suami dan istri bisa saling menjaga dan menguatkan perbaikan mereka berdua.
Energi cinta dan kemesraan di dalam rumah sesungguhnya menjadi inspirasi untuk semakin bergiat dan bergairah di jalan dakwah. Sebaliknya, kesibukan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam peperangan, perjalanan yang jauh, konspirasi musuh, besarnya pengorbanan, banyaknya amanah dan pekerjaan, tidak menjadi alasan hilangnya perhatian, cinta, pelayanan dan kemesraan bersama keluarga.
Semoga kita bisa meniru Hanzhallah yang mampu menjadikan ranjang sebagai Energi Dahsyat dalam berjuang. Hanzhallah Ibnu Amir radhiyallahu anhu gugur setelah bertempur melawan Abu Sufyan Bin Harits di medan perang. Dia dimandikan malaikat. Pasangan cinta yang baru saja mengecap manis lezatnya malam pengantin bersegera menyambut seruan jihad dan akhirnya didapatkannya. Inilah pasangan surga yang sejati. Suami istri yang saling Ridho di jalan Allah.
Pernikahan Atikah binti Zaid bin Umar Ibnu Naufal dengan Abdurrahman Bin Abu Bakar radhiyallahu anhu menjadi pernikahan paling fenomenal. "istrimu telah banyak menyita waktumu sehingga engkau sering tidak mengikuti peperangan, maka talaklah dia!"
Kecintaan pada sang istri yang tidak bersalah karena kecantikannya harus berhadapan dengan ketaatan dan kepatuhan kepada ayahnya sebagai bentuk baktinya. Abdurrahman Bin Abu Bakar pun mematuhi perintah ayahnya, dia ceraikan istrinya. Namun kegalauan setelah bercerai sampai juga kepada Abu Bakar akhirnya sang ayah mengizinkan untuk rujuk. Abu Bakar menikahkan kembali Abdurrahman dengan Atikah. Komitmen Abdurrahman Bin Abu Bakar ditunjukkan dengan sangat prima dan mulia, bahwa istrinya bukanlah penghalang dalam berjuang. Tak lama berselang, Abdurrahman Bin Abu Bakar menyertai Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dalam sebuah peperangan di Thaif, dan dia terkena panas sehingga gugur syahid. Allahu Akbar.
Ada saat menikmati jejak-jejak kebahagiaan, ada saat untuk menatap lurus ke depan. Tak cukup berpikir tentang bahagia atau tidaknya kehidupan pernikahan kita. Sungguh tidaklah cukup. Setelah merenung akan barakah pernikahan kita, ada baiknya menetapkan langkah untuk meraihnya. Barakah adalah semakin terpujinya diri di sisi Allah, ketika tertegak nilai-nilai kesalehan dikala kita berdiri, duduk merenung, atau berbaring meniti mimpi. Tidak cukup bagi dua orang yang telah menjadi suami dan istri, kata Syekh Saleh bin Ahmad Al Ghazali menasehati, untuk puas dengan kesalehan yang ada pada masing-masing mereka. Lebih dari itu, wajib bagi keduanya untuk berpikir dan berusaha menciptakan generasi yang Saleh pula. Kemudian mereka juga turut serta membantu umat untuk membuat kesalehan itu jamak di tengah masyarakat.
Komentar
Posting Komentar