FILOSOFI SABAR

Kita tidak pernah tahu apa yang akan menimpa kita di kehidupan selanjutnya, apakah merasa bahagia, mendapat musibah dan sedikit kesulitan. Kita sering menyalahkan keadaan, orang lain, bahkan diri kita sendiri dan bahkan menyalahkan kuasa Allah. Padahal semua itu terjadi dengan janji Allah, “Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya dan pada sisi Kami ada suatu Kitab yang membicarakan kebenaran dan mereka tidak dianiaya.”( TQS.Al Mu’minun : 62) Sebaik-baik manusia, tidak ada yang benar-benar memahami kita, paham apa yang terbaik untuk kita karena hanya Allah yang tahu betul apa yang terbaik untuk kita, paham perasaan kita, kebutuhan hati kita. Semua yang terjadi pada manusia, seberat apapun masalah yang dirasakan, ia hanya perlu bersabar. Allah dengan cara-Nya sendiri tidak akan membiarkan manusia tersandung lalu jatuh. Jika manusia jatuh itu atas kemauannya sendiri. Tapi jika ia sigap menahan dengan kaki yang satu lagi, dengan begitu ia tidak akan jatuh. Justru ia akan mengerti bahwa dijalan itu ada lobangnya. Jadi ia akan hati-hati untuk selanjutnya. Jadi khawatir bukan untuk masalah itu, tapi khawatir apakah hatinya bisa terbuka untuk mengambil hikmah atas masalah yang ada. Karena kedewasaan dan pembelajaran itu sendiri membutuhkan proses, proses itu adalah waktu dan kapan waktu terbaik itu ditakdirkan Allah untuk kita. Semakin terbuka hati kita menerima, akan semakin banyak kita mengerti, semakin cepat kita pahami, dan semakin ringan masalah itu terlewati. “Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada temannya: Aku tidak akan berhenti sehingga aku bertemu dua laut itu, atau aku berjalan terus bertahun-tahun. Maka apabila mereka berdua sampai ke pertemuan dua laut itu, lupalah mereka akan ikannya, lalu ikan itu menggelunsur menempuh jalannya di laut. Setelah mereka melampaui tempat itu, berkatalah Musa kepada temannya: Bawalah makanan kita, sebenarnya kita telah keletihan dalam perjalanan ini. Temannya berkata: Tahukah apa yang terjadi tatkala kita berehat di batu besar itu? Sebenarnya aku lupa akan hal ikan itu; dan tiadalah yang melupakanku melainkan Syaitan untuk mengingatinya; dan ikan itu telah menggelunsur menempuh jalannya di laut, dengan cara yang menakjubkan. Musa berkata: Itulah yang kita kehendaki; Mereka pun balik semula ke situ, dengan menurut jejak mereka. Lalu mereka dapati seorang dari hamba-hamba Kami, yang Kami berikan kepadanya rahmat dari Kami, dan Kami telah mengajarnya satu ilmu; dari sisi Kami. Musa berkata kepadanya: Bolehkah aku mengikutmu, supaya kamu mengajarku dari apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu? Ia menjawab: Sesungguhnya engkau wahai Musa, tidak sekali-kali akan dapat bersabar bersamaku. Dan bagaimana engkau dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? Nabi Musa berkata: Engkau akan dapati aku, insya-Allah, orang yang sabar dan aku tidak akan membantah sebarang perintahmu. Ia menjawab: Sekiranya engkau mengikutku, maka janganlah engkau bertanya kepadaku akan sesuatu pun sehingga aku ceritakan halnya kepadamu. Lalu berjalanlah keduanya sehingga apabila mereka naik ke sebuah perahu, ia membocorkannya, Nabi Musa berkata: Patutkah engkau membocorkannya akibatnya akan menenggelamkan penumpangnya? Sesunggguhnya engkau telah melakukan satu kesalahan yang besar. Ia menjawab: Bukankah aku telah katakan, bahawa engkau tidak sekali-kali akan dapat bersabar bersamaku? Musa berkata: Janganlah kamu marah akan daku disebabkan aku lupa; dan janganlah kamu memberati daku dengan sebarang kesukaran dalam urusanku. Maka berjalanlah keduanya sehingga apabila mereka bertemu dengan seorang pemuda, lalu ia dibunuhnya. Musa berkata: Patutkah kamu membunuh satu jiwa yang bersih, yang tidak berdosa? Sesungguhnya engkau telah melakukan satu perbuatan yang mungkar! Ia menjawab: Bukankah aku telah katakan kepadamu, bahawa kamu tidak akan dapat bersabar bersamaku? Musa berkata: Jika aku bertanya kepadamu tentang sebarang perkara sesudah ini, maka janganlah engkau jadikan daku sahabatmu lagi; sesungguhnya engkau telah cukup mendapat alasan-alasan berbuat demikian disebabkan pertanyaan-pertanyaan dan bantahanku. Kemudian keduanya berjalan lagi, sehingga apabila mereka sampai kepada penduduk sebuah bandar, mereka meminta makan kepada orang di situ, lalu orang itu enggan menjamu mereka. Maka mereka dapati di situ sebuah tembok yang hampir runtuh, lalu ia membinanya. Musa berkata: Jika kamu mahu, tentulah kamu berhak mengambil upah mengenainya! Ia menjawab: Inilah masanya perpisahan antaraku denganmu, aku akan terangkan kepadamu maksud yang engkau tidak dapat bersabar mengenainya. Adapun perahu itu adalah ia dipunyai oleh orang miskin yang bekerja di laut; oleh itu, aku bocorkan dengan tujuan hendak mencacatkannya, kerana di belakang mereka nanti ada seorang raja yang merampas tiap-tiap sebuah perahu yang tidak cacat. Adapun pemuda itu, kedua ibu bapanya adalah orang yang beriman, maka kami bimbang bahawa ia akan mendesak mereka melakukan kezaliman dan kufur. Oleh itu, kami berharap agar Tuhan mereka gantikan bagi mereka anak yang lebih baik daripadanya tentang kebersihan jiwa, dan lebih dekat sayangnya. Adapun tembok itu pula, adalah ia dipunyai oleh dua orang anak yatim di bandar itu; dan di bawahnya ada harta terpendam kepunyaan mereka; dan bapa mereka adalah seorang yang soleh. Maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka dewasa dan dapat mengeluarkan harta mereka yang terpendam itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Dan aku tidak melakukannya menurut fikiranku sendiri. Demikianlah penjelasan tentang maksud dan tujuan perkara-perkara yang kamu tidak bersabar atasnya.(Sumber – Al Quran, Surah Al Kahfi ayat 60-82)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup