Tentang Menanti, Tentang Ketaatan

Perjalanan takdir akhirnya membawa kita menunduk pada sebuah janji agung (Mitsaqan ghalizha) yang mengantarkan pada keberkahan dan keridhaan in sha allah. 

Dua orang asing yang kemudian dipertemukan, dipersatukan dengan asbab saling melengkapi, menggenapi dan menguatkan di jalan dakwah. 
'Waltaqat 'alaa thaa-atik' (Ketika ketaatan telah mempertemukan dua insan di jalan Allah). 

Maka segala bentuk cinta jahiliyah yang merusak iman yang ditinggalkan dimasalalu akan menghadirkan syukur, bahwa sejatinya apa-apa yang kita tinggalkan karena Allah akan selalu baik-baik saja, bahwa apa-apa yang tidak ditakdirkan untuk kita sekalipun kita begitu menginginkannya akan lepas juga, bahwa apa-apa yang ditempuh dengan jalan yang tidak Allah ridhoi maka Allah juga yang akan menghentikannya sebab itulah cara Allah menyayangi hamba-Nya yang kadang lupa diri. 'Maa tuziidukum lit tha'ah' (Apapun yang bisa mengantarkan kita meningkatkan ketaatan kepada Allah). 

"Pernikahan adalah perkara yang peka," ujar ibunda Aisyah Radhiyallahu Anha, "terkembalikan pada masing-masing pribadi dalam keberkahannya." 
Maka, setelah memahami bahwa memilih karena agama adalah suatu pengarahan dari Rasulullah shalallahu'alaihi wa salam. 

Indahnya pernikahan adalah segalanya menjadi ibadah. Betapa agungnya ketika Islam mensyariatkan pernikahan suci yang melindungi martabat manusiawi, sekaligus memberikan jalan untuk mengekspresikan fitrah manusia untuk jatuh cinta. 

Adalah keniscayaan bagi kita memasuki pernikahan dengan komitmen keimanan. Ketika rupa tak lagi memiliki makna; ketika jasad sudah rapuh menyuruk tanah; ketika cinta tak lagi akrab dengan asmara; maka komitmenlah perekat paling kuat. Jika komitmen itu digantungkan pada keimanan terhadap Allah maka ia akan menjadi yang paling romantis mengabdi, melanggeng, mengekal menjadi bekal menuju-Nya. 

Demikian kala itu, betapa sulitnya menjaga diri untuk tidak berkomunikasi. Betapa membentengi diri untuk tidak terperangkap dalam jerat syaitan dan nafsu syahwat adalah musuh terberat. Meski was-was syaitan semakin jeli. Terima kasih untuk tetap percaya bahwa yang Menjaga hanya untuk yang Terjaga. 

Keimanan akan menumbuhkan kecintaan pada apa-apa yang membuat Allah ridha, keimanan akan membuat segala hal tampak indah sebagai ibadah. Melapangkan jiwa. 

Dua insan yang dipersatukan tanpa biodata, tanpa nadzor hanya 'dengan niat ibadah' adalah syukur bahwa dalam segala kekurangan ada seorang lelaki yang dengan berani mencintai tanpa pernah memandang rupa. Laki-laki yang dahulu hanya ada dalam tulisan-tulisan maya, yang sekarang menjadi nyata. Membuat saya tertunduk pada Kuasa Allah mempersatukan sesuatu. 

Laki-laki yang menjadi salah satu wasilah 'hidayah' bagi saya. Perjalanan menanti adalah tentang kesabaran, tentang keikhlasan atas apa-apa yang sudah Allah gariskan. Tugas kita hanyalah menjalaninya. 

Walaupun saya kadang masih lalai, terima kasih untuk tiap kesabaran. Jangan bosan menasehati saya dalam kebaikan. Maafkan istrimu yang baru belajar 😊 . Untuk suamiku Abdul Kahar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup