[Wanita Berkarir Syurga]

Dahulu saya mengira bahwa karir tertinggi bagi seorang perempuan adalah kuliah dan bekerja sesuai dengan gelarnya. Kemudian membahagiakan orang tua lalu menikah.
Begitu impian perempuan-perempuan milenial kini. Setelah menikah, saya menyadari benar bahwa karir tertinggi bagi seorang perempuan adalah menjadi ibu rumah tangga. Ibu yang dari rahimnya akan terlahir mujahid-mujahidah peradaban, ibu pembangun peradaban. "Al-ummu madrasatul ula'"
(Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya). Madrasah yang dimana bukan hanya sebagai tempat belajar, tetapi lebih dari itu. Ibu adalah madrasah dimana setiap helaan nafasnya, pijakan kakinya, seluruh anggota tubuhnya dan seluruh tindakannya memberi pengajaran bagi anak-anaknya. Menjadi seorang istri yang Allah janjikan syurga apabila ia taat pada perintah suaminya dalam hal kebaikan.

Maka, sudahkah kita mempersiapkan diri menjadi ibu terbaik dengan menambah ilmu dunia juga akhirat? Sudah siapkah kita menjadi wanita berkarir syurga?

Dahulu saya mengira bahwa dengan mengambil peran-menyamai laki-laki akan membantu membebaskan perempuan dari ketertindasan.
Padahal Allah dengan jelas telah mengabadikan perempuan dalam surah An-nisa.

Jika saat ini kita benar berjuang untuk menegakkan hak-hak perempuan dengan menjadi aktivis. Maka apa yang telah kita lakukan terhadap perempuan palestina? Suriah? Mereka lebih memilih syahid daripada harus menyerahkan kehormatan pada laki-laki ajnabi.

Jika saat ini kita berpikir bahwa perempuan perlu dibebaskan dari ketertindasan. Sudah kah kita membebaskan diri sendiri dari ketertindasan seperti yang dilakukan perempuan-perempuan palestina, suriah? Contoh kecilnya; Menjaga diri dari laki-laki yang bukan mahrom (berikhtilat-berkhalwat) bukan hanya di dunia nyata tapi juga di sosial media. Sudahkah kita menjaga isi chat kita dengan lawan jenis dari emoticon-emoticon, menjaga isi percakapan dengan mengatakan hal-hal yang penting saja. Bahkan menghindari diri dari komunikasi dengan lawan jenis hinga larut malam, mengingatkan sholat, dsb.
Jangan-jangan sampai hari ini, kita belum bisa menjaganya termasuk menjaga maru'ah.

Jika hari ini, saya ditanya; "Bagaimana jalan keluar untuk membebaskan perempuan dari ketertindasan? "

Jawabannya ; Ialah dengan mempelajari agama. Sebab hanya dengan itu satu-satunya jalan pembebasan perempuan dari ketertindasan.




Dian Rahmana Putri
(Ma'had Abdurahman bin Auf, 21/02/2019) — di Ma'had Abdurrahman Bin 'Auf Malang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup