Jalan yang Memutar

 


Hidup ini tidak selamanya tentang salah dan benar. Kalau kita berhasil melewati suatu masalah, bukan berarti mereka yang gagal adalah orang-orang yang salah. Bisa jadi mereka memang sedang dilatih ketahanan dan ditempa untuk menjadi pribadi yang mereka butuhkan kelak kemudian hari.  

Misalnya, kita berhasil melewati fase kuliah dengan tepat waktu, baik, dan langsung mendapatkan peluang untuk masuk fase berikutnya. Sementara itu ada orang-orang yang butuh waktu lebih lama untuk lulus, tidak kunjung paham dengan materi kuliah, tidak mudah untuk masuk fase kerja, dan sebagainya,  bukan berarti kita adalah orang berhasil Dan mereka adalah orang yang gagal. Tidak juga kita boleh merasa telah menjadi orang yang benar dan memaksa orang lain untuk menempuh jalan yang sama dengan kita.

Apa sulitnya menyebut dan mengakui bahwa kita adalah orang yang tumbuh dengan privilege?  

Kemarin, kita mungkin asyik bercerita tentang betapa kerasnya hidup kita, asal kita yang dari desa terpencil, dan segala hal yang terasa sangat heroik. Namun, coba akui bahwa kita dikelilingi oleh privilege, entah orang tua yang mendukung kita untuk berpendidikan tinggi, kesempatan untuk berorganisasi tidak hanya di kampus tapi juga di luar, kesempatan untuk mendapatkan beasiswa pengembangan diri, lingkaran pertemanan yang tidak Toxic dan sebagainya.

Hari ini, bahkan itu pun terus terjadi sampai kita berumah tangga. Kita mendapatkan pasangan yang bisa diajak Melangkah dengan leluasa, kita bisa fokus mengembangkan karir, pasangan kita juga punya ruang aktualisasi, semuanya adalah privilege. Kalau ada orang lain bertanya, "Kok kamu bisa sih produktif banget meski sudah menikah?" 

Ya, itu karena pasangan mendukung kita untuk produktif.  Dan dukungan itu adalah bentuk privilege yang kita miliki. Sesuatu yang mungkin tidak ada di keluarga lainnya.  

Lantas Apakah kalau keluarga lainnya tidak produktif (dalam standar kita), kita boleh menuduh mereka telah salah Jalan, salah ini itu, pokoknya salah? Jika kita merasa demikian, jangan-jangan hati kita lah yang keras. Kita telah kehilangan satu sifat bijaksana bernama empati.

Bumi Allah, 

Bising

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup