Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2025

Zionis Membunuh Jurnalis, Tapi Kebenaran di Palestina Tak Pernah Mati

Gambar
  Di tanah yang berlumur darah dan doa itu, kamera tak pernah sekadar merekam gambar — ia merekam kebenaran yang ingin dibungkam. Nama Saleh Al-Jhawari, jurnalis muda Palestina, kini menambah daftar panjang para pewarta kebenaran yang syahid di Gaza. Ia diculik, disiksa, dan ditembak berkali-kali oleh tentara zionis. Tubuhnya terjatuh, tapi pesannya tak pernah gugur. Pelurulah yang menembus tubuhnya, bukan suaranya. Mereka bisa menghancurkan kameranya, tapi tidak cahaya yang ia bawa. Karena kebenaran di Palestina bukan sesuatu yang bisa mati bersama jasad. Zionis telah melanggar kesepakatan gencatan senjata berkali-kali, membombardir kota yang hancur tanpa jeda. Bagi mereka, diamnya langit hanyalah waktu untuk mengisi ulang peluru. Bagi rakyat Palestina, diam hanyalah kesempatan untuk kembali berdiri. Di antara reruntuhan itu, para jurnalis terus menjadi saksi. Mereka menulis dengan luka, memotret dengan air mata, dan berbicara dengan keberanian yang lahir dari iman. Mereka tahu, s...

Gelombang Iman di Tanah Terluka

Gambar
Palestina bukan sekadar peta di dinding, tapi tanah yang disucikan oleh doa dan air mata. Di setiap debunya tersimpan kisah panjang tentang iman yang tak pernah padam. Aqsa bukan hanya perlawanan — ia adalah gelombang iman yang lahir dari luka panjang. Mereka berdiri bukan karena tak takut mati, tapi karena ingin hidup dengan kehormatan. Dari masjid dan rumah yang hancur, terdengar dzikir yang menembus langit. Anak-anak yang kehilangan segalanya, tetap hafal ayat tentang kesabaran. Palestina mengajarkan bahwa dakwah bukan hanya dengan kata, tapi dengan keteguhan di tengah penderitaan. Kesabaran mereka adalah khutbah paling nyata. Setiap darah yang tumpah adalah panggilan, agar dunia tak lagi diam. Sebab iman bukan hanya untuk disimpan — tapi untuk diperjuangkan. Mereka kehilangan rumah, tapi tidak kehilangan arah. Mereka kehilangan dunia, tapi tidak kehilangan Allah. Gelombang iman ini akan terus mengalir, hingga kebebasan dan kedamaian kembali bersemi di tanah para Nabi.

Gencatan Senjata atau Jeda dari Kezaliman?

Gambar
  Dunia menyebutnya perdamaian. Tapi Gaza tahu; ini bukan akhir dari perang, hanya jeda untuk menarik napas di antara reruntuhan, mengubur syahid yang tak sempat dimakamkan kemarin, dan mencari sisa keluarga yang belum ditemukan di bawah puing. Mereka menyebut ini “masa tenang”. Namun bagi rakyat Palestina, ini hanyalah diam yang menekan; jeda dari kezaliman. Ada tangisan yang belum berhenti. Ada kota yang tidak lagi mengenal malam, karena setiap malam masih diterangi api, bukan lampu. Ledakan memang berhenti, tapi air masih berhenti di pipa yang pecah, obat-obatan masih tertahan di perbatasan, dan rumah sakit masih merawat pasien dengan cahaya lilin. Di rumah-rumah yang tinggal bayang, Ibu serta anak menatap langit kosonge mencari ayah yang tak kembali sejak serangan terakhir. Di antara abu dan debu, masih ada mereka yang membawa kamera dan pena. Bukan tentara, bukan pejuang bersenjata, tapi jurnalis; saksi mata yang menulis dengan nyawa.  Mereka datang bukan untuk berperang,...

DARI LANGIT PARA NABI UNTUK UMAT YANG TAK BOLEH LUPA

Gambar
  Sebelum dunia mengenal nama “Palestina”, tanah itu sudah disucikan oleh langkah para Nabi. Di sanalah Nabi Ibrahim berdoa, Nabi Daud memerintah dengan adil, dan Nabi Sulaiman membangun masjid yang diberkahi. Dari sanalah pula Rasulullah diangkat ke langit dalam Isra’ Mi’raj. Inilah tempat di mana langit dan bumi pernah berjumpa dalam sujud. Kini tanah itu dijajah, kesuciannya dinistakan, Kita menyaksikan langit Palestina tak lagi biru. Ia diselimuti asap dan debu, namun di balik kelam itu; ada cahaya kecil yang tak pernah padam. Palestina bukan hanya tanah, ia adalah sekolah keteguhan, tempat sabar diuji, dan iman dilahirkan. Mereka kehilangan rumah, tapi tidak kehilangan arah kiblat. Mereka lapar, tapi tidak kehilangan sabar. Listrik padam, air berhenti, namun tasbih terus berdentang di setiap lidah. Anak-anak Gaza duduk di reruntuhan, melantunkan hafalan Al-Qur’an yang mereka ingat di dada. Ibu-ibu menenun sabar di antara tangisan, bapak-bapak mengajarkan ta...

🌻 Menemukan Cahaya di Tengah Gelap: Perjalanan Menyembuhkan Diri

Gambar
  Hidup tidak selalu berjalan di jalan yang lurus dan tenang. Ada kalanya langkah yang dulu ringan kini terasa berat. Pikiran menjadi gelisah, hati gamang mencari arah. Dalam masa-masa seperti itu, seseorang sering merasa kehilangan cahaya — seolah semua hal yang dulu memberi semangat kini meredup. Namun, di balik setiap gelap, selalu ada ruang untuk menemukan kembali terang; bukan di luar diri, melainkan di dalam hati yang perlahan belajar memahami makna hidup. Seperti bunga matahari yang selalu menatap terang, kehidupan mengajarkan kita untuk tetap mencari arah cahaya meski sekeliling terasa gelap. Daunnya bisa terserang badai, batangnya mungkin tertunduk, tetapi akarnya tetap menahan dan bersiap tumbuh lagi. Bertahan bukan karena tidak pernah rapuh, tetapi karena selalu memilih untuk kembali berdiri. Bunga matahari tidak menunggu cuaca sempurna untuk tumbuh. Ia tetap menatap langit meski awan gelap menggantung. Begitu pula hidup — kita tidak selalu bisa menunggu segalanya membai...