DARI LANGIT PARA NABI UNTUK UMAT YANG TAK BOLEH LUPA
Sebelum dunia mengenal nama “Palestina”, tanah itu sudah disucikan oleh langkah para Nabi.
Di sanalah Nabi Ibrahim berdoa,
Nabi Daud memerintah dengan adil,
dan Nabi Sulaiman membangun masjid yang diberkahi.
Dari sanalah pula Rasulullah diangkat ke langit dalam Isra’ Mi’raj. Inilah tempat di mana langit dan bumi pernah berjumpa dalam sujud.
Kini tanah itu dijajah, kesuciannya dinistakan,
Kita menyaksikan langit Palestina
tak lagi biru. Ia diselimuti asap dan
debu, namun di balik kelam itu;
ada cahaya kecil yang tak pernah padam.
Palestina bukan hanya tanah,
ia adalah sekolah keteguhan,
tempat sabar diuji, dan iman dilahirkan.
Mereka kehilangan rumah, tapi tidak kehilangan arah kiblat. Mereka lapar,
tapi tidak kehilangan sabar.
Listrik padam, air berhenti, namun
tasbih terus berdentang di setiap lidah.
Anak-anak Gaza duduk di reruntuhan,
melantunkan hafalan Al-Qur’an yang mereka ingat di dada. Ibu-ibu menenun sabar di antara tangisan, bapak-bapak mengajarkan tawakal meski lapar menyayat.
Di bawah langit yang hitam,
mereka membuktikan; iman lebih kuat
dari bom.
Perjuangan di Palestina bukan hanya tentang peluru dan tanah,
tetapi tentang iman yang tidak menyerah.
Tentang keyakinan bahwa setiap luka,
adalah jalan pulang menuju ridha Allah.
Mereka tidak meminta belas kasihan,
mereka hanya ingin dunia tidak lupa bahwa di ujung bumi sana,
ada umat yang masih berjuang mempertahankan kiblat pertama umat muslim.
Palestina hari ini bukan sekadar berita.
Ia adalah cermin hati kita semua:
apakah masih bergetar saat melihat kebenaran ditindas?
Sejarah telah membuktikan:
ketika tiran datang, ia pergi;
tapi Masjidil Aqsa selalu tetap suci.
Selama masih ada umat yang terus bersuara tanpa menunggu viral,
maka cahaya itu akan terus menyala.
Palestina bukan tren. Ia amanah iman yang seharusnya selalu kita bela,
meski tak ada kamera, tak ada sorotan, tak ada tepuk tangan.
Komentar
Posting Komentar