Antara Sampah dan Indikator Iman
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
(QS Al-Qashash: 77)
Suatu hari dikeramaian kota, seorang anak yang dituntun ibunya sedang memakan es krim dipinggir jalan raya, lalu terlihat membuang sampah eskrim tersebut dijalan yang dilaluinya. Si Ibu melihat anaknya membuang benda itu dari tangan mungil anaknya, tetapi nampaknya Ibu itu tidak menyadari atau entah tidak perduli membiarkan sampah yang dibuang anaknya begitu saja, tercecer dipinggir jalanan. Terdengar samar-samar suara Ibu itu sembari mengeluarkan tissue dari tas cantiknya dan berkata kepada anaknya “sini mamah bersihin tangannya biar nggak kotor”.
“Kebersihan sebagian dari iman”. Tampaknya pepatah tersebut hanya jargon semata, yang realisasinya tidak nampak dihadapan kita. Bahkan dari kisah diatas kita simpulkan, bahwa kebersihan yang ada dan diterapkan barulah simbol dari kebodohan daya nalar sebatas menonjolkan keegoisan manusia yang hanya peduli dengan dirinya sendiri, akan tetapi bertindak masa bodoh terhadap hal yang tidak berhubungan langsung dengan dirinya. Mereka tidak berfikir bahwa alam adalah bagian dari dirinya. Ibu itu mengelap tangan mungil anaknya, menandakan bahwa dia jelas mengetahui mana yang kotor dan mana yang bersih, akan tetapi tidak menerapkannya kepada lingkungan sekitar. Sampah yang bercecer dilingkungan dianggap merupakan hal yang lazim.
Mungkin hal tersebut berlaku kepada diri kita, ketika kita membuang sampah sembarangan kita masih kurang memiliki tanggung jawab moral akan apa yang sudah kita perbuat. Kita menganggap remeh setiap sampah yang kita buang, dengan malas dan hati tak ikhlas kita tidak mudah melakukan, walaupun sekedar memungutnya untuk dibuang ketempatnya, hal yang tergolong mudah untuk dilakukan.
Setiap manusia terlahir untuk menjadi khalifah (penguasa) dimuka bumi. Manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia. Syarat menjadi seorang khalifah yang mampu memakmurkan dunia salah satunya adalah memiliki sifat adil. Adil berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Tak usahlah terlalu jauh memikirkan konsep adil ini, toh kenyataannya banyak diantara kita masih membuang sampah tidak pada tempatnya. Tidak menempatkan sampah pada tempatnya, berarti tidak adil dalam hal kecil yang remeh dan mudah. Lalu bagaimana kita bisa bertindak adil dalam hal besar yang rumit dan sulit?.
Jonas Salk, seorang ilmuwan yang berkecimpung di bidang medis berujar, “jika semua serangga hilang dari bumi, dalam 50 tahun semua kehidupan dibumi akan berakhir. Jika semua manusia hilang dari bumi dalam 50 tahun semua bentuk kehidupan akan sejahtera”. Manusia memang memiliki bakat yang besar untuk merusak. Disisi lain dengan kemampuannya yang berakal, kapasitas manusia menjadi penjaga planet bumi jauh amat besar lagi. Sejauh ini manusia yang berperan ikut menjaga lingkungan sekitar hanyalah manusia yang sadar arti kehidupannya didunia ini. Kesadaran itu terlahir apabila manusia menempatkan dirinya pada tempatnya, bahwa dirinya merupakan makhluk yang berhubungan dengan Allah (Habluminallah), berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannas) dan berhubungan dengan alam sekitarnya.
Apa yang kita lakukan kepada Allah, sesama dan kepada lingkungan sejatinya adalah apa yang kita lakukan kepada diri kita sendiri. Dampaknya sungguh nyata, apabila keseimbangan antara ketiga hubungan tersebut belum dapat kita lakukan dengan baik. Berarti kita belum melakukan dengan baik diri kita sendiri, bahkan berimbas belum baik kepada semua keturunan di masa depan kita. Dalam petikan ayat diatas, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi. Hal yang tidak Allah sukai tentu mendatangkan murka-Nya. Kita sudah mengetahui dan dididik sejak bangku sekolah dasar, bahkan taman kanak-kanak, bahwa berbagai macam penyakit, berbagai macam bencana alam salah satunya adalah dikarenakan perbuatan kita karena membuang sampah sembarangan. Itulah bentuk murka Allah didunia, belum lagi di akhirat.
Sebelum shalat, setiap muslim diwajibkan menjaga kesucian dan kebersihannya dengan berwudhu. Setiap berhadas besar, kita diwajibkan untuk mandi. Dalam setiap segi kehidupan kita dituntut untuk menjaga kebersihan dari najis. Islam mengajarkan kebersihan, bahkan rutin dalam kehidupan sehari-hari. Namun apabila berkaca kepada tempat dimana kita berada, khususnya negara ini yang merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak didunia, fakta bahwa kita menemukan banyak lingkungan yang kotor dan kumuh, sampah berceceran di mana-mana. Apa sebenarnya yang terjadi kepada moral umat ini ?.
Bangsa yang maju terlihat dari bagaimana cara mereka menata lingkungan dan kesadarannya terhadap kebersihan. Kebanyakan negara maju adalah negara yang kita anggap kafir. Kenyataannya adalah kita sebagai umat muslim menempati tempat dengan andil terbesar yang merupakan negara berkembang (sebenarnya penghalusan kata dari negara terbelakang). Jadi dimanakah posisi Anda sebagai muslim ?. Sudahkan menempatkan diri Anda pada tempatnya?. Mari kita bertindak lebih maju, memulai dari hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya. Kebersihan sebagian dari iman. Kemanakah iman kita tatkala kebersihan itu tidak kita jaga ?.
Komentar
Posting Komentar