Ubah Paradigma Dengan Tarbiyah



Tarbiyah adalah islahu syai hifzhuhu wa riaayatuhu (memperbaiki sesuatu, menjaga dan terus memeliharanya). Tarbiyah adalah kerja besar. Proyek raksasa. Sistem integral. Dahsyat. Mengubah yang sederhana menjadi luar biasa. Karena, pekerjaan-pekerjaan besar dalam sejarah hanya dapat diselesaikan oleh orang-orang yang memiliki naluri kepahlawanan, kata Anis Matta. Dan kader adalah pahlawan. Karena ia rela mengambil peran di tengah kesulitan, menapaki resiko besar di saat orang lari menghindar, meraih momentum saat manusia masih terkagum-kagum, dan menyusun kerja besar saat orang lain belum lagi sadar.
.
"Tarbiyah tidak boleh dimulai dan tidak cukup dengan pengisian otak dengan segala hal yang diperlukannya seperti ilmu syar'i, pendidikan pemikiran, teori politik dan studi realita saja. Akan tetapi harus dimulai dengan 'pendidikan hati' terlebih dahulu, hingga semua hati saling berpadu. Perhatian kepada hati ini harus tetap diberikan sekalipun perhatian kepada akal sudah dimulai" (Muhammad Ahmad Ar -Rasyid, 2002: 85). .
Kini berapa jumlah personil terakhir kita? Berapa yang siap membiayai dakwah? Jangan-jangan lebih banyak yang perlu dibiayai, disantuni, dan dikasihani. Berapa banyak kader yang mau membina atau masih perlu disuap materi? Berapa yang siap tampil jadi murobbi? Berapa muwajih yang tersedia, mengapa dakwah kampus nyaris mampus? Berapa muballigh kita, mengapa yang tampil itu-itu saja?
.
Bagaimana pendapatmu bila para pelaku tarbiyah 50 persennya mandul, tidak mau dan tidak mampu mewariskan ilmu, tidak punya kader binaan, tak memiliki majelis ta'lim atau bahkan hanya menjadi beban sesama kawan.
.
Akhivis...Ukhtivis, apakah engkau tidak malu? Seorang ummahat di bumi Singkil (Nangroe Aceh Darussalam) rela berkendara sepeda motor 80 km dalam keadaan hamil untuk mengisi ta'lim.
.
Akhivis...Ukhtivis, apakah engkau tidak peduli? Almarhum Ustadz Irfan di Sukabumi (Jawa Barat) mengurusi tujuh kecamatan yang sangat jauh dari jangkauan hingga akhirnya syahid di perjalanan.
.
Akhivis...Ukhtivis, apakah engkau tidak berempati? Beberapa kader menawarkan dakwah melewati hutan, ban motor bocor, lalu mereka isi dengan rumput biar bisa jalan meski tak bisa ngebut, kini apalagi alasanmu?
.
Kemudahan fasilitas jangan sampai membuat kader jadi kader, berceceran di jalan dakwah, minggir di tempat hiburan, menghindar dari amar, menyingkir kalau diajak mikir, dan banyak mengeluh kalau dimobilisasi dengan sungguh-sungguh.
.
Akhivis...Ukhtivis, dakwah perlu solusi. Agar tarbiyah lebih berkesan dan lebih menyenangkan, kitalah yang mendesain suasana itu. Program dikemas cerdas,. Aktivitas didesain kreatif tanpa rasa malas. Hadir penuh keikhlasan. Jasad siap digerakkan. Potensi siap dikerahkan. Dana siap dikucurkan untuk meraih hasil yang didambakan.
.
"Allah Ta'ala akan senantiasa menguji antum pada titik terlemah antum. Orang yang lemah dalam masalah uang, namun kuat dalam masalah jabatan dan wanita, tidak diuji dengan wanita dan jabatan. Orang yang senantiasa mudah tersinggung dan pemarah, maka akan diuji oleh Allah dengan dipertemukan dengan orang-orang yang senantiasa membuatnya tersinggung dan marah. Sampai ia berhasil memperbaiki kelemahannya itu dan tidak lagi mudah tersinggung dan marah. Seorang yang senantiasa berlambat-lambat dalam dakwah karena alasan 'istri, mertua, tamu' akan senantiasa dihadapkan dengan alasan-alasan itu, 'mertua datang, tamu datang silih berganti,' yang akan terus menundanya untuk bersegera menghadiri liqoat dakwah, sampai ia bisa mengutamakan agenda dakwah" (K.H. Rahmat Abdullah, Episode Cinta Sang Murabbi).
.
Tarbiyah bukan sekadar ngaji, tapi jalan perubahan. Perubahan itu butuh perencanaan sebagaimana melompat butuh tangga atau minimal galah. Sebab perubahan tanpa action plan berarti kegagalan. Lihatlah Nabi Ibrahim dan Ismail. Temukan inspirasi sunnah imaniyah saat Ibrahim dan Ismail meninggikan pondasi Baitullah. Setiap kali keduanya meninggikan satu jenjang, maka ia beranjak ke maqam (tempat berdirinya) yang mulia untuk memgamati kelurusan sudut-sudut Ka'bah. Ia memutar pandangan untuk menghitung dan membandingkan, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
.
Sebagaimana tukang bangunan, setiap meninggikan satu batu bata tembok, ia selalu melihat, mengawasi, meneliti; adakah yang miring, jatuh, sehingga ia harus kembali merapikan, memoles, mengukir, mengganti dan menutup lubang.
.
Begitu pula dakwah dan tarbiyah, begitu menapaki satu jenjang mesti melihat sudut-sudut yang kurang, lubang yang menganga, barisan yang renggang, ukhuwah yang gersang, potensi yang hilang, segera ia kembali untuk menyempurnakan kekurangan, menyelaraskan yang berbeda, menutup celah, mengembalikan yang berlebihan, memunculkan yang tertutup, meneguhkan yang goyang, dan mengokohkan keseimbangan.
.
Apapun fase dakwahnya, Tarbiyah bukan batu pijakan yang ditinggalkan dan dilupakan bila telah meraih puncak kejayaan. Tarbiyah bukan tiket untuk meroket ke jabatan keren dengan melupakan rakyat atau kader yang keleleran.
.
Jangan bertanya apa yang diberikan dakwah padamu, tapi bertanyalah apa yang sudah kamu berikan untuk dakwah.
.
Tarbiyah adalah berpikir untuk memberi "jadilah kamu generasi rabbani yang senantiasa mengajarkan al quran dikarenakan kamu selalu mempelajarinya." Kalau kita berpikir memberi, maka kita akan selalu kaya; kalau kita berpikir menerima, maka terus menjadi miskin. Berpikir untuk mengajar akan mendorong kita terus belajar. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Memberi sebelum diminta lebih baik lagi. Sadar untuk membina sebelum diminta murobbi tentu itu yang utama, bukan jadi MBA (Mutarobbi Banyak Alasan) kala kerja dakwah menantinya.
.
Ubah paradigma dengan tarbiyah. Dulu, awal engkau tarbiyah barangkali karena sungkan, terpaksa, atau dipaksa. Kini, tarbiyah mesti dilakukan dengan kesadaran tanpa paksaan. Laa ikraha fiddin.
.
Dulu, belajar, sekolah atau kuliah hanya sekadar mencari ijazah dan sertifikat seperti yang masih laris sekarang. Kini, tarbiyah adalah ladang amal untuk meraih pahala.
.
Dulu, belajar bila hendak ada ujian dan sekadar mengejar setoran. Kini, tarbiyah belajar sepanjang hari tak kenal waktu untuk menciptakan momentum.
.
Tarbiyah, menghargai setiap usaha, sekecil apa pun hasilnya. Unzhur maa qoola walaa tanzhur man qoola.
.
(Dariku yang merindukan majelis ilmu, Dian Rahmana Putri)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup