Saat Hidayah Menyapa


Saya begitu kagum dengan orang yang mendapat hidayah. Dan hidayah itu diperolehnya setelah merasakan pahitnya hidup dalam kemaksiatan. Ia merasa seperti lahir kembali untuk kedua kalinya. Setiap ia mengangkat tangan dalam doanya, tidak pernah luput dari permohonan agar ia diberi kesempatan kembali untuk menebus semua kesalahannya dalam kebaikan.

Saya banyak mendapati, orang-orang berlatar belakang kelam. Tidak ada maksiat yang tidak pernah dia lakukan. Dari bir, judi, dan perzinaan. Semuanya, sudah pernah ia rasakan. Namun, setelah hidayah datang mengetuk pintu hatinya. Hatinya terbuka menerima hidayah itu. Maka, penyesalan itu berubah menjadi energi untuk mengubah setiap detik sisa waktunya, untuk tetap beroleh pahala. Setelah hidayah menyapanya, ia betul-betul berbalik. Ia datang dan hidup kembali membawa segenggam harapan. Bahwa dunia, tak akan menipunya lagi. Ia melesat melampaui orang yang telah mendapat hidayah lebih dulu darinya.

Dalam sebuah kesempatan, seorang ustadz pernah berkisah; Ada orang yang sebelum kenal iman, ia adalah seorang ahli bela diri. Dari Sabang sampai Merauke, sudah ia dapati semua macam aliran bela diri. Black Panther, Marga Luyu, Tapak Suci, Merpati Putih, dan semua jenis beladiri lainnya. Yang menarik, ternyata hampir semua bela diri itu diperolehnya dengan bantuan jin. Ya, kebanyakan atau bahkan hampir seluruh jenis beladiri pada tingkat master katanya ada kerjasama (bersekutu) dengan jin. Akan tetapi, dampak negatif keberadaan jin dalam dirinya tidak bisa dihilangkan. Ia dalam waktu yang lama sangat menderita hingga akhirnya bertemu dengan sang ustadz tadi. Ia kemudian diruqyah dan lewat wasilah ruqyah itu singkat kata, ia memperoleh hidayah.

Setelah malang-melintang dalam dunia bela diri, ia akhirnya insyaf dan bertaubat. Dari situ, ia bertekad untuk meruqyah diri sendiri. Hanya saja saat itu, tak satupun huruf hijaiyyah ia kenal. Namun dengan ketekunan, ia mulai belajar seperti anak TK/TPA belajar. Sedikit demi sedikit dan akhirnya mampu mengenal huruf hijaiyyah dan fasih membaca. Sampai ia bisa menghafal ayat-ayat ruqyah. Dan kesungguhan itu akhirnya membuatnya bisa meruqyah diri sendiri.

Mungkin itu cerita yang bisa kita dengarkan. Namun yang ajaib adalah terakhir kala bertemu dengan ustadz yang meruqyahnya. Ternyata ia sudah hafal 20 juz dan menjadi kepala salah satu pondok pesantren di daerah Bima. Masyaallah...Tak hanya itu, ia juga bertekad untuk hafal Quran sebelum meninggal. Dan mungkin sekarang, cita-citanya telah ia capai. Akhirnya sang Ustadz berkata kepada kami, "Orang ini hafal Qur'an karena kerasukan jin. Kita, tidak pernah kerasukan jin, tidak bisa hafal Qur'an. Mungkin kita mesti dirasuki jin dulu, baru mau hafal Qur'an", candanya (sambil menyinggung)

Semoga Allah senantiasa memberikan kita hidayah dan istiqomah dalam kebaikan. Aamiin

Maroji'
Api Tarbiyah Karya Syamsuar Hamka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup