Cerminan wanita sholeha

Sungguh mulia wanita shalihah, yaitu wanita yang menjaga ketaatannya pada aturan-aturan Allah dan rasulNya. Setiap untaian kata dan perbuatannya bernilai bagaikan untaian intan yang bermutu tinggi. Ia juga selalu menjaga akhlaknya, terutama sifat malu. Karena ahlak mulia tersebut mencerminkan kekokohan imannya dan kemampuannya menjaga diri (iffah).
Malu adalah akhlak indah dan terpuji. Sifat ini juga cerminan dari kesempurnaan budi pekerti dan perhiasan yang anggun. Sungguh indah jika malu ini menghiasi seorang muslimah. Sifat malu dapat memadamkan keinginan untuk berbuat tercela. Juga menahan keinginan menampilkan perhiasan dan auratnya bagi lelaki yang bukan mahramnya. Sungguh benar sabda Rasulullah SAW bahwa malu merupakan bagian yang penting daripada iman.
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الإِيْمَانِ
“Iman terdiri dari tujuh puluhan atau enampuluhan cabang. Cabang yang paling utama adalah mengucapkan Lailaha illallah. Yang paling bawah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Malu juga termasuk cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketika sifat malu hilang dari seseorang, dia mudah melakukan berbagai pelanggaran dan tidak segan untuk bermaksiat. Misalnya, tabarruj dan mengumbar aurat secara terang-terangan. Padahal, aurat adalah sesuatu yang seseorang harus merasa malu jika tersingkap.
Pada zaman dahulu, para shahabiyah adalah wanita yang begitu menjaga kehormatan mereka. Aisyah, istri Rasulullah SAW, bahkan punya rasa malu yang luar biasa. Aisyah terbiasa berziarah ke makam Rasulullah SAW, yang berada di dalam kamarnya, tanpa berhijab. Ketika ayah beliau, Abu Bakar wafat dan dikebumikan di sebelah makam rasul, Aisyah masih leluasa berziarah tanpa mengenakan jilbab. Tapi, kebiasaan itu berubah ketika Umar dikuburkan di kamarnya bersebelahan dengan makam Rasulullah SAW dan Abu Bakar. Setiap kali masuk ruangan itu, beliau mengenakan hijab secara lengkap. Hal itu dikarenakan Umar bukan muhrim bagi Aisyah. Meskipun Umar telah meninggal dan berada di dalam tanah.
Begitu pula ketika ada seorang pria buta yang datang untuk berkonsultasi dengan beliau. Balutan jilbab syar’i yang lengkap menutupi beliau selama menjawab pertanyaan pria ajnabi tersebut. Lalu seseorang bertanya kepada beliau, kenapa harus berjilbab padahal orang tersebut buta? Aisyah justru balik bertanya, “Ia memang tidak bisa melihat. Tapi, apakah saya buta?”
Selain itu ada Sayyidah Fatimah Az-Zahra, shahabiyah panutan kaum muslimah, beliau adalah orang yang pertama membuat keranda bagi jenazah. Pada waktu itu, memang masih umum pelayat takziyah mengusung mayat tanpa keranda seperti yang kita kenal hari ini.
Fatimah binti Rasulullah merasa bahwa ajalnya telah dekat. Karena Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa beliaulah anggota keluarga yang pertama kali menyusulnya wafat. Putri Rasulullah SAW yang juga istri Ali Bin Abi Thalib ini berpesan kepada Asma’ binti Umais, yang hampir setiap hari menjenguknya. “Saya kurang senang atas apa yang diperbuat terhadap wanita jika meninggal. Mereka hanya ditutupi dengan kain, sehingga bentuk badannya terlihat,” kata Fatimah kepada Asma’, istri Abu Bakar As-Shiddiq.
“Apakah engkau mau aku tunjukkan sesuatu yang pernah aku lihat di Habasyah.” ujar Asma’ yang pernah hijrah ke negeri tersebut.
Asma’ lalu membuat semacam keranda. Kerangkanya terbuat dari pelepah kurma, sedangkan bagian luarnya ditutup dengan kain. Dengan begitu, jenazah yang dibawa dengan keranda itu tidak terlihat dari luar. Begitu Fatimah melihat keranda itu, beliau sangat gembira hingga tertawa. Beliau lalu berpesan, “Nanti, jika saya meninggal, kamu dan suamiku, Ali yang akan memandikanku, dan jangan ada orang lain yang ikut memandikanku. Setelah itu, buatkan keranda seperti itu untukku.”
Menutup aurat adalah ketetapan mutlak dari Allah SWT. Dalam sebuah ayat disebutkan (artinya), “Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (QS. An-Nur: 31).
Perhiasan atau az-ziynah yang diperintahkan untuk ditutup dengan hijab termasuk hingga anggota tubuh yang tersembunyi seperti telinga, leher, rambut, tangan, dan betis. Ketetapan ini demi menjaga penampilan wanita muslimah agar lebih terhormat. Dan juga untuk membedakannya dari wanita non muslim atau wanita fajir. Selain itu, hendaknya wali dari seorang muslimah, semisal ayah, saudara lelaki atau suami, ikut menjaga. Tumbuhkan rasa ghirah jika menyaksikan istri, saudari atau putrinya keluar rumah tanpa menutup aurat mereka dengan hijab yang syar’i. Karena berhijab itu karena menjalankan perintah Allah bukan karena ingin mengikuti tren fesyen yang sedang digandrungi.
Hukum Syariah memerintahkan agar wanita memilih pakaian yang dapat menutup tubuh dan menyembunyikan warna kulit. Bukan pakaian modis nan seksi yang mengumbar bagian tubuh tertentu. Selain itu juga menghindari warna yang mencolok, karena itu mengundang perhatian orang banyak. Banyak yang mengatakan bahwa wanita akan tampak menarik dengan berbagai aksesoris dan balutan busana yang pas di badan, apa lagi bila busana yang dikenakan mengikuti lekuk bentuk tubuh yang memakainya.
Gaya busana seperti itu sesungguhnya adalah gaya wanita jahiliyah. Konon wanita pada zaman itu suka memamerkan wajah ayunya, mengurai rambut hingga terlihat leher yang jenjang dan perhiasannya. Bersuara manja dan serak-serak basah untuk menarik perhatian. Namun aneh bin ajaib, justru gaya kuno tersebut yang ditiru oleh manusia modern hari ini. Naudzu billah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup