JIHAD LITERASI MELAWAN GHAZWUL FIKRI
Bacalah dengan menyebut nama (Tuhanmu) yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan (Tuhanmu) lah yang maha mulia, yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (Terjemah surah Al A'laq: 1-5)
Wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah ayat tentang ilmu pengetahuan yaitu 'Iqro' yang berarti perintah untuk membaca. Budaya membaca dan menulis telah berkembang sangat lama bahkan sejak masa Rasulullah.
Dikisahkan setelah perang badar (perang antara pasukan muslimin melawan pasukan musyrikin Quraisy), pasukan kaum musyrikin Quraisy mengalami kekalahan sehingga banyak dari mereka menjadi tawanan kaum muslimin. Rasulullah memberikan persyaratan kepada para tawanan bahwa jika mereka ingin dibebaskan maka para tawanan harus mengajarkan membaca dan tulis-menulis kepada anak-anak kaum muslimin. Keputusan cerdas Rasulullah ini tentu sangat berdampak besar bagi masa depan kaum muslimin.
Sementara jika kita melihat kondisi saat ini masyarakat dihadapkan dengan fitur media sosial yang lebih menarik, dan berdampak pada budaya instan dan menurunnya minat baca dan menulis masyarakat di dalamnya. Kita menyaksikan zaman di mana kaum muslimin betul-betul telah tercabut dari akarnya hingga merasa minder dengan agamanya sendiri bahkan lebih percaya kepada yang bukan kaumnya dibanding kepada kaumnya sendiri dan kepada Allah. Kita juga melihat bahwa hari ini kaum muslimin cenderung putus asa dan menyesuaikan diri dengan keburukan daripada mengubah keburukan itu sendiri.
Napoleon Bonaparte pernah mengatakan bahwa "Untuk menghancurkan sebuah umat adalah dengan merusak generasi mudanya terlebih dahulu. Bila generasi umat rusak, maka untuk menghancurkan umat tersebut tidak perlu dengan kekuatan perang maupun gencatan senjata. Karena umat Islam tidak mungkin dilawan dengan angkatan senjata akan tetapi dengan cara ghazwul fikri atau perang pemikiran.
Mengambil pengertian Ghazwul Fikri menurut ustaz Akmal Sjafril menurutnya, Ghazwul Fikri berasal dari dua kata yaitu ghazwah (perang) dan fikrah (pemikiran). Ghazwah (perang) adalah konfrontasi yang terencana tujuannya adalah penaklukan dan fikrah yang berarti pemikiran. Sementara fikrah (pemikiran) menjadi penting karena manusia adalah makhluk yang dikendalikan oleh akalnya, demikian juga segala potensi dirinya hanya bisa dimanfaatkan sesuai kondisi akalnya.
Sadar atau tidak umat Islam di dunia saat ini berhadapan dengan situasi perang ghazwul fikri. Khususnya para pemuda-pemudi islam terus dipengaruhi dengan berbagai strategi musuh-musuh Islam diantaranya dengan munculnya berbagai istilah seperti fun, fashion, food, film, free thinking, free sex, friction dan masih banyak istilah lainnya tujuannya untuk menghancurkan umat dengan merusak generasi mudanya.
Lewat fun (hiburan) menjadikan pemuda pemudi Islam hedon dan apatis seperti hiburan dengan film-film berbau seks musik-musik sesat dan sebagainya. Melalui fashion (busana/mode) seperti pakaian-pakaian yang mengumbar aurat. Melalui food (makanan) serta minuman minuman haram. Seperti inilah cara para misionaris menghancurkan akhlak umat Islam.
"Mereka (orang-orang) Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (Terjemah surah Al Baqarah: 120)
Musuh-musuh Islam akan senantiasa membenci, memerangi kaum muslimin hingga kaum muslimin murtad dan mengikuti ideologi mereka baik itu ideologi samawi (Nasrani dan Yahudi) maupun ideologi ardhi (Liberalisme, Sekularisme, humanisme, pluralisme, dll).
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan hentinya memerangi kamu sampai mereka dapat mengembalikan kamu dari agamamu kepada kekafiran seandainya mereka sanggup." (Terjemah surah Al Baqarah: 217).
Umat di dunia hari ini dikontrol oleh instrumen media Amerika dan Zionis Israel laknatullah alaihi. Mereka (Amerika dan Zionis Israel laknatullah alaihi) bisa menjadi imperium karena adanya faktor media. Media-media mereka telah berhasil memanipulasi pikiran, perasaan dan keyakinan manusia.
Kita melihat berbagai penindasan dan kezaliman senantiasa terjadi di berbagai belahan dunia. Kaum muslimin selalu menjadi kaum tertindas oleh kebengisan kaum kafir laknatullah alaihi. Kita melihat kaum muslim Palestina yang sampai hari ini kian terjajah. Muslim Suriah yang dibombardir oleh rezim sendiri. Muslim Rohingya yang terusir dari negerinya sendiri. Intimidasi muslim Kashmir sebagai kaum minoritas. Muslim Uighur yang mengalami penghilangan entitas keislamannya dan masih banyak lagi, namun seolah suara umat muslim hari ini dibungkam oleh media seperti Facebook Instagram dan berbagai platform media sosial yang sungguh sangat memprihatinkan.
Berkata ahli propaganda barat "Jika kamu terus mengulang ulang menyiarkan suatu kebohongan, masyarakat lambat laun akan percaya, bahkan kamu sendiri akan ikut mempercayai."
Kaum sekularisme memanfaatkan segala macam peluang media mereka untuk menggencarkan propaganda, menggambarkan kaum muslim sebagai teroris, syariat Islam sebagai aturan yang keras, mengekang dan tidak relevan dengan zaman.
Salah satu solusi untuk menghadapi semua propaganda dari musuh-musuh Islam yaitu para aktivis dan pejuang Islam dituntut memberikan pencerahan kepada umat tentang bahaya ghazwul fikri beserta hegemoni istilah yang menyesatkan sebagai propaganda menyerang dan memfitnah Islam serta penjelasan tentang hakikat Islam sejati yang sesuai dengan Alquran dan hadis melalui jihad literasi.
Menurut (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia, literasi adalah kemampuan dan keterampilan individu dalam berbahasa yang meliputi menulis, membaca, menghitung, berbicara, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
"Islam diwarnai oleh dua warna merah darah para syuhada dan hitam tinta para ulama. Namun, ketika kesempatan meletakkan peluru dan batu tak kunjung kami hadapi, maka kami bersemangat untuk mengkaji ilmu dan buku. Dengan tinta, kami akan menyongsong sebuah peradaban baru." (Asy Syahid, Syekh Abdullah Azzam).
Dalam sejarah peradaban Islam tidak pernah lepas dari budaya literasi (membaca, meneliti, menulis, dan diskusi). Bahkan karya literasi ulama hingga hari ini terus dipelajari. Seperti karya imam Syafi'i, imam Hanafi, imam Hambali, imam Maliki dan masih banyak lagi. Karena itu menulis merupakan warisan para ulama salaf yang mestinya diwarisi oleh para aktivis dakwah untuk membangun peradaban Islam.
"Hendaklah diantara kamu ada segolongan menyeruh kepada kebajikan dan menyuruh berbuat yang ma'ruf serta mencegah dari yang mungkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Terjemahan surah Ali Imran: 104)
Hari ini kita melihat serangan musuh-musuh Islam telah tertata rapi dalam propaganda, narasi, dan wacana mereka. Istilah dilawan dengan istilah. Kata dilawan dengan kata. Goresan pena dan sentuhan keyboard menjadi senjata. Sehingga menjadi pejuang literasi di era ghazwul fikri adalah sebuah keniscayaan. Menjadikan setiap tulisan sebagai peluru dakwah ilallah. Seorang pejuang, para aktivis dakwah mesti memiliki kemampuan literasi yang mencukupi sebagai bekal meng-counter dan menyerang balik pemikiran yang digencarkan musuh-musuh Islam tentunya dengan ilmu. Para pembela Islam harus menyadari tentunya bahwa kunci kemenangan Islam bukan hanya terletak pada iman, akhlak, atau ibadah harian. Melainkan juga pada jumlah buku-buku yang mereka selesaikan dalam sepekan, jumlah kajian ilmu yang mereka hadiri dalam sebulan.
Syekh Az Zarnuji dalam kitab Ta'lim Muta'alim mengatakan, "Penuntut ilmu harus berniat mencari ridho Allah dan negeri akhirat ketika menuntut ilmu, berniat menghilangkan kebodohan, menghidupkan agama dan mempertahankan Islam, karena Islam itu bertahan dengan ilmu. Bukan dengan niat agar orang-orang datang menghampirinya. Bukan pula untuk meraih harta dunia, meraih kemuliaan di hadapn sultan, dan lainnya."
Internet merupakan media penting dalam jihad di masa saat ini. Jangkauan informasi internasional yang sangat luas dari hari-hari ke hari, berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus juta manusia dari timur hingga barat dapat mengambil manfaat dan pelajaran darinya. Peluang yang besar ini tentulah perlu disikapi secara sigap oleh para aktivis dakwah untuk memanfaatkan kecanggihan teknologi internet dalam berdakwah melalui literasi.
"Dan persiapkanlah segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh-musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tapi Allah mengetahuinya." (Terjemah surah Al Anfal: 60)
Tugas kita sebagai aktivis dakwah adalah merancang agenda di masa depan berupa membudayakan Tarbiyah (menuntut ilmu, mengikuti kajian, membaca buku, menulis dan berbagai aktivitas literasi) lainnya. Hal ini sangat menuntut kita agar memperhatikan agenda Tarbiyah sebagai agenda terbesar dari kemenangan kaum muslimin dan juga agenda dakwah kita. Jika musuh islam senantiasa melakukan propaganda kebohongan melalui media mereka, maka kita sebagai kaum muslimin juga perlu menggencarkan kebenaran melalui media-media dakwah kita.
📝 Dian Rahmana Putri
==================================
Daftar Pustaka
Abdullah Azzam. 2006. Surat Dari Garis Depan, penerbit Jazera, Solo.
Abdullah Azzam. 2015. Tarbiyah Jihadiyah. Penerbit Jazeera, Solo.
Abdullah bin Azis. 2013. Pasukan Panji Hitam. Penerbit Jazeera, Solo.
Al-Qur’ān, Syamil al-Qur’ān, Syigma, Bandung, tp. Th.
Az-Zarnuji, Burhanuddin. 2019. Syarh Ta’lim al-Muta’allim. Terj.Umar Mujtahid. Zamzam: Solo.
Buletin Alfikrah Edisi 19, Tahun XVII, 22 Rajab 1437 H/29 April 2016 M
Hamid Fahmy Zarkasyi, dkk. 2004. Tantangan Sekularisasi dan Liberalisasi di Dunia Islam. Penerbit Khairul Bayan: Jakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia [Online]. Tersedia di: https:/kbbi.lektur.id/literasi. Diakses 9 Desember 2021.
Samuel M. Zwemmer. 1985. Islam: A Challenge to Faith. Darf Publisher: London.
Syarial.2017. Konspirasi Musuh Musuh Islam. Makassar
Transkrip ceramah dr. Zakir Naik dan Ustadz Farid Achmad Okbah, Lc., M.A.
Komentar
Posting Komentar