Negeri Itu Bernama Palestina
Tempat yang hanya bisa kita indra dengan mata melalui media, pun ada jutaan pasang mata manusia yang sedang korbankan dirinya untuk pembelaan terhadap sesuatu yang ia yakini. Bergelora di dalam dadanya keimanan yang hakiki, jauh dari keinginan menggapai barang dunia semata dan takut mati.
Ribuan kilometer dari titik sekarang dimana kita berada, ada yang hidupnya penuh ketakutan, kebahagiaannya dirampas, ditindas hanya karena mereka ini seorang muslim.
Anak-anak dengan wajah polosnya berubah menjadi mimik muka yang penuh trauma. Wanita-wanita yang kehilangan suaminya karena gugur di medan perang. Laki-laki yang kehilangan istrinya karena dibawa tentara. Anak yang kehilangan bapak ibunya. Bapak ibu yang kehilangan anaknya. Mertua yang kehilangan menantunya, menantu yang kehilangan mertuanya. Tubuh yang kehilangan kakinya, tangannya, matanya, bahkan nyawanya.
Dentuman yang tiba-tiba menggelegar membombardir menghancurkan seluruh puing-puing hingga tak bersisa. Timah panas yang menembus tubuh. Rumah sakit dengan darah bersimbah. Sirine berbunyi dimana-mana pertanda korban luka-luka dan meninggal dunia.
97 tahun dijajah. Rumah-rumah hancur, dan mereka masih bertahan. Sekolah dibom, dan anak-anak masih belajar di bawah reruntuhannya, krisis listrik , 90% air beracun, Darurat air bersih. Desa-desa ditenggelamkan air bendungan, dan mereka masih tetap kokoh melawan dan mempertahankan.
Musim panas tanpa atap, mereka biasa. Musim dingin tanpa selimut, mereka berusaha tegak membela. Untuk kesemua itu, kita akhirnya menyimpulkan; betapa lemahnya kita disini. Yang makanan ada, malah mudah membuang. Yang bangunan mewah, malah membuat malas. Yang masjid bertebar kokoh, namun malah ditinggal.
Ketika Palestina menyentuh hatimu, kamu akan sadar hidup ini terlalu mahal untuk terlena saja. Kita menangis untuk Palestina bisajadi bukan karena kita kasihan, tapi karena kita malu. Bukan karena kita iba, tapi karena kita cemburu. Cemburu, untuk menggantikan posisi mulia mereka, tapi kemudian menangis lagi, karena pertanyaan selanjutnya adalah; apakah kita sanggup melakukannya?
Jangan linglung setelah tahu. Bukan masanya bingung berbuat apa setelah paham apa kondisi mereka. Selalu, doa dan support, bantuan materil, itu yang jadi kelebihan kita, yang bisa kita lakukan untuk menguatkan mereka di garda depan.
Allah akan tanyakan pada kita kelak di padang mahsyar, satu persatu, tentang apa yang telah kita perjuangkan untuk Al Aqsha. “Apakah kamu sudah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan-Nya di hari itu?”
Komentar
Posting Komentar