ADA WANITA UTAMA DI BALIK TOKOH ISTIMEWA

 


Abdullah bin Zubair hidup di bawah pengasuhan ibunya, Asma. Ia yang merawat dan mengasuhnya, serta memberinya asupan makanan dan minuman kebaikan. Abdullah bin Zubair tumbuh kuat menjadi seorang pemuda dewasa, memikul amanat ajaran Islam yang mengharapkan ridho Allah dan nilai luhur. Abdullah bin Zubair menyerap kebaikan dari kakeknya, Abu bakar as Siddiq, begitu pula dari bibinya Ummul mukminin Aisyah radhiyallahu anha, serta dari neneknya Shafiyah. Dan sebelum mereka, Abdullah bin Zubair juga telah mereguk pelajaran dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. 

Abdullah bin Zubair bin awwam pun lulus dari madrasah Nabawiyah menjadi seorang alim, ahli ibadah, fiqih, wara', disegani, berwibawa, banyak berpuasa dan salat. Selalu khusyuk dan menjadi ahli strategi perang sebagaimana dirangkum oleh Ibnu Katsir dari berbagai riwayat. (Ismail bin Umar bin Katsir, albidayah wa annihaya, jilid XI, hlm 204).

Dan seorang bernama asma bersama orang-orang hebat lainnya memiliki pengaruh kuat dari segi keilmuan dan pendidikan terhadap Abdullah bin Zubair. Asma adalah seorang wanita yang patuh dan rajin beribadah. Ibnu Zubair pun mewarisi sifat itu. Ibnu Zubair memandang kekuasaan sebagai bagian dari ibadah. Beliau adalah orang yang tiada tandingannya pada zamannya. Abu Nu'aim meriwayatkan dalam kitabnya Hilyatul Aulia bahwa suatu hari putranya menemuinya, sedangkan asma sedang salat. Ibnu Zubair mendengar ibunya membaca ayat yang berbunyi,

فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَىٰنَا عَذَابَ ٱلسَّمُومِ

"Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka." (Q.s. Ath-Thur: 27)

Asma pun menangis dan memohon perlindungan kepada Allah sembari terus melanjutkan salatnya. Karena lama menunggu, akhirnya Abdullah bin Zubair beranjak pergi menuju pasar untuk membeli kebutuhan. Setelah menyelesaikan keperluannya, Ibnu Zubair masih mendapati sang ibu dalam kondisi masih menangis memohon perlindungan kepada Allah. 

Demikian Asma mendidik putranya, Abdullah bin Zubair dengan tindakan nyata, bukan sekadar pendidikan teoritis dengan nasihat atau ucapan belaka. Maka Abdullah bin Zubair mewarisi dari ibunya dan guru-guru beliau yang lainnya berupa contoh dan keteladanan. Sampai-sampai Ibnu Abbas mengatakan, "Ibnu Zubair adalah seorang penghafal Al-Qur'an, penjaga Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, tunduk dan patuh pada Allah, berpuasa pada siang hari karena takut pada Allah, dan putra dari seorang penolong Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Ibunya adalah putri Ash Shiddiq, bibinya adalah Aisyah, kekasih dari seorang kekasih Allah dan istri Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Maka tak ayal betapa tidak ada yang mengingkari keutamaannya kecuali orang yang dibutakan mata hatinya oleh Allah." (Imam Adz Dzahabi, Siyar A'lam An Nubala, jilid III , hlm 367) 

Suatu Hari nanti umat Islam akan menyadari bahwa mereka diselamatkan dari krisis, bisa keluar dari keterpurukan, selamat dari degradasi, kemuliaan dan peradaban berpihak kembali, lantaran mereka bergantung kepada para ibu yang menjalankan fungsi dan peran penting mereka, sebagaimana yang telah diperankan oleh para pendahulu mereka. Wanita adalah pencetak para pemimpin dan pendidik para pahlawan, kampus bagi para imam dan tokoh, kapan saja mereka lalai dan menghindar dari tugas itu dan tidak menunaikan tugas dengan semestinya, maka mereka tidak akan beranjak dari keadaan mereka sekarang ini; kegersangan rohani, terus berada dalam badai yang mematikan, terombang-ambing dalam kebingungan dan jalan yang salah.

Dalam catatan panjang sejarah, wanita adalah para guru yang meluluskan para tokoh umat sebagai alumninya, mereka adalah pendidik para pahlawan, mentor bagi panglima, inspirator para tokoh, pencetak para imam agama dan ulama. Namun, hari ini kita berada dalam kondisi yang berkebalikan. Asma adalah contoh dari ratusan teladan wanita yang sukses mencetak seorang pemimpin yang memahami agamanya. Ia menjalankan perannya dalam teori maupun praktik. 

Diriwayatkan bahwa pada hari kematiannya, Ibnu Zubair mengatakan, "Aku yakin bahwa hari ini aku akan terbunuh. Semalam aku telah bermimpi melihat pintu langit dibukakan untukku. Lalu aku memasukinya. Demi Allah, rasanya aku sudah muak hidup di dunia beserta segala isinya." (Imam Adz Dzahabi, Siyar A'lam An Nubala, jilid III, hlm.378).

Setelah Ibnu Zubair terbunuh, ibunya Asma keluar mencari hingga menemukannya. Sementara ia tetap duduk di atas ontanya. Hajjaj bersama pasukannya lantas mencari keberadaan Asma, hingga mereka menjumpainya. Hajjaj mendekati Asma hingga berhenti di hadapannya. 

Hajjaj berseru, "Bagaimana menurutmu, Allah telah menampakkan dan memenangkan kebenaran?"

Asma menjawab, "kadang kebatilan dimenangkan atas kebenaran. Sedangkan kau berada di antara luasnya rawa-rawa." 

Hajjaj berkata, "Putramu telah melakukan kejahatan di tanah haram. Sedangkan Allah telah berfirman, 

وَمَن يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍۭ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

"dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih." (Q.S. Al Hajj:25)

Allah telah menimpakan padanya siksaan pedih itu."

Asma membantah, "Kau salah. Dia Ibnu Zubair adalah anak pertama yang dilahirkan dalam Islam di Madinah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahagia dengan kelahirannya, lalu beliau mentahnik dengan tangannya sendiri, sementara muslimin bertakbir pada hari kelahirannya hingga Madinah diliputi kegembiraan karena kelahirannya. Sedangkan kamu dan teman-temanmu justru bergembira dengan kematiannya. Orang-orang yang berbahagia karena kelahirannya jelas lebih baik darimu dan teman-temanmu. Lagi pula dia adalah anak yang berbakti kepada orang tuanya, rajin puasa, selalu menegakkan Kitabullah, menghormati larangan Allah, dan benci tindakan maksiat pada Allah." (Ismail bin Umar bin Katsir, Al Bidayah wa An Nihayah, jilid XI, hlm.209). 

Keteguhan seorang muslimah pada keyakinan dan pengorbanannya dalam rangka membela keyakinan itu dengan harta, pasangan, anak, dan dirinya sendiri sangat banyak contohnya dalam agama kita. Catatan sejarah teramat banyak yang mengisahkan hal itu. Para wanita mereka lebih mengutamakan agama dan akhirat daripada kehidupan dunia mereka. Mereka mempersembahkan milik mereka yang paling berharga untuk kemuliaan agama ini. Dengan keteladanan seperti itulah akidah agama ini dimenangkan dan umatnya meraih kemuliaan. 

Sikap Asma merupakan teladan yang paling tinggi nan agung karena nilai dari sesuatu akan semakin tinggi ketika sesuatu itu semakin langka. Asma ketika itu berada pada zaman yang sulit dan jarang ditemukan keteladanan semacam itu. Sikap yang diambilnya sangat sensitif. Membutuhkan pertimbangan yang sangat detail Karena tidak semua orang bisa memahaminya. 

Sikap yang diambil oleh asma bukanlah hal asing dalam kehidupannya. Peran seorang ibu dalam mendidik para calon pemimpin dan ulama adalah peran yang tidak bisa digantikan oleh siapapun. Demikian pula kualitas para alumninya akan sangat bergantung kepada tingkat kesadaran dan peran seorang ibu. 

Semoga Allah merahmati Asma dan putranya, Allah meridhoi mereka sejak masa Islam pertama kali dan akhir-akhir kehidupannya. 


Maroji':

- Ismail bin Umar bin Katsir, Al Bidayah wa An Nihayah

- Imam Adz Dzahabi, Siyar A'lam An Nubala

- Syekh Ahmad Al Jauhari Abdul Jawwad, Ibunda Pengubah Wajah Dunia, 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup