Kriteria Ideal?
Sebelum menikah, kita menuliskan banyak kriteria kepada calon pasangan yang akan kita nikahi. Ini hal yang wajar. Biasa saja. Fitrah. Dan begitulah manusia. Namun, ada hal krusial yang mesti ditanyakan sebelum mengajukan kriteria yang telah kita tuliskan; yakni, bertanya pada diri sendiri "Pantaskah kita mendapatkan seseorang yang telah kita kriteriakan?"
Tak dapat dimungkiri, jika setiap pasangan menuntut pasangannya untuk menjadi seperti apa yang diinginkan. Istri menuntut suaminya untuk menjadi lelaki yang peka dan pengertian, dan suamipun menuntut istrinya untuk menjadi wanita yang penuh dengan ketaatan. Hal ini, secara tidak sadar berimplikasi pada timbulnya egosentris dari kedua pasangan--memandang sesuatu dari perspektif masing-masing dan menganggap dirinya lebih benar dari orang lain.
Situasi seperti ini, adalah pemicu awal yang akan menjadi sebab dari timbulnya konflik internal rumah tangga. Ada baiknya, jika pasangan ingin melontarkan statemen yang berpotensi menjadi pemicu konflik di internal keluarga, harus mampu mengembalikan statemennya lebih dahulu kepada dirinya sendiri. Misalnya, seorang suami menuntut dirinya untuk ditaati, apakah ia pernah bertanya kepada diri sendiri "layakkah saya ditaati?". Begitupun sebaliknya, ketika seorang istri menuntut suaminya dengan berbagai macam permintaan, pernahkah ia menanyakan "layakkah saya menerimanya?"
Hal seperti ini nampak sepele dalam rumah tangga, hanya saja, jika tidak segera diminimalisir, ia akan berdampak pada konflik yang lebih signifikan di internal keluarga. Makanya, jauh sebelum pernikahan dilaksanakan, Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam telah menyampaikan dua komposisi suami ideal bagi seorang istri dalam mengantisipasi konflik-konflik yang muncul dalam rumah tangga, beliau sallahu 'alaihi wasallam bersabda;
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”
Dalam hadits ini, kita memetik dua komposisi yang menjadi kriteria ideal seorang suami; baik agamanya dan baik pula akhlaknya.
Pertama, salah satu hikmah kenapa harus memilih laki-laki yang baik akhlak dan agamanya akan nampak ketika terjadi konflik-konflik rumah tangga antar kedua pasangan; hikmah besarnya, agar ketika istri membangkang (nusyudz) jangan sampai ada pukulan yang menyakitkan.
Kedua, agama dan akhlak disebutkan bergandengan memberikan isyarat bahwa orang yang baik agamanya belum tentu baik akhlaknya, juga sebaliknya. Maka, dalam memilih pasangan, kedua komposisi inilah yang menjadi kriteria ideal yang paling penting dan wajib untuk ditanyakan!
Komentar
Posting Komentar