Nikmati Saja, Katamu

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman," sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al Ankabut: 2)

"Apakah kamu tidak merasa kehilangan?"

Seseorang melontarkan pertanyaan itu sesudah saya menceritakan kepadanya perihal sesuatu yang "tampak" cukup menyedihkan. Saat ia menanyakannya pertama kali, saya tidak bisa mendengarnya dengan jelas akibat suara deru kendaraan yang beradu. Namun, saat ia mengulangnya, saya hanya menjawabnya dengan senyuman, sambil menatapnya yang sedang menatap saya dengan tatapan aneh plus kasihan. Biarlah.

Seseorang diberikan ujian di satu sisi, namun di sisi yang lain ada begitu banyak nikmat baginya untuk disyukuri. Demikian pula orang lainnya, mungkin ia tidak diuji dari sisi tersebut, namun mungkin ia dicoba padahal yang lain untuk melihat seberapa kuat ia bersabar. 

Penjabaran untaian kalimat di atas, idealnya, tentu adalah berupa senyuman setiap waktu, meski mungkin yang paling getir sekalipun. Namun, Sisi manusiawi kita agaknya selalu menuntut ada ruang untuk sesekali, mungkin, merasa lelah, bosan, capek, lalu berharap sekejap ada keajaiban yang mengubah kondisi menjadi seperti apa yang kita inginkan; tanpa ujian yang selama ini sedang kita lewati. Atau mungkin, kita akan berharap dapat menemukan lorong waktu agar kita bisa kembali ke masa di mana semuanya masih damai saja, meski mungkin kita telah lupa kapan masa itu pernah datang.

Sisi manusiawi kita akan selalu mencari pembenaran untuk seolah "beristirahat" dari ketegaran dan mencurahkan keluhan di bibir atau minimal mimik wajah yang masam. 

Tapi, jalan yang lurus itu jelas. 

Sesekali, mungkin kita akan berbelok dan mencari jalan lain yang seolah terlihat lebih mudah. Sesekali saja, jangan sering-sering, dan jangan terlalu jauh. Jangan sampai akan menjadi sulit untuk kembali menemukan jalan kebenaran itu. Saat cahaya terpadamkan. Saat tidak ada lagi penuntun menujunya. Bukankah segalanya atas takdir-Nya? 

Maka nikmati saja, katamu. 

Segala uji yang berat itu. Semua beban yang harus dipikul. Mata yang kian redup. Tubuh yang kian lelah. Juga status "manusiawi" yang semoga bukan hanya nafsu belaka. 

Nikmati saja, agar tidak terlampau berat terasa.

Bumi Allah,

Merajut Benang Cahaya, Arrifa'ah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup