Ada apa dengan Kepemimpinan PEREMPUAN?
"LEMAH,TIDAK DIPERCAYA,MUDAH BAPER ? Jangan Jadikan itu sebagai bahasa pelarian untuk tidak berkembang"
”Perempuan adalah tiang negara”.
kekuatan dan kelebihan manusia, tidak terletak pada jenis kelamin, apakah
dia perempuan atau laki-laki, namun terletak pada kualitasnya secara pribadi,
apakah secara intelektual maupun spiritual ia berkemampuan dan berkelebihan.
Mahasiswi
atau dalam konteks universalnya wanita, juga mempunyai hak yang sama dalam
mengembangkan dirinya, baik dari segi potensi, bakat, maupun jiwa kepemimpinan,
yang notabene semuanya bisa didapatkan dengan berpartisipasi dalam suatu wadah
bernama organisasi.
Namun
melihat realita yang ada bahwa beberapa perempuan enggan untuk berpartisipasi
dalam sebuah organisasi apalagi menjadi
pemimpin di dalamnya. Mengapa ? mungkin karena tidak ingin menunjukkan
eksistensinya sebagai mahasiswi yang sebetulnya juga bisa mengeksplor
kapasitasnya sebagai mahasiswi yang Ulul Albab (Dzikir, Fikir, Amal Sholeh)
dan bersaing dengan mahasiswi-mahasiswi di kampus lain? Apakah terdapat stigma
negatif? Apakah terdapat pengaruh dominan dari norma-norma, budaya, maupun
agama? jawabannya
kembali pada diri kita masing-masing sebagai seorang mahasiswi.
·
Perspektif
Islam dalam Kepemimpinan Wanita
Al-rijalu
qawwaamuuna ala al-nisaa’
Artinya : ”Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan”.(QS.An-Nisa:34)
Artinya : ”Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan”.(QS.An-Nisa:34)
(Lafadz
’qawwamuun’ diartikan oleh para pemikir Islam tradisional dengan arti pemimpin.
Mereka men-genenal-kan ayat ini untuk semua keadaan dan semua tempat. Dari ayat
tersebutlah, asumsi bahwa kepemimpinan perempuan dilarang, oleh karena secara
intelektual perempuan lemah, perempuan adalah makhluk domestik, perempuan
adalah aurat sehingga tidak boleh keluar rumah, pendapat seperti ini
dikemukakan para ahli fiqh klasik semisal al-Syaukani, al-Syafi’i, al-Baghawy
dan al-Manawy. Sehingga hanya laki-lakilah yang berhak menjadi pemimpin.)
Menurut para pemikir Islam
kontemporer seperti Fazlur Rahman, Aminah Wadud, Ashgar Ali engineer, Quraish
Shihab, Masdar Farid Mas’udi, ayat tersebut adalah dalam konteks ketika
al-Qur’an berbicara mengenai kehidupan berumah tangga. Suami (laki-laki)
dilebihkan (untuk menjadi pemimpin) dalam rumah tangga, adalah apabila ia mampu
melaksanakan kewajibannya menafkahi keluarga dengan baik. Akan menjadi
sebaliknya, apabila peran pencari nafkah berada pada perempuan, tentunya
perempuanlah yang dilebihkan (sebagai pemimpin) dalam rumah tangga. Sebagaimana
yang dinyatakan dalam hasil penelitian Kementerian Pemberdayaan Perempuan bahwa
terdapat 60% perempuan Indonesia harus menghidupi dirinya sendiri dan
anak-anaknya. Dengan demikian, oleh karena ayat di atas hanyalah berbicara
dalam ruang lingkup kehidupan berumah tangga, maka tidak layak, apabila ayat ini
dibawa sampai pada kehidupan sosial politik.
Jadi, pantas dan sah-sah saja ketika seorang wanita menjadi seorang pemimpin.tidak semua wanita mempunyai sifat BAPER dan PMS berlebih sepeti yang sering dijadikan brand oleh para pria terhadap wanita saat ini. wanita bukanlah kaum yang lemah, bukan golongan kelas dua setelah pria, bukan hanya dikodratkan sebagai penghuni dapur dan kasur seperti pandangan yang melekat pada mayoritas masyarakat umum hingga saat ini. Sesuai dengan teori gender, bahwa wanita memang berbeda dengan pria secara biologis, namun tidak berbeda secara psikologis. Wanita sama halnya dengan pria dalam hal keberanian, intelektualitas, dan juga kepemimpinan.
Jadi, pantas dan sah-sah saja ketika seorang wanita menjadi seorang pemimpin.tidak semua wanita mempunyai sifat BAPER dan PMS berlebih sepeti yang sering dijadikan brand oleh para pria terhadap wanita saat ini. wanita bukanlah kaum yang lemah, bukan golongan kelas dua setelah pria, bukan hanya dikodratkan sebagai penghuni dapur dan kasur seperti pandangan yang melekat pada mayoritas masyarakat umum hingga saat ini. Sesuai dengan teori gender, bahwa wanita memang berbeda dengan pria secara biologis, namun tidak berbeda secara psikologis. Wanita sama halnya dengan pria dalam hal keberanian, intelektualitas, dan juga kepemimpinan.
“Orang-orang
mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, satu dengan yang lain saling
menjadi penolong”.(Qs.at-Taubah : 71)
Atas
apa yang menjadi Pertanyaan umum saat ini mengenai Legalitas Kepemimpinan Perempuan,itu dipengaruhi karena adanya
budaya patriarki, yaitu suatu budaya yang lebih mengedepankan peran pria diatas
wanita. Dan ternyata, banyak wanita yang secara tidak langsung “mengamini”
adanya hal tersebut. Ketika kita memahami sejarah dan ajaran islam secara
komprehensif, kita perlu mengetahui bahwa hal itu sudah tidak relevan lagi saat
ini. Karena sejatinya, islam sangat memuliakan peran wanita dan eksistensi
wanita pada era ini juga diperlukan dalam kontribusinya membangun agama, nusa
dan bangsa.
Di sisi lain,
yang terpenting adalah keterwakilan perempuan dalam ranah legislatif maupun
eksekutif akan mampu menjadi keterwakilan suara-suara perempuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dialami perempuan sendiri, juga
masalah-masalah yang terkait dengan anak (sebagai individu yang sangat dekat
dengan perempuan), yang mungkin selama ini masalah-masalah tersebut terabaikan
dan terlupakan.
Mencalonkan diri bukanlah suatu hal
yang ’memalukan’, jangan menunggu untuk dicalonkan, tunjukkan kelebihan dan
calonkan diri untuk menjadi pemimpin.
kepemimpinan bukan hanya tentang jabatan tinggi
saja,melainkan berbicara tentang jiwa. Jabatan tidak lebih penting dari jiwa
kepemimpinan. Jabatan mempunyai batas waktu, namun jiwa kepemimpinan tak kenal
waktu dan akan mengantarkan kita menjadi wanita yang luar biasa. Sehingga dalam
ruang lingkup kecil seperti rumah tangga, kita mampu mendidik generasi kecil
secara tepat dengan jiwa kepemimpinan yang dimiliki dan menjadikan keturunannya
sebagai generasi penerus bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur,
berilmu, cakap, dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmunya.
Selamat
Berorganisasi dan Mengembangkan Diri !
Komentar
Posting Komentar