Teruntuk Ibu Yang Kadang Terabaikan
Hatiku tergugah untuk membuat tulisan ini secepat mungkin, sebelum semua apa yang ada dipikiranku hilang begitu saja.
Suatu ketika, disela-sela jendela sebuah rumah yang cukup dekat dengan kebisingan kota, mentari pagi menyelinap dengan indahnya hanya untuk menghiasi rupa wanita yang penuh keluh dan kesah akan putranya yang tak memahami bahwa sikap yang ditunjukkannya adalah sebuah kasih sayang. Ketulusan.
Dengan raut wajah yang penuh kekecewaan, wanita tersebut bercerita panjang lebar kepada saya tentang perilaku putranya selama ini. sebut saja dia A, usianya 15 tahun. A adalah anak pertama wanita tersebut dari dua bersaudara yang baru saja menyelesaikan pendidikannya ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan belum mendapatkan pengumuman kelulusan.
Disela menunggu pengumuman dan pendaftaran Sekolah Menengah Atas (SMA), A memiliki banyak sekali aktivitas dengan teman-temannya. Mulai dari nongkrong bareng, olahraga bareng, hingga mulai menginap di rumah temannya. Karena salah satu keinginan si A tak ingin dipenuhi sang ibu, akhirnya sifat pembangkan si A keluar begitu saja. Selalu menggeretak orang tuanya, mengancam ini dan itu, bahkan tak mengajak omong sang ibu. Hingga akhirnya, sang ibu sakit hati. Dulunya sangat membanggakan dan menyayangi si A, kini pudar begitu saja. Acuh tak acuh diperlihatkannya. Cukup melarang dan menyakinkan si A bahwa yang dikerjakannya tak harus seperti itu, selebihnya terserah si A. Karena, segala yang diomongkan sang ibu selalu saja mendapat jawaban yang tak seharusnya dilontarkan “anak kepada orang tuanya. apalagi ibu yang mengandungnya selama 9 bulan”.
Sayapun memberikan komentar terhadap curahan hati wanita tersebut. Menurut saya, apa yang dilakukan si A mungkin berada di masa-masa Anak Baru Labil (ABG) yang memasuki sikap semaunya, seenaknya, dan keingintahuannya yang besar. Sayapun pernah melewati masa itu. Namun, berdasarkan curahan hati wanita tersebut terhadap perilaku anaknya selama ini, saya kira anak tersebut sudah keluar dari batas “kewajaran”.
Bagaimana tidak, anak seusia 15 tahun belum pantas bagi saya untuk mengatakan kabur dari rumah atau apalah sejenisnya jikalau keinginannya tak terpenuhi (helloo.. mau makan apa dek?). nakal diusia ABG atau masa pubertas seperti ini wajar saja, Asalkan masih dalam koridor kebatasan. Lakukan apa yang menurutmu benar, tapii jangan sampai menyakiti tubuhmu dan orang sekitarmu, apalagi Ibumu.
Kadang kita tak sadar, apa yang kita ucapkan sangat menyakiti perasaan ibu kita. Saking sayangnya, apa yang ingin dilampiaskannya kepada kita hanya berbentuk doa kepada Allah SWT. Doa yang selalu meminta kebajikan untuk kita (anaknya), namun kita sebagai anak tak pernah sadar bahwa apa yang didapatkan selama ini adalah hasil dari jerih payah orang tua, ibu khususnya.
Uang jajan yang tiap hari kau kantongi di kantong seragam putih birumu adalah hasil keringat orangtuamu yang melelahkan tubuhnya hanya untuk membahagiakanmu, membiayai seluruh kebutuhanmu. Tapi, pertayaannya apa sumbangsi kita selama ini? hanya mengabaikannya? Membantahnya? Mengancamnya ini dan itu? Atau bahkan membuatnya menangis?, NAUZUILLAH MIN DZALIK.
Abu Bakar R.A. berkata, “Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:
‘Maukah kalian aku beritahu tentang dosa terbesar dari dosa-dosa besar ?’ Mereka menjawab, ‘Ya, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘syirik kepada Allah, durhaka pada orang tua. ‘ Beliau yang tadinya bertopang (pada tongkat), kemudian duduk dan bersabda, “Ingat, juga perkataan dusta dan saksi palsu.” Beliau mengulan-ulang perkataan itu hingga kami berkata, ‘Mudah-mudahan beliau diam.’”
Pada hadits diatas dapat kita simpulkan bahwa perbuatan durhaka merupakan perbuatan yang sangat di cela dalam Islam. Pada kesempatakan kali ini, akan disampaikan beberapa kisah dari sekian banyak kisah nyata anak durhaka kepada kedua orang tuanya Sebagaimana telah kita maklumi bersama bahwa, dosa anak durhaka sangatlah besar dan akan mendapatkan siksaan di akherat kelak berupa neraka. Akan tetapi ternyata Alloh Subhanahuwata’ala pun menunjukkan balasan bagi mereka yang durhaka kepada orang tuanya berupa azab di dunia pula.
#Anak Durhaka kepada Ibu nya
Pelajaran dari kisah nyata anak durhaka yang selanjutnya adalah sebuah kisah yang seorang anak yang ia durhaka kepada ibu nya. Dia hidup bersama ibunya dalam satu rumah, ditemani seorang pembantu yang mengurusi dan melayani ibunya. Dia adalahh orang yang keras tabiatnya dan buruk perlakuannya, bahkan kepada ibunya yang telah kehilangan penglihatan dan lumpuh sekalipun. Bukannya bersimpati kepada ibunya dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, dia malah memperdengarkan kepadanya kata-kata kasar yang dapat menyakitinya dan melukai hatinya.
Suatu hari, anak durhaka ini pergi bersama ibunya ke bank untuk mengambil gaji bulanan ibunya. Dia mendudukkan ibunya di atas kursi roda lalu mendorongnya. Selama perjalanan ke bank ia terus menggerutu dan melontarkan kata-kata yang menyakitkan. Ibunya mendengar anak ini mengatakan, “Kamu adalah wanita yang buta lgi lumpuh. Saya telah diuji dengan keadaanmu ini.” Ucapan ini menyakiti hati ibunya, namun ia tidak berbicara sepatah kata pun.
Ibunya menangis karena ucapannya itu. Namun, anak ini kembali melontarkan kata-kata yang menyakitkan, “Demi Allah, kalau bukan karena gaji pensiunan ini, pasti aku telah mengantarmu ke panti jompo.” Dia lontarkan perkataan tersebut sambil menghela nafas karena kesal dan menyesal. Sedangkan ibu yang lemah ini telah hancur hatinya karena rasa sakit ketika mendengar ucapan anaknya yang durhaka.
Setelah urusan selesai, anak ini pulang bersama ibunya. Sesampainya di rumah, dia langsung mengambil gaji ibunya yang baru saja dia terima dari bank dan meniggalkannya bersama pembantu. Dia pergi bersenang-senang bersama teman-temannya; duduk di sofa-sofa dan pergi tamasya tanpa sedikit pun memerhatikan ibunya dan mempedulikan keadaannya. Bahkan dia melarang siapa pun dari kerabat ibunya untuk menjenguknya atau menanyakan tentang keadaannya. Jika dia melihat salah seorang dari mereka, maka dia pun mengusirnya atau memperdengarkan padanya ucapan yang keji, menakut-nakuti juga mengancamnya. Beginilah ibu yang sengsara ini menghadapi cobaan dari anaknya yang durhaka, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Hingga pada satu hari anak itu melakukan perjalanan bersama teman-temannya ke salah satu negeri tetangga. Mereka pergi dengan mengendarai mobil. Selesai menghabiskan liburan, mereka kembali ke negeri mereka. Saat perjalanan kembali itulah mobil yang mereka tumpangi terbalik, hingga mereka menderita luka-luka ringan kecuali anak yang durhaka itu.
Dia dimasukkan ke ruang perawatan dan berada di rumah sakit sekitar satu bulan. Kemudian dia keluar dari rumah sakit dengan duduk di atas kursi roda dalam keadaan lumpuh dan tidak dapat bergerak.
Maka, terulanglah kejadian kepergiannya ke bank. Namun sekarang dia tidak pergi bersama ibunya yang duduk di atas kursi roda dan dia yang mendorongnya untuk menerima gaji, tetapi dia yang duduk di atas kursi roda dan didorong oleh pembantu untuk menerima gajinya.
Sesungguhnya ibu itu sosok yang penuh cinta dan kasih sayang. Tidak ada yang merasakan nikmat ini kecuali orang yang telah kehilangan (nikmat tersebut). Namun sebagian anak ada yang berhati keras seperti batu, bahkan lebih keras dari itu. Allah ‘Azza wa Jalla maha Perkasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa, dan hukuman bagi perbuatan durhaka kepada orangtua itu akan disegerakan di dunia.
Setelah kita membaca kisah ini, kita jadi mengerti akan akibat dari perbuatan durhaka. Oleh karena itu, barangsiapa yang ibunya msih hidup maka hendaklah bersyukur kepada Allah lalu mencium kepalanya dan kedua tangan. Karena Allah akan memuliakan seseorang dengan doa kedua orang tuanya. Barangs siapa yang telah kehilangan kedua orang tuanya maka hendaklah dia berdoa dan memohonkan ampunan bagi mereka agar Allahh mengumpulkan mereka di tempat rahmat-Nya. Karena Dia Zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Nah, dari kisah diatas dan beberapa kisah Rasulullah dan pengikutnya tentang dosa terhadap orang tua, apakah tak membuat hati kita luluh dan menyayanginya lebih dari seperti biasanya. kadang kala orangtua kita membutuhkan kita disampingnya. Tertawa bersama, berbincang-biincang bersama, atau bahkan hanya menanyakan kabar. Bukan sebaliknya, jika dikabari oleh orang tua kita menganggap bahwa kita ini seperti anak kecil. Malu kepada teman jika dihubungi dan ditanyakan sedang apa? Sama siapa?. Apakah kita tak menyadari bahwa, kelak akan kita rindukan masa yang seperti itu. Masa dimana kita membutuhkan dorongan, bimbingan, bahkan belaiannya, namun orang tua kita telah tiada. Renungkanlah.
Apalagi kalian yang masih kecil, yang masih meminta-minta, yang masih menadahkan tangan kepada orang tua, sadarlah, bahwa teman-teman kita hanya sementara. Jikalau kau susah, bantuan mereka tak sebesar orang tua. Mereka hanya ada disaat kebahagiaan menghampiri kita, selebihnya adalah ORANG TUAmu, IBUmu.
Komentar
Posting Komentar