Mahasiswa dan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam ikatan Relawan
"Kata orang, mahasiswa adalah kaum intelektual. Kaum muda yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai orang-orang yang mampu membawa perubahan bagi negeri ini dengan ilmu yang mereka dapatkan. Tetapi, realita di lapangan tidaklah sama dengan harapan masyarakat. Banyak diantara mereka hanya memanfaatkan fasilitas yang disediakan orang tua tanpa adanya sikap tanggung jawab, banyak yang melakukan tindakan-tindakan menyimpang dari norma, hedonisme, dan melupakan tugas serta tanggung jawab yang seharusnya mereka laksanakan dengan sungguh-sungguh." -Anonim-
Ini tentang mahasiswa, bukan hanya tentang satu atau dua organisasi kemahasiswaan.
Mahasiswa menempati lapisan kedua dalam relasi kemasyarakatan, yaitu berperan sebagai penghubung antara masyarakat dengan pemerintah untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah, mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil terhadap rakyat, dan membela kepentingan rakyat dengan menjunjung tinggi moral, etika, dan nilai-nilai luhur pendidikan.
Sejatinya Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang tidak terdidik di Republik ini adalah “dosa” setiap orang terdidik yang dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan.” ― Anies Baswedan
Murninya menjadi seorang relawan pendidikan, adalah orang lain tidak perlu memuji apa yang telah kita lakukan. Lantas mengapa orang suka memuji? Mungkin banyak orang yang ingin menjadi relawan atau berkegiatan seperti kita, tetapi mereka tidak memiliki kesempatan itu. Ada juga orang yang sangat ingin menjadi relawan, tetapi tidak memiliki kemampuan sebagai seorang relawan. Parahnya lagi ada orang yang belum tahu apa itu relawan, sehigga mereka sangat terkagum-kagum mendengar cerita kita. Lalu, orang yang datang itu senang melihat kita karena mereka juga relawan, jadi mereka tahu apa yang telah kita lakukan, bahkan bisa merasakan seperti apa jadinya ketika kita menjadi relawan.
Bagi Freire pendidikan mesti memanusiakan manusia, yakni manusia yang menyadari dirinya dan realitas lingkungannya, kemudian mampu merefleksi diri dan bertindak. Lantas, sudahkah kita mewujudkan tujuan pendidikan sebagai proses “humanisasi”?
Ini penting untuk dipahami, selain sebagai seorang mahasiswa yang berperan dalam tri dharma perguruan tinggi, juga sebagai seorang relawan.
Bagaimana pendidikan di daerah terpencil ?
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau kampung-kampung terisolir, mereka beranggapan bahwa pendidikan itu tidak penting.
Bagi mereka, lebih baik bekerja daripada sekolah. Alasannya tidak lain karena pandangan mereka lebih baik bekerja dan menghasilkan uang, daripada bersekolah hanya membuang-buang uang. Ditambah lagi kondisi saat ini yang sangat susah mencari pekerjaan juga sisi lain orang-orang di kampung sangat takut untuk diserang penyakit, mereka berpikir bahwa jika nanti mereka sakit berarti mereka tidak bisa bekerja dan menghasilkan uang. Dibandingkan dengan kota-kota besar, yang nantinya setelah sakit baru mereka akan pergi ke Rumah Sakit untuk periksa.
John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat (1917-1963), pernah berkata, “Ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country.”
"Semua orang bisa berteriak untuk menyalahkan, namun tidak semua orang bisa untuk berbuat, untuk turun tangan menjadi bagian dari perubahan itu sendiri."
“Kondisi buruk terjadi bukan karena banyaknya orang jahat di muka bumi ini. Namun karena orang-orang baik hanya diam dan berpangku tangan." -Tere Liye-
Pengabdian masyarakat dapat berupa sosialisasi, bakti sosial, mengajar di sekolah-sekolah pedalaman, dan penyelenggaraan acara-acara lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Berhenti mengeluh tidaklah cukup. Berkata-kata indah penuh semangat juga tidak pernah cukup. Lakukan sesuatu sekarang. Bergabung dalam kerumunan positif dan terlibat membangun masyarakat yang kuat.”
Passalisiang, Sabtu (28 April 2018)
Komentar
Posting Komentar