Relawan Muda Menjadi Titik Episentrum Pelopor Sebaya

Relawan menjadi penggerak lahirnya kemanusiaan. Kultur kerelaan tak berbatas menjadi tombak peradaban, bagaimana setiap jiwa harus paham bahwa berbagi tak memandang jenis begitu juga etnis. Relawan tak mengenal belas kasih tapi taat mengabdi, relawan juga tak lupa pada regenerasi agar penerus-penerus selanjutnya tetap awet dan paham akan kemanusiaan yang tak pilih kasih.

Maka, lahirlah relawan muda. Titiknya ada pada setiap pelajar yang dihatinya ada ruh senasib dan sepenangungan. Relawan tak berkisar anak raja yang terjamin sepanjang masa, tapi hati yang putih nan suci menggambarkan kedamaian untuk melipurlarakan kesengsararaan.

Relawan muda juga seperti tak  darah yang membutuhkan homoglobin dan diukur oleh distole, tapi relawan siap menjadi penjaga ketika ada satu titik merasa kekurangan.

Sejarah mencatat mengapa Henry Dunant bisa  kita kenang hingga hari ini, dan mendapat gelar Bapak Palang Merah Dunia. Dunant hanya ditampar oleh rasa empati untuk menyelamatkan korban perang, sebab disana tak ada kasih apalagi empati.

Maka, hanya satu suara.Dunant menerkam udara dan menyimpulkan pita suara sambil berterak “Siomo Tutti fratelli” jika di indonesiakan “ kita semua bersaudara”. Sungguh, serentak menampar masyarakat pada saat itu, kegetiran dan ketidakpahaman dalam mulai lebur.

Dunant datang atas nama hati yang menyentuh kemanusiaan, itulah mengapa hingga hari ini  orang yang tak berdaya di medan perang dilindungi oleh perjanjian senjarah.Dunantlah  yang membuatnya seperti itu.

Kini lahirlah generasi muda, dibalut dalam relawan yang masih duduk dibangku sekolah. Mulai  dari Mula, kemudiaan Madya, dan paling atas adalah Wira, tingkat dalam manajemen kepalangmerahaan menjadi identitas bahwa setiap jenjang punya abdi masing-masing.

Mulai dari mengajak hingga memberikan penyuluhan sebaya yang tiada batas. Sejarahnya tak begitu rumit, Dunantlah yang mengajak anak muda untuk membantu korban perang dan itu menjadi alasan mengapa palang merah remaja berumur panjang hingga hari ini.

Belajar tentang pertolongan pertama, donor darah, dan beberapa bentuk sirkulasi kehidupan lainnya tak bisa didapatkan dalam kurikulum manapun. Maka, Palang Merah punya kurikulum sendiri, berakar pada konvensi jenewa I dan II. Palang Merah telah menjadi organisasi besar mengabarkan kebaikan dengan loyalitas. Setiap sekolah memiliki relawan yang kuat dan trampil, tak cuma akademik tapi juga pemikirannya yang kritis.

Relawan muda menjadi titik episentrum pelopor sebaya. Melihat hari ini, indonesia masih belum berhasil mendapatkan predikat negara yang sehat. Kumuhnya perkotaan dan kurang pahamnyaa masyarakat tentang sampah, menjadi masalah serta janji politik para penguasa.

Kepedulian terhadap kebersihan memang harus ditingkatkan, maka relawan mudalah yang membawa kabar baik ini, relawan muda mengajak dengan sepunuh hati mulai dari yang terkecil dulu hingga yang lebih besarnya lagi. Program sekolah sehat diterapkan di sekolah masing-masing.

Tempat sampah terjamin keberadaanya disetiap kelas dan sudut yang terpencil. Relawan muda juga yang menjadi Alarm  petugas piket disetiap kelas yang  bekerja dengan rapi dan tidak bermalas hati. Maka komplitlah, relawan muda sebagai pelopor kebersihan disetiap sekolah.

Nomor dua relawan punya abdi yang loyal pada kesehatan reproduksi. Relawan mudalah yang harus menjadi pengingat nyata bahwa bermain dengan para kupu-kupu malam ujungnya terjangkit Aids dan sivilis. Selain, membuktikan dengan dasar agama, juga terbukti dalam dunia  medis, kelamin yang Tuhan berikan tidak untuk semua orang sebab itu sudah jelas tak sehat dan berfatwa haram.
Relawan muda juga menjadi pelaku kampanye aktif di sekolah untuk mengingatkan pada setiap siswa, jika di dalam Toilet jangan keluar sebelum disiram dan dibersihkan.

Kemudian episentrum terakahir adalah relawan pelopor sebaya tentang pentingnya kemanusiaan. Negara yang berkonsitusi pada pancasila menempatkan kemanusiaan pada nomor dua di dasar negara, disempurkan oleh kata “ Adil dan beradab” mempertegas bahwa rasa saling menghargai dan senasib sepenanggungan sangat diperhitungkan di  indonesia.

Pada tri bakti palang merah remaja,  berbakti dan mengabdi pada masyrakat menjadi tali ikatan mengapa manusia itu terasa penting dalam hidup. Maka relawan muncul sebagai semangat baru betapa besarnya kemanusiaan itu diperjuangkan.

Sekolah juga memgajarkan seperti itu, bagaimana kekerasaan tak ada lagi. Bully dan  tawuran yang menjadi masalah pelajar hari ini, surut lamanya sudah mulai sirna. Karena relawan berperan penting bagaimana menempatkan kemanusiaan itu dengaan baik. Singkatnya memanusiakan manusia.

Menjadi pelopor kesehatan, dan kemanusiaan adalah tugas setiap anak bangsa. Relawan hanya menyebarkan, sebagaimana ilmu yang wajib untuk kita sebar. Maka, semua harus bersinergi dan menyimpul satu ikatan, menjadi bangsa yang besar dan bermartabat. Kita sungguh bangga ketika semuanya baik-baik saja.

Harusnya semua generasi kita,  paham bahwa setelah Tuhan adalah kemanusiaan. Mari menjadi pelopor sebaya sebagai pemangku kunci peradaban yang menuruskan sejarah ditengah masyarakat. Mengawal perilaku hidup sehat dan menjadi pelaku kemanusiaan yang baik

Penulis : Ahmad Takbir Abadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup