Pengorbanan Perasaan

Sewaktu kecil dulu, kita tidak begitu paham bagaimana perasaan orang tua. Saat kita menangis, merengek meminta sesuatu. Saat kita sakit, kemudian terbaring beberapa hari. Kita tidak pernah tahu. Sampai kita sebesar ini, barangkali kita juga tidak cukup tahu apa yang sebenarnya orang tua rasakan. Seberapa besar pengorbanan rasa mereka hingga kita sampai bisa berjalan sejauh ini. Saat kamu mengatakan cita-citamu untuk merantau jauh, menempuh studi di luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Mereka bersedia mengorbankan rasa rindu mereka, membiarkan langkah kakimu pergi dengan tenang -dan ringan- untuk menggapai mimpi-mimpimu. Mereka bersedia menahan kangen, perasaan yang lazim. Perasaan-perasaan lain seperti kesepian, juga hal-hal lain yang tidak sanggup diungkapkan. Saat mereka mengingat betapa riuhnya rumah saat kamu masih ada di sana. Rasa cemas setiap hari memikirkanmu di perantauan, hingga tidur mereka tidak nyenyak sampai menerima kabarmu. Meski cuma pesan singkat. Kemudian, saat kamu berbicara tentang seseorang yang kamu sukai. Saat mereka harus berkorban lebih besar lagi atas perasaannya. Merelakanmu memilih hidupmu dengan orang lain. Dan merelakan diri bahwa dirinya tidak menjadi prioritas utamamu lagi. Kamu memiliki keluarga kecil yang harus kamu urus. Mereka harus menahan rindu, menahan kesepian, menahan berbagai perasaan yang mungkin baru akan dimengerti saat nanti kita berkeluarga dan memiliki anak. Perasaan yang mereka korbankan begitu banyak. Rasa cinta, rasa rindu, rasa cemas, rasa khawatir, dan segala perasaan yang diciptakan Tuhan di dunia ini, mereka harus menanggungnya. Dan yang kita tahu hanya beberapa, yang kita tahu hanya sedikit. Sementara kita sering mengeluh kepada mereka. Atas batasan-batasan yang mereka buat, atas aturan-aturan yang tidak bisa kita terima, atas nasihat-nasihat yang menurut kita kuno. Kita merasa lebih maju dalam segala hal, tapi kita lupa kalau kita tidak pernah bisa mengalahkan pengorbanan mereka sedikitpun. ©kurniawangunadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup