JAGA AURAT DIDEPAN KAMERA
Pesatnya perkembangan teknologi di era digital membawa perubahan
perilaku pada manusia, tak terkecuali remaja dan kaum Muslimah umumnya.
Sifat narsis misalnya, begitu menggejala. Mereka penuh percaya diri
tampil gaya dan centil di depan kamera.
Remaja hingga ibu-ibu muda, hobi berpose di depan kamera dengan aneka desain busana Muslimah yang heboh oleh aksesoris di sana-sini. Ada komunitas para fashion bloger yang sengaja mengekspose kecantikan cara berbusana Muslimahnya di dunia maya.
Ada pula panduan buku-buku tutorial cara pemakaian busana Muslimah dengan foto-foto Muslimah modis dan stylish. Itu masih tak seberapa, karena yang paling memprihatinkan adalah hobi remaja buka-bukaan aurat di depan kamera.
Ya, kenakalan remaja di era digital ini agaknya semakin menjadi. Selain hobi main games yang menghabiskan waktu, bermedia-sosial yang menyebabkan mereka ‘setengah autis’ alias sibuk dengan dunianya sendiri,chatting tak kenal waktu, pacaran dan mesum di dunia maya, pose seksi, hingga bergaya (maaf) tanpa busana di depan kamera.
Yang terakhir ini, mungkin hanya iseng, sekadar untuk seru-seruan. Toh hanya dilihat sendiri, disimpan di HP pribadi. Itu alasan mereka. Mereka tak sadar bahwa hal itu berisiko tinggi. Sungguh bahaya jika gambar tidak layak itu akhirnya jatuh ke tangan yang tidak berhak.
Pasalnya, tidak ada jaminan, gagdet yang menjadi media berfoto ria itu tidak akan berpindah tangan. Bukankah sudah biasa di antara kita saling meminjam handphone saat kehabisan pulsa, misalnya? Atau pinjam kamera digital atau handycam untuk keperluan dokumentasi. Saling meminjam tablet untuk sekadar ikut memainkan aplikasi, meminjam notebook atau laptop. Bagaimana jika memory card dalam perangkat HP, kamera atau handycam itu tersimpan foto-foto tak senonoh dan disalahgunakan oleh yang meminjam?
Demikian pula jika suatu saat terjadi keteledoran atas perangkat digital tersebut. Seperti tertinggal di kendaraan umum, jatuh di jalan, hilang karena dicuri, dirampas atau dirampok, dsb. Bukan tidak mungkin pose-pose di perangkat tersebut akan tersebar luas. Kalau sudah begitu, yang ada hanyalah rasa malu luar biasa. Bahkan, seketika nama baik pun hancur berantakan.
Sungguh sangat disesalkan jika peningkatan kecanggihan teknologi, malah ditandai dengan hilangnya urat malu manusia. Padahal perangkat itu diciptakan untuk memudahkan aktivitas manusia dan mendongkrak kualitas hidup.
Karena itu, kita harus bijak memanfaatkan perangkat digital itu hanya untuk yang bermanfaat semata. Untuk hal-hal positif. Bukan tidak boleh berfoto-ria, karena memang itu fungsi ditemukannya kamera. Bahkan, foto-foto menjadi bagian penting dari dokumentasi sejarah. Foto atau rekaman video bahkan bisa bercerita banyak hal.
Namun, satu poin penting dalam pemanfaatan perangkat digital ini adalah: jaga aurat di depan kamera. Laki-laki maupun perempuan. Bukan hanya tidak bugil, tapi juga tidak berfoto seksi atau membuka aurat sekalipun bukan bagian tubuh yang paling vital. Ya, jika aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapan tangan, maka cukup itu pula yang kita tampilkan di depan kamera. Ini untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Dunia ini penuh orang jahat. Apalagi kejahatan di dunia maya, tidak kalah kekejamannya.
Nah, mulai saat ini, menjaga aurat bukan hanya di hadapan lawan jenis yang bukan mahram di dunia nyata. Juga, menjaga aurat saat di depan kamera. Jadikan ‘kamera’ ibarat lawan jenis yang membentuk rasa malu pada diri kita sehingga tidak bermain buka-bukaan.
Para orang tua, khususnya ibu-ibu (muda) harus memberi contoh dan mengawasi putra-putrinya dalam pemakaian perangkat digital ini. Jangan sampai moral anak-anak dan remaja semakin merosot di tengah gegap gempita kemajuan teknologi.
Sekalipun pemanfaatan perangkat digital mubah hukumnya, namun perlu dicamkan agar jangan sampai menjadi lumbung dosa. Ya, jangan sampai perangkat digital yang kita beli mahal-mahal sebagai kebanggaan di dunia ini, menjadi kehinaan di akhirat kelak. Naúzubillahiminzalik.
Oleh : Asri Supatmiati, Penulis buku-buku remaja
Remaja hingga ibu-ibu muda, hobi berpose di depan kamera dengan aneka desain busana Muslimah yang heboh oleh aksesoris di sana-sini. Ada komunitas para fashion bloger yang sengaja mengekspose kecantikan cara berbusana Muslimahnya di dunia maya.
Ada pula panduan buku-buku tutorial cara pemakaian busana Muslimah dengan foto-foto Muslimah modis dan stylish. Itu masih tak seberapa, karena yang paling memprihatinkan adalah hobi remaja buka-bukaan aurat di depan kamera.
Ya, kenakalan remaja di era digital ini agaknya semakin menjadi. Selain hobi main games yang menghabiskan waktu, bermedia-sosial yang menyebabkan mereka ‘setengah autis’ alias sibuk dengan dunianya sendiri,chatting tak kenal waktu, pacaran dan mesum di dunia maya, pose seksi, hingga bergaya (maaf) tanpa busana di depan kamera.
Yang terakhir ini, mungkin hanya iseng, sekadar untuk seru-seruan. Toh hanya dilihat sendiri, disimpan di HP pribadi. Itu alasan mereka. Mereka tak sadar bahwa hal itu berisiko tinggi. Sungguh bahaya jika gambar tidak layak itu akhirnya jatuh ke tangan yang tidak berhak.
Pasalnya, tidak ada jaminan, gagdet yang menjadi media berfoto ria itu tidak akan berpindah tangan. Bukankah sudah biasa di antara kita saling meminjam handphone saat kehabisan pulsa, misalnya? Atau pinjam kamera digital atau handycam untuk keperluan dokumentasi. Saling meminjam tablet untuk sekadar ikut memainkan aplikasi, meminjam notebook atau laptop. Bagaimana jika memory card dalam perangkat HP, kamera atau handycam itu tersimpan foto-foto tak senonoh dan disalahgunakan oleh yang meminjam?
Demikian pula jika suatu saat terjadi keteledoran atas perangkat digital tersebut. Seperti tertinggal di kendaraan umum, jatuh di jalan, hilang karena dicuri, dirampas atau dirampok, dsb. Bukan tidak mungkin pose-pose di perangkat tersebut akan tersebar luas. Kalau sudah begitu, yang ada hanyalah rasa malu luar biasa. Bahkan, seketika nama baik pun hancur berantakan.
Sungguh sangat disesalkan jika peningkatan kecanggihan teknologi, malah ditandai dengan hilangnya urat malu manusia. Padahal perangkat itu diciptakan untuk memudahkan aktivitas manusia dan mendongkrak kualitas hidup.
Karena itu, kita harus bijak memanfaatkan perangkat digital itu hanya untuk yang bermanfaat semata. Untuk hal-hal positif. Bukan tidak boleh berfoto-ria, karena memang itu fungsi ditemukannya kamera. Bahkan, foto-foto menjadi bagian penting dari dokumentasi sejarah. Foto atau rekaman video bahkan bisa bercerita banyak hal.
Namun, satu poin penting dalam pemanfaatan perangkat digital ini adalah: jaga aurat di depan kamera. Laki-laki maupun perempuan. Bukan hanya tidak bugil, tapi juga tidak berfoto seksi atau membuka aurat sekalipun bukan bagian tubuh yang paling vital. Ya, jika aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapan tangan, maka cukup itu pula yang kita tampilkan di depan kamera. Ini untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Dunia ini penuh orang jahat. Apalagi kejahatan di dunia maya, tidak kalah kekejamannya.
Nah, mulai saat ini, menjaga aurat bukan hanya di hadapan lawan jenis yang bukan mahram di dunia nyata. Juga, menjaga aurat saat di depan kamera. Jadikan ‘kamera’ ibarat lawan jenis yang membentuk rasa malu pada diri kita sehingga tidak bermain buka-bukaan.
Para orang tua, khususnya ibu-ibu (muda) harus memberi contoh dan mengawasi putra-putrinya dalam pemakaian perangkat digital ini. Jangan sampai moral anak-anak dan remaja semakin merosot di tengah gegap gempita kemajuan teknologi.
Sekalipun pemanfaatan perangkat digital mubah hukumnya, namun perlu dicamkan agar jangan sampai menjadi lumbung dosa. Ya, jangan sampai perangkat digital yang kita beli mahal-mahal sebagai kebanggaan di dunia ini, menjadi kehinaan di akhirat kelak. Naúzubillahiminzalik.
Oleh : Asri Supatmiati, Penulis buku-buku remaja
Komentar
Posting Komentar