Pasrahan November

November minggu keempat ini menyakitkan,
Seperti senja yang disinsing hujan,
Daun-daun berguguran ditiadakan oleh angin menjelma tanah purba,
Perasaan kalang kabut hingga senja memutuskan untuk terlelap,
Digantikan gulita;
Dan kau datang sebagai penghujan,
Pada temaram rasa yang ku pendam,
Ku namakan ia takdir yang memisahkan dan menyatukan,
Jika rasa ini harus seperti mars dan venus yang tak dapat bertemu di orbit yang sama,
Maka kubiarkan bayangmu menggantung diatas bongkahan rasa yang kupendam,
Sepasrah ranting yang tetap berdiri meski angin menjatuhkan daun-daunnya,
Seikhlas dedaunan membusukkan diri untuk membuat tuannya menumbuhkan daun yang baru,
Aku bukan pemahir yang seketika menyulap ada dan meniadakan rasa,
Bukan pula penyembunyi peduli yang luar biasa,
Apalagi perihal peredam rindu dan penulis rasa yang jitu,
Aku hanyalah salah satu dari kumpulan dedaunan yang berawal dari kuncup,
Menghijau lalu menguning,
Hingga jatuh dan mengering,
Setelah mengartikan kata yang sebenarnya tak kau pinjami sebuah kepastian,
Pada bait-bait fatamorgana,
Hingga aku terbang tanpa berpegangan,
Dan grafitasi memaksaku jatuh ke tanah,
Seperti pertemuan yang berakhir perpisahan,
Betapa tidak mengenakkannya rasa saling kehilangan,
Bukan tentang aku yang baik,
Atau kau yang tidak baik,

Maka saling mengikhlaskan adalah jawabannya,
Ikhlaskan maka mencintai akan menjadi lebih muda,
Tinggal doa-doa saja yang diperkuat,
Erat-erat,
giat-giat,
.
Jika kelak takdir mengantarmu pada pertemuan kedua,
Untuk ditakdirkan menjadi laki-laki yang melingkarkan tangan kirimu pada tangan kananku,
Bukan sempurnamu yang aku butuhkan untuk menemuiku melanjutkan perjalanan,
Tetapi pada kuatmu memasrahkanku pada tempat bersandar yang tepat
Allah Allah Allah
.
Sampai bertemu pada takdir berikutnya
Padamu senja bertangan gagah yang masih rahasia ♡

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup