Inspirasi dari Pelosok Maros (Sekolah Kolong)

Jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Begitulah suasana kampung bara-barayya, pelosok kota maros. Namun meski begitu, disini akan kita temukan banyak pelajaran, ketenangan pula kedamaian.

Jauh dari kota, tak seperti keindahannya. Ada kisah yang harusnya begitu memukul orang-orang terdidik. Disana terdapat rumah tempat anak-anak kampung menaruh impian dan Cita nya. Rumah sederhana dengan papan yang sudah lapuk dimakan usia, berjalan dengan hati-hati agar tak rubuh dan mengganggu aktivitas anak-anak menikmati proses meraih cita dan mimpinya dibawah kolong rumah.

Rumah itu milik seorang lelaki tua yang jalannya pincang, tak pernah merasakan bangku sekolah, dirumahnya barang berharga yang dimiliki hanyalah kompor gas dan satu mata lampu. Selebihnya tak ada. Pekerjaannya serabutan. Tapi beliau kaya. Kaya hati.

Memberikan rumahnya dan Mewakafkan tanah kosong miliknya untuk di dirikan bangunan sekolah bagi anak-anak kampung bara-barayya.

Keramahan dan Ketulusan akan kita temui disana.

Dua puluan lebih anak-anak kampung disini berjuang untuk merasakan pendidikan. Saat kita berangkat  sekolah mungkin diantar oleh orangtua atau naik kendaraan sendiri.
Mereka tidak. Disana tak ada kendaraan dan tidak pula diantar orangtua. Mereka hanya berjalan kaki, berkilo-kilo meter. Bahkan tak jarang bebatuan melukai kaki mungil mereka. Jika cuaca sedang baik maka sekolah mereka lancar tapi jika cuaca buruk, hujan atau longsor mereka akan bertaruh nyawa.

Kondisi sekolah dibawah kolong rumah tak begitu saja menyurutkan semangat anak-anak kampung ini untuk terus belajar. Meskipun kadang hewan-hewan masuk berkeliaran (anjing & ayam) bahkan mengotori tempat duduk mereka yang hanya terdiri dari beberapa kursi dan meja tua, selebihnya jika tak kebagian tempat duduk ada yang harus duduk ditanah pun diatas batu.

Papan tulis dan kapur adalah media mereka yang kadang membuat baju mereka menjadi lusuh dan berdebu. Untungnya, ada orang-orang baik yang dengan senang hati memberikan Whiteboard untuk disimpan di sekolah kolong mereka.

Jika musim panen tiba, mereka harus tinggal disawah untuk menjaga padi dari binatang-binatang perusak tanaman bahkan tak masuk sekolah untuk membantu orangtuanya atau mereka bertugas menjaga adik-adiknya saat orangtua berangkat  ke sawah.

Anak-anak di kampung ini sama sekali tak pernah memberontak, mengeluh bahkan merengek karena kondisi sekolah mereka yang sebenarnya boleh dikatakan tidak layak. Di wajah mereka justru hanya terlihat raut wajah bahagia, semangat dan senyum selalu menyertai ketika melihat kakak-kakak relawan datang mengunjungi mereka setiap pekannya.

Menjadi presiden, tentara, polisi, dokter, guru dan beberapa cita-cita lain yang dimiliki anak-anak kampung bara-barayya.

Permainan-permainan mereka tak seperti permainan anak di kota yang mungkin dengan handphone canggih dan games terbaru miliknya.
Cukup dengan bermain ban mobil bekas atau mobil-mobilan dari hasil tempat oli bekas, mandi-mandi disungai, berlarian dipematang sawah itu sudah cukup menjadi permainan yang mewah bagi mereka.

Jika waktu pulang sekolah tiba, mereka tak langsung istirahat tapi membantu orangtua di sawah. Yang beberapa sawah milik orangtua mereka berada diseberang sungai dan itu harus mereka tempuh dengan basah-basahan atau membawa gula aren keluar dari kampung bara-barayya untuk dijual dengan jarak tempuh 1-2 jam.

Maing yang lebih awal memilih untuk berhenti sekolah dan keluar dari kampung bara-barayya untuk bekerja bercocok tanam membantu orangtuanya.

Rudi yang sekali waktu tidak hadir di sekolah dan ternyata sedang berada di makassar untuk bekerja menjadi kuli bangunan, barangkali dengan upah itu cukup membahagiakan kedua orangtuanya.

Mado' anak berambut ikal dengan senyum yang malu-malu, selalu membawa adik kecilnya muthya ke sekolah. Belajar sambil menjaga adik. Sesekali menenangkan muthya lalu melanjutkan pelajaran.
Atau ketika ia membantu orangtua berkebun, tangannya terkena tajamnya parang. Luka yang harusnya dijahit, ia tahan berhari-hari. Saat ditanya apakah itu sakit ? Jawabnya singkat dan polos; tidak kak.
Sayangnya, jika melihat luka Mado' waktu itu atau kita yang berada diposisinya mungkin merengek kesakitan.

Nyomba, sedikit saja. Anak ini hampir mirip dengan 'Mahar' dalam film laskar pelangi. Keunikan-keunikannya, dia suka bernyanyi tak terlalu suka pada pelajaran perhitungan. Meski terlihat bebal, anak ini cukup menaruh rindu yang panjang bagi kakak-kakak relawan.

Sahar, bercita-cita menjadi tentara.
Perlahan ia beranjak meninggalkan bangku SD menuju SMP. Laki-laki yang sabar, ceria dan sama sekali tak pernah menuntut apa-apa.

Iwan, sama seperti sahar. Ia beranjak menuju bangku SMP. Dengan segala keterbatasannya. Membantu mamak di kebun atau mengantar gula merah ke luar kampung Bara-barayya untuk dijual.

Sandi, Muha dan Fika, jarak rumah antar sekolah yang terbilang cukup jauh. Pernah, hujan dan air bah tiba-tiba datang. Sementara anak kecil seperti mereka harus mengarunginya tanpa ada pengawasan orangtua. Terlihat selalu ceria dan interaktif. Jika musim panen tiba, mereka membantu orangtua menjaga hasil panen dari binatang liar. Beberapa kali tak masuk sekolah. Bukan karena malas tapi tuntutan untuk membantu orangtuanya yang tak bisa ditinggali.

Belum lagi Kasran, Jamila, Fina dan murid sekolah kolong lainnya.

Cerita-cerita hidup mereka sungguh menginspirasi, barangkali selama ini kita yang justru tidak bersyukur atas kehidupan yang telah Allah berikan.

Disana tak ada fasilitas kesehatan, puskesmas apalagi rumah sakit. Tak ada alfamart. Hanya ada satu wc umum yang dibangun oleh relawan dan juga masjid berdinding papan beralaskan tanah yang dilapisi oleh karpet plastik.
Lalu, jika salah satu diantara mereka sakit ?
Mereka hanya menunggu hingga sembuh, tak minum obat mungkin hanya tidur sebentar akan membuat mereka sedikit membaik.

Kondisi yang semestinya mendapat perhatian lebih dari orang-orang terdidik.

Bukan malah diam ditempat, mengomel sana-sini berharap pemerintah bergerak cepat. Apa susahnya jika kita yang bertindak ? Paling tidak ada sedikit yang kita beri untuk pendidikan anak negeri.

Semoga kita sadar...

Dan segera beranjak menjadi pribadi yang bermanfaat

Pengantar rindu untuk kampung Bara-barayya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup