Mengakrabi Tarbiyah


“Untuk apa ikut tarbiyah? apakah niatnya murni untuk mendekatkan diri kepada Allah atau ada embel-embel lain yang akan merusak pahala? Bukankah kita bisa menambah pemahaman keislaman dari berbagai sumber tanpa harus mengikuti kajian tersebut? Bukankah kita juga bisa mendapatkannya dari buku, televisi dan lain sebagainya?” Memang benar. Namun, kita tidak akan merasakan indahnya ukhuwah, tidak akan merasakan gelora iman ketika duduk bersama membaca Al-qur’an, dan juga tidak akan merasakan getar-getar rabithah di penghujungnya. Dan tarbiyah merupakan salah satu wasilah di antara banyaknya wasilah untuk meraih jannah-Nya. Tarbiyah akan mengantar pelakunya untuk mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki untuk dakwah. Baik potensi fikriyah, jasadiyah, dan ruhiyah. Tidak boleh ada ketimpangan. 


Bagi para penikmat tarbiyah, tarbiyah bukan hanya tentang ilmu, tapi juga ukhuwah. Tarbiyah adalah kisah cinta yang mengantar pelakunya untuk senantiasa menempatkan cinta pada pencipta yang hakiki dan saling mencintai karena Allah. Ia taman-taman syurga yang dinaungi sayap-sayap malaikat.


“Tarbiyah” adalah Lingkaran cinta. Duduk melingkar, tak terputus, tak berujung, tak bertepi. Membahas materi keislaman, Manajemen diri, Pergerakan islam, Bercerita tentang masalah yang dihadapi sehari-hari. Meningkatkan ibadah-ibadah sunnah, Mengingatkan tahajjud, Shaum, Meminjamkan buku, Saling merangkul dan Menguatkan di jalan dakwah, Mengingatkan saat lalai dan khilaf melanda, Menyemangati saat lemah menimpa, Menjalin ukhuwah. Pertemuan pekanan yang mampu merekatkan diri dengan saudara seiman. Target-target mingguanyang harus dicapai untuk menjaga kualitas dan kuantitas ibadah serta stabilitas iman. Tarbiyah menjadi warna tersendiri bagi penikmatnya. Sibghah (celupan) Allah mewarnai diri mereka. Dan celupan siapakah yang lebih baik daripada celupan Allah? 


Berapa banyak manusia yang hidupnya berubah karena mengikuti tarbiyah?

Mereka yang memulai tarbiyah dari keterpaksaan menjadi kebiasaan.

Mereka yang memulai tarbiyah dari ikut-ikutan menjadi ketertarikan.

Mereka yang memulai tarbiyah dari diajak menjadi yang mengajak.

Mereka yang memulai tarbiyah dari rasa penasaran menjadi ketagihan.

Mengantar mereka pada kerja-kerja dakwah.


Berapa banyak mereka yang dahulu tercatat sebagai aktivis dakwah militan kemudian terjun di dunia masyarakat, satu per satu mulai meninggalkan kegiatan dakwah, Meninggalkan halaqah, Perlahan-lahan terjadi perubahan ukuran jilbab yang mereka pakai dan seterusnya sehingga tak ada lagi bekas tarbiyah pada diri mereka.


Sunnatullah, jika dalam sebuah perjuangan harus ada yang mundur, saat kesungguhan mulai di uji. Anggota halaqah kian hari kian menguap, seperti daun yang diterpa angin, berguguran.


“Biarkan mereka pergi, setelah ikhtiar berjalan. Tak ada paksaan dalam dakwah. Karena hidayah hanya untuk mereka yang masih berjuang.”


Kita akan mengalami hal demikian, ketika idealisme benar-benar teruji. Akan istiqomah di dalam dakwah atau justru terpental. Namun, yang perlu dipahami bahwa; bukan tarbiyah yang membutuhkan kita, tapi kita lah yang butuh tarbiyah. roda dakwah ini akan terus berjalan dengan atau tanpa kita. Jika kita pergi akan diganti dengan orang yang lebih baik lagi. Maka, pilihannya adalah menjadi pemain yang baik atau sekedar menonton. Bahwa keimanan ada pasang surutnya. Bagaimana kita mempertahankan keimanan agar tetap pasang atau saat rada surut, bagaimana caranya agar kembali pasang dan tidak berlarut-larut surutnya. Bahwa dakwah dilalui dengan jalan yang tak biasa, menanjak, dan kadang berliku. Sebab apa-apa yang akan diraihnya adalah; Kemuliaan surga. 


Dimanapun kita berada, dalam kondisi apa pun kita, perjalanan tarbiyah akan terus berjalan. Totalitaslah dan maksimallah dalam berjuang dan berdakwah. Lakukanlah urusan akhirat dalam konteks yang maksimal. Cukupkanlah urusan dunia secara minimal.

al Faqir Ilallah,

Dian Rahmana Putri
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup