Muslimah Berperan bukan Baperan
Islam sebagai pandangan hidup, telah menyediakan solusi untuk berbagai permasalahan yang ada pada manusia untuk seluruh zaman dan pada semua tempat. Dengan kata lain, jika islam diterapkan secara sempurna, maka pastinya kaum muslim meningkat taraf berpikirnya dan akan mampu memecahkan segala permasalahan hidupnya. Islam diturunkan untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan sesamanya serta dirinya sendiri.
Sebagai makhluk ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’aala, dalam beberapa hal pria dan wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama. Misalnya, mereka sama-sama wajib memenuhi ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’aala, sama-sama wajib untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih daripada yang lain, serta sama-sama wajib melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka sama-sama berhak mendapatkan surga, sama-sama berhak untuk didengarkan pendapatnya dan yang lainnya. Selain memberikan hak dan kewajiban yang sama, Allah juga memberikan keistimewaan kepada masing-masing pria dan wanita dalam rangka mengabdi kepada-Nya dalam kehidupan dunia. Allah menciptakan keistimewaan ini bukanlah untuk menjadi alasan yang untuk saling meremehkan satu sama lain, tetapi saling melengkapi dan menyadari bahwa mereka tak bisa hidup secara normal tanpa kehadiran yang lainnya.
Di antara peran muslimah dalam menyongsong kebangkitan islam adalah menjadi panutan bagi masyarakat dan teladan bagi umat. Dalam hidupnya, seorang wanita juga wajib berdakwah dan menyerukan islam di komunitas dimana ia berada, dakwah dalam artian ini adalah mengajak orang agar cenderung kepada islam. Tetapi yang perlu digaris bawahi disini ialah pengkhususan dakwah wanita. Seorang wanita mempunyai keistimewaan penyampaian ‘hati ke hati’, seorang wanita harus menjalankan peran pengemban dakwahnya lebih kepada masalah-masalah yang disitu melibatkan kaumnya. Ia mestilah lebih paham dalam hal-hal kewanitaan, walaupun tidak mengabaikan hal-hal yang lain. Selain itu seorang wanita mestilah menjadi contoh di lingkungan tempat ia berada, tidak eksklusif, berusaha memahami masyarakat tempat ia tinggal, berbaur dan melebur dengannya, tanpa mengorbankan hal prinsipal yang ia anut.
Peran perempuan yang tidak kalah penting adalah menjadi sahabat bagi suaminya. Banyak sekali hadits yang mengabarkan tentang pentingnya peran wanita dalam rumah tangga, khususnya perannya sebagai seorang istri. Hal ini berarti bahwa wanita yang telah dan akan menjadi istri sangatlah besar pengaruhnya pada aktivitas sang suami.
“Wanita adalah tiang negara” tampaknya bukanlah sesuatu yang berlebihan, bahkan bisa dikatakan “wanita adalah tiang peradaban”. Banyak sekali hadits yang mengabarkan keistimewaan wanita. Hal itu bisa dilihat pada fungsi seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya. Anak adalah cerminan orangtua, seorang anak yang besar biasanya lahir dari keluarga yang baik. Ibu memegang peranan yang sangat penting dalam pengajaran ini. Oleh Allah Subhanahu Wa Ta’aala seorang ibu telah ditempatkan pada kemuliaan yang sangat tinggi menyangkut masalah pendidikan anak. Itulah mengapa tolak ukur seorang anak ditentukan dari ibunya. Pendidikan yang baik sejak dini akan melahirkan generasi yang taat pada Allah.
Namun, tidak berarti peran utama perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummum wa rabbah al-bayt) menjadikan dirinya tidak punya kiprah di tengah masyarakat. Tugas ini terdapat dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’aala surah at-Taubah ayat 71. Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’aala menggariskan bahwa perempuan memiliki kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam melakukan amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat. Mereka tolong-menolong (ta’awun) dalam menegakkan aktivitas yang menjadi pilar kehidupan bermasyarakat tersebut, termasuk keluarga di dalamnya. Allah Subhanahu Wa Ta’aala pun telah memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk berdakwah, dan mengurus ummat.
Mendidik diri menjadi muslimah sejati adalah sebuah kewajiban. Menempa diri untuk lebih baik juga harus dilakukan. Sehingga kompetensi yang dimiliki cukup memadai ketika terjun di medan dakwah. Belajar tegar selayaknya muslimah pejuang, sahabiyah di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Nama mereka hingga kini tetap terngiang karena ada jejak kebaikan yang ditinggalkan. Hari-hari mereka tidak sepi dari aktivitas, bergegas untuk menyambut seruan Allah Subhanahu Wa Ta’aala, melewatkan waktu untuk berjuang di jalan Allah melalui apa saja.
Sebagai seorang muslimah yang mampu berperan, maka seorang perempuan harus mampu mengesampingkan masalah pribadi dengan keumatan, berdaya guna, serta masalah yang hadir tidak membuat dirinya mangkir dari amanah dan menyelisih ukhuwah. Sebab setiap yang dirasakan tak lain sebagai wujud cinta Allah padanya. Berbeda dengan muslimah yang baperan. Mudah menyerah ketika datang masalah, hatinya penuh amarah ketika ada yang tidak seperti yang diharapkan, ukurannya bukan Allah tapi pada hawa nafsunya. Padahal lika-liku dakwah akan berjumpa dengan ujian dan kesulitan. Jika demikian, tentu ia harus bisa mendewasakan diri. Berupaya sekuat tenaga untuk menangguhkan pribadinya agar tidak mudah terjatuh bila ada yang memberati langkahnya.
Muslimah berperan bukan baperan harus menyadari bahwa dirinya adalah pengemban dakwah, teladan bagi masyarakat. Karena itu, ia harus mampu menjadi ibu teladan, istri teladan, anak teladan yang berbakti kepada orangtua, tetangga yang baik, serta kerabat yang rajin bersilaturahmi.
Selamat menjadi perempuan berperan
Komentar
Posting Komentar