SARJANA RUMAH TANGGA



Ketika memilih untuk mengabdikan diri sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga , beberapa orang menganggap itu adalah keputusan yang salah. Terutama di era modern seperti sekarang di mana akses pendidikan dan kesempatan berkarir bagi perempuan sudah lebih terbuka. Orang akan berpikir, memangnya tidak sayang dengan gelar yang sudah susah payah digapai? 


Salahkah bila wanita hanya menjadi ibu rumah tangga?


Apakah wanita hebat itu adalah wanita yang berkarir di perusahaan ternama? atau Wanita berkarir Surga?


Menjadi ibu rumah tangga sering kali dianggap sebelah mata oleh kebanyakan orang. Mereka berpikiran bahwa ibu rumah tangga itu hanya mengerjakan pekerjaan rumah, mengasuh anak, dan hanya mengandalkan gaji suami. Stigma wanita ‘tidak perlu sekolah tinggi-tinggi’ dibangun oleh kaum masa lampau yang dalam hidupnya tidak mengenal teknologi. Stigma ini juga diteruskan sampai ke anak cucu mereka. Wanita hanya cukup pada urusan dapur, kasur, dan sumur saat berumah tangga. Faktanya masa lampau dengan zaman sekarang sangat jauh berbeda. 


Zaman milenial menuntut perempuan harus sangat pandai menjaga anaknya yang merupakan generasi muda agar tidak tergerus teknologi. Bagaimana caranya mengajarkan anak untuk mampu mengambil hal yang positif dari teknologi jika yang diketahui hanya urusan kasur, dapur, dan sumur? 


Tugas wanita adalah menjadi madrasatul-Ula (madrasah pertama) bagi anaknya. Maka setinggi apapun jabatan wanita dalam karirnya, tugas utamanya adalah menjadi Ibu rumah tangga. Menjadi Ibu rumah tangga bukanlah sebuah aib yang mesti membuat para wanita malu menyandangnnya meskipun wanita telah berpendidikan tinggi, karena untuk menjadi seorang Ibu dan Istri shalihah tidaklah diukur dari seberapa tinggi jabatan, sebab ternyata menjadi seorang Ibu rumah tangga adalah profesi yang paling mulia.


Apakah pantas seorang wanita yang sejatinya mempunyai tugas sebagai madrasah utama yang mendidik buah hatinya, rela mati-matian mengejar sarjana dan gelar tinggi lainnya hanya untuk meraih kedudukan dan jabatan tinggi pada karirnya? bahkan malah melimpahkan tugas utamanya pada mertua atau baby sitter yang pada umumnya memiliki pendidikan rendah, sehingga pendidikan anak pada masa emasnya terabaikan, padahal seorang anak dalam masa ini membutuhkan peran orangtua khusunya Ibu secara intensif.


Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda kepada Umar Ibnu Khattab radiyallahu anhu., “maukah aku beritahukan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki? Yaitu istri shalihah yang jika dipandang , dia akan menyenangkan, jika dia diperintah, dia akan menaatinya, jika suami pergi, dia akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417).


Tentunya jika seorang wanita yang mengerti dengan agama, tidak akan pernah merasa malu dengan profesi sebagai Ibu rumah tangga, karena ia paham bahwa pernikahan adalah kuliahnya kehidupan. Seorang ibu dituntut untuk mampu menguasai berbagai bidang, baik itu ilmu manajemen, keuangan, ilmu gizi, tata boga, menjahit, psikologi, kesehatan, parenting, bahkan desain tata ruang dan lain sebagainya. Jika semua ilmu itu didapat dari hasil pendidikan dibangku kuliah, akan berapa lama menghabiskan waktu untuk mendapat gelar S.rt (Sarjana Rumah Tangga)?


Menuntut ilmu merupakan satu kondisi yang wajib, tidak peduli apakah dia seorang suami atau istri. “Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)”. 


Ilmu diperlukan dalam segala aspek kehidupan sekalipun jika pada akhirnya wanita harus ‘kembali’ ke rumah. Justru saat seorang wanita memutuskan berumah tangga dia memerlukan pengetahuan dalam menjalani kehidupannya yang baru sebagai istri dan ibu yang akan menentukan kualitas generasi selanjutnya. Anak-anak mendapatkan pendidikan dasar pertama bukan dari TK atau SD namun dari ibu karena paling banyak berada di rumah. Bagaimana mungkin seorang ibu yang tidak cerdas bisa melahirkan dan menciptakan generasi yang cerdas? Generasi yang smart, berkepribadian, dan beriman membutuhkan peran ibu yang cerdas memberi arah dan tujuan bagi anaknya. Perempuan yang terdidik juga akan lebih mampu mengambil peran ketika anak dalam kesulitan, kurang motivasi, tertekan, atau sedih. Suatu tanggung jawab yang tidak sederhana namun sangat penting dalam mendidik anak. 


Ada peribahasa yang mengatakan “Di balik pria sukses pasti ada seorang wanita yang hebat”. 


Hal ini membuktikan pentingnya peran seorang wanita yang berkualitas untuk mendukung keberhasilan suaminya. Jadi, sekalipun wanita memilih menjadi seorang ibu rumah tangga, ia tetap perlu untuk menuntut ilmu karena masa depan anak dan suami sangat dipengaruhi oleh kecerdasan ibu atau istri. Kecerdasan itu pada dasarnya bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, bekal dalam berbisnis, membangun usaha sampingan, mengatur keuangan, bersosialisasi, membina rumah tangga, mendidik anak agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak baik, berkomunikasi, dan mengatur segala urusan lain di rumah. Istri yang berpendidikan tercermin dari pola pikirnya yang rasional. 


Selain itu pendidikan diharapkan bisa memberikan rasa percaya diri sehingga saat suami membutuhkan masukan, istri mampu memberikan saran-saran yang cemerlang. Pasangan pun terhindar dari kesalahan saat pengambilan keputusan. Suami bisa menjalankan tugasnya di luar rumah dengan tenang karena urusan rumah tangga sudah dipercayakan pada sang istri yang bisa diandalkan mengatasi persoalan di rumah. Bila anak bertanya mengenai pelajaran sekolah, ibu yang pendidikannya memadai akan mampu mengajarkan anak dengan baik dan benar. Bukan hanya di rumah, lingkungan masyarakat juga pasti akan memperhitungkan pendapat seorang wanita yang berpendidikan untuk kemajuan warga. 


Jadi, tidak ada istilah sia-sia kuliah kalau ujung-ujungnya menjadi ibu rumah tangga asalkan ilmu yang diperoleh bisa diaplikasikan dan dimanfaatkan untuk mendidik dan mengajar anak menjadi pribadi yang berahklak dan bermoral baik. Nah, apa jadinya jika seorang wanita hanya pintar ngerumpi dan hanyut dalam cerita-cerita sinetron yang tidak ada habisnya? Bagaimana dengan ibu yang belum bisa menikmati dunia pendidikan? 


Jangan khawatir. 


Pendidikan tinggi sangat diperlukan namun tidak bisa 100% menjamin seorang wanita akan menjadi istri yang cerdas mengatur rumah tangga dan mendidik anak. Cerdas bukan hanya di bidang akademik saja namun yang tidak kalah penting adalah kecerdasan emosional dan intelektual wanita. Pengetahuan seperti ini tidak selalu harus didapat dari sekolah atau kampus. Kita bisa mengembangkan diri dengan rajin belajar dan membaca buku, artikel, biografi tokoh sukses, menghadiri majelis ilmu, dan lain sebagainya. 


Banyak perempuan yang bukan wanita karier dan tidak kuliah namun bisa mengantarkan anaknya ke perguran tinggi, menjadi penghafal qur’an dan menjadi orang yang sukses. Ibu tersebut membimbing anak-anak dengan baik dan memberikan gizi yang seimbang. Kejarlah ilmu dan aplikasikan dalam semua aspek kehidupan karena semakin dimanfaatkan akan semakin terasah pengetahuan itu. Yang terpenting adalah kemauan untuk terus belajar dan mengembangkan kualitas diri.


Kuliah setinggi apapun bukan untuk mengejar karier diluar rumah akan tetapi untuk mendidik generasi yang berguna bagi agama dan bangsa. Oleh karena itu jangan pernah malu untuk merelakan gelar sarjanamu untuk menjadi ibu rumah tangga karena kamu akan mendapatkan berkah yang luar biasa bukan hanya dari manusia tapi juga dari Sang Pencipta, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’aala.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup