Lawan Terorisme dengan Literasi
Oleh : Fahd Pahdepie
Tujuan utama para teroris adalah mempropagandakan ketakutan di tengah masyarakat. Maka, cara terbaik untuk melawan terorisme, setelah semua kegentingan berlalu, adalah melanjutkan kehidupan kita dengan normal. Tak perlu larut dalam ketakutan dan kegelisahan—meski kita harus tetap waspada.
Serahkan penanganannya kepada pemerintah dan aparat yang berwenang. Kita berikan dukungan keputusan ada mereka yang bekerja.
Namun, apakah tak ada yang bisa kita lakukan sama sekali—selain mengutuk aksi teror dan mendukung kerja aparat? Tentu saja ada.
Di antara sejumlah hal, melihat polarisasi pendapat yang terjadi di media sosial pasca teror Depok, Surabaya dan Sodoarjo, saya melihat bahwa hal yang perlu kita lakukan adalah mengupayakan lebih jauh fungsi literasi di tengah masyarakat kita.
Banyak sekali pihak yang justru terkesan mendukung, memberi permakluman, bahkan membela aksi teror adalah bukti bahwa masyarakat kita memiliki tingkat literasi yang kurang baik.
Mereka mudah terpengaruh berita bohong yang bersumber dari informasi yang tak jelas, percaya bahkan melakukan analisis yang lepas dari konteks, hingga membangun argumen dan pendapat yang jelas menunjukkan kekurangpahaman terhadap persoalan yang sedang terjadi—tentu saja dengan sentimen, ego kelompok, dan sikap inferior yang dilebih-lebihkan.
Saya kira, kita punya tugas berat untuk meningkatkan budaya literasi bangsa ini. Sebelumnya, saya kira budaya literasi tak berhubungan langsung dengan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Tetapi, melihat apa yang terjadi akhir-akhir ini, saya melihat gambar yang lebih jelas: Betapa tingkat literasi masyarakat yang rendah lebih mudah menyulut perpecahan, konflik, bahkan potensial melahirkan teror dan kekerasan.
Maka, buat saya literasi punya dua fungsi dalam proses deradikalisasi dan kontra-terorisme: Pertama, menyiapkan masyarakat yang lebih ‘resilient’ (punya daya tahan) terhadap narasi dan isu-isu yang bisa menyulut teror.
Kita perlu masyarakat yang cerdas, terinformasi dengan baik, dan tidak mudah percaya pada hoaks.
Kedua, literasi juga penting untuk melakukan kontra-narasi (counter narrative) terhadap hal-hal yang berbau kekerasan dan teror. Tingkat literasi yang baik akan menghasilkan masyarakat yang lebih bisa memproduksi konten-konten positif, bahkan muncul penulis-penulis yang bisa membuat narasi yang lebih damai. Termasuk di media sosial.
Saat masyarakat lebih banyak mengakaes konten-konten yang damai tersebut, yang secara kuantitas dan kualitas lebih tinggi dari konten berbasis gagasan kekerasan, maka masyarakat kita akan tumbuh menjadi masyarakat yang damai dan menjauhi konflik pula.
Apa langkah nyatanya? Banyak yang bisa dilakukan.
Pemerintah melalui BNPT, misalnya, bisa lebih banyak melakukan program di bidang ini. Masyarakat perlu dididik literasinya secara lebih baik. Para penulis dan industri penerbitan (termasuk buku, koran, majalah, website) juga bisa berperan dengan menciptakan konten-konten yang bernarasi damai—sekaligus selektif dan menghindari publikasi yang justru menyulut konflik dan potensi kekerasan lainnya.
Program-program literasi harus didukung dan disebarluaskan.
Sebagai contoh, Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (KAUMY) DKI, menyelenggarakan program ‘KAUMY Peduli untuk Literasi’. Program ini fokus pada pemberian fasilitas pendukung budaya literasi bagi anak-anak yatim-piatu yang tidak memiliki akses yang baik terhadap literasi. Mereka berencana mendonasikan 4 (empat) buah PC dan paket langganan internet selama 2 (dua) tahun, lengkap dengan pembimbingnya yang akan mengisi berbagai kegiatan literasi.
Bulan Ramadhan ini, keempat unit komputer, fasilitas internet dua tahun, dan program bimbingannya, akan diserahkan kepada anak-anak panti asuhan di bawah pengelolaan PC Muhammadiyah dan Aisyiah Rawamangun, Jakarta. Saya kira, kita butuh program-program semacam ini lebih banyak lagi. Menduplikasinya di banyak tempat, dengan misi yang lebih sadar pada perlunya kontra-narasi terhadap radikalisme dan terorisme. (Teman-teman yang ingin ikut berdonasi pada program KAUMY ini, bisa lihat poster yang saya sertakan di posting ini).
Mari terus lawan radikalisme, mari tumpas terorisme, di antaranya dengan terus memperjuangkan tingkat literasi yang lebih baik untuk masyarakat kita. Terorisme tak akan berktik lagi, jika masyarakat semakin cerdas dan bijak. Semoga.
Komentar
Posting Komentar