Wajah Gerakan Mahasiswa Masa Kini

Aksi atau demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa biasanya menjadi sorotan publik dan media massa yang ada di masyarakat. Sorotan postif dan negatif mewarnai berbagai opini dan judul berita yang beredar. Namun berita yang beredar di masyarakat lebih sering menyudutkan dengan intonasi negatif di setiap kata-kata pada kalimat di ujung berita. Tidak ada maksud menyalahkan apa yang diberitakan, memang menjadi kewajaran bagi orang umum untuk menilai negatif pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut. Selain membuat onar, kemacetan, keributan, dan kadang kerusuhan tercipta akibat pergerakan yang dilakukan. Jadi layak rupanya bila pergerakan sering dinadakan negatif oleh media dan masyarakat. 

Nada negatif di masyarakat dan media tidak bisa disalahkan, terlepas adanya tedensi dari luar untuk menolak atas pergerakan yang dilakukan mahasiswa. Karena memang jika dilihat dari sudut manapun, aksi pergerakan mahasiswa adalah negatif tidak sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Opini negatif publik yang beredar di masyarakat merupakan hasil dari pergerakan yang dilakuan oleh mahasiswa. Di sisi lain mahasiswa yang melakukan pergerakan tersebut enggan disalahkan atas opini negatif yang berkembang di masyarakat. Beberapa pelaku pergerakan dari mahasiswa malah cenderung menyalahkan dan memandang ‘sinis’ media yang menyudutkan pergerakan yang mereka lakukan. 


Tindakan yang dilakukan oleh para pelaku pergerakan mahasiswa yang cenderung menyalahkan masyarakat yang beropini berlawanan, dan menyalahkan media yang memberitakan bertentangan, menambah negatif persepsi masyarakat yang kontra dengan pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa. Sebuah tindakan kontra produktif yang dilakukan oleh pelaku pergerakan mahasiswa, bergerak disalahkan dan membalas serangan yang keliru. Sebuah ritme gerakan yang tidak rapi dan menjadi boomerang bagi pergerakan itu sendiri. Permainan tidak rapi serta perencanaan tidak matang menjadi pertahanan dan serangan terbuka yang lemah. Hal ini juga merusak konten yang diperjuangkan.


Sebuah drama yang menusuk hati, sulit dimengerti memang tapi dalam. Membuat menangis setiap yang faham, membuat pesimis setiap orang yang berperan terakalahkan. Sebuah makna keberadaan yang memang merupakan bawaan lahir setiap manusia. Pragmatis. Keberadaan yang setiap saat selalu dicari, diciptakan demi memenuhi nafsu dan kesepakatan hati sesaat. Berita yang hanya mengutamakan keberadaan “ekesistensi” bagi golongan tertentu dan merupakan inspirasi bagi orang yang berfikir singkat, kehilangan jati diri di tengah kegalauan hidup di negeri yang sudah mulai lelah ini. 


 Bagi orang yang berperan terkalahkan, pertarungan ini menjadi ladang amal mereka. Mereka harus lebih sabar, lebih kuat ditengah deras riuhnya pemuja eksistensi. Sudah ditusuk, ditabarak, berperan terkalahkan, masih dituntut untuk terus berfikir dan berjuang demi memperjuangkan hakikat daripada keberadaanya. Meraka berdiri pada idealismenya, berdiri pada kaki sendiri, tegap mempertahankan keutuhan dirinya diterpaan badai besar. Egois. Meraka yang memperjuangakan sebuah hakikat, esensi suatu pergerakan terlalu egois berdiri pada idealismenya. Mereka hanya berusaha sebatas usaha saja. Tidak lebih. Mereka merasa terlalu lelah untuk memperjuangkan suatu esensi dari pergerakan apalagi memperjuangakan agar diakui keberadaanya. 


 Tapi bagi mereka itulah cara memahami hakikat sebuah perjuangan. Berjuang tanpa harus dilihat orang, tanpa dukungan dan pujian. Walaupun tidak sedikit dari mereka berubah menjadi orang yang pesimis, bergerak tanpa harapan. Sedangkan bagi mereka yang berdiri di atas keberadaanya dan eksitensinya. Mereka sering salah jalan, terlalu sering tersesat dan salah mendarat. Kadang terfikir oleh mereka suatu hakikat dan esensi suatu peregerakan akan tetapi semua hal itu luntur tak berbekas, luntur oleh kilauan eksistensi dan keberadaan. Mereka mengangkat ceritainspirasi untuk menjadi obat ‘puyer’ obat murah, yang menyembuhkan sesaat lalu kumat lagi.


 Sebuah tantangan yang dihadapkan pada aktivis pergerakan saat ini. Dimana semua media dan informasi datang dengan sendirinya kepada mereka tanpa adanya filter. Semua informasi diserap dan menjadikan mereka pengikut setia, dan pembenci yang paling kejam. Menjadikan mereka orang yang befikiran sempit dan fanatik. Hari ini aktivis pergerakan dihadapkan pada kondisi bergerak dengan esensi dan hakikat tanpa eksistensi hanya menjadi sampah, dan handuk yang penuh keringat. Sedangkan eksistensi yang berkembang memiliki kepentingan lain yang bertentangan dengan sebuah esensi gerakan. 


 Meski sejatinya tindakan pelaku pergerakan mahasiswa memiliki tujuan baik yaitu menegakkan keadilan yang sesuai dengan hakikatnya, menuntut hak-hak orang yang terambil haknya, mengingatkan kewajiban yang seharusnya para pemangku jabatan lakukan. Menjamin keamanan dan kesejahteraan yang ada di masyarakat adalah inti dari pergerakan yang mereka lakukan. Bergerak sebagai garda terdepan dan menjadi pahlawan masyarakat. Mereka memiliki prinsip yaitu setiap orang memiliki kewajiban untuk menjadi pahlawan. 


Belakangan ini mulai sulit mencari mahasiswa yang memang ingin memperjuangkan dan menyuarakan rakyat yang sedang tertindas oleh tirani, hanya beberapa aksi-aksi yang terlihat itu pun kadang kalanya hanya aksi kondisional ataupun juga aksi solidaritas momentum saja, sangat jarang ada sebuah aksi yang terlahir dari sebuah pengawalan dan kajian yang mendalam dari mahasiswa itu sendiri. Mungkin kita patut menyadari bagaimana tidak mahasiswa sekarang sangat disibukan dengan setumpuk tugas yang begitu rumit, tetapi apakah ini menjadi alasan utama ? 

Sejarah pergerakan mahasiswa tahun 1965 dan tahun 1998 mencatat bahwa mahasiswa Indonesia mampu menunjukkan bukti bahwa mereka memang Agent of change, Agent of Social Control, and Iron Stock dengan sejarah yang begitu luar biasanya. Tetapi beginilah keadaan sekarang ada yang Apatis adapula yang tidak namun sungguh sayang ketika permasalahan bangsa sekarang begitu kompleks namun mahasiswa hanya tinggal diam atau hanya mampu berargumen namun tidak memberikan solusi konkrit untuk negeri yang memiliki permasalahan. 


Pandangan pergerakan klasik berpendapat bahwa pergerakan mahasiswa harus di jalan yang panas, sedangkan pandangan baru mengatakan pergerakan mahasiswa di jalanan sudahlah tidak relevan dan tidak efektif, pergerakan mahasiswa harus memperlihatkan sisi intelektualitas, serta pergerakan mahasiswa haruslah lebih santun dan cerdas. Hakikat pergerakan mahasiswa adalah untuk menjadi suara rakyat dimana mahasiswa dianggap golongan masyarakat yang lebih intelektual. 


 Gelombang pergerakan baru mahasiswa haruslah hadir untuk menjadi jalan tengah dari perbedaan pendapat yang sudah lebih dahulu lahir di tengah – tengah mahasiswa.”Gelombang baru pandangan pergerakan klasik”. Menurut saya gelombang baru peragerakan mahasiswa haruslah dimulai. Dimana banyak jalanan yang harus dipenuhi oleh massa aksi. Zaman baru sudah bergulir, sekarang ini jalanan tidak hanya dibangun di pusat – pusat kota saja, bahkan jalanan – jalanan sekarang ini sudah banyak terbangun bahkan lebih luas dan lebih halus tanpa pembatas yang tinggi. Jalanan yang dibangun oleh media sosial seperti web, blogs, dan sosial media lainnya dimana satu sama lain membuat jaringan yang tak terbatas, jalan yang luas tanpa hambatan. Jalanan yang terbuka lebar ini juga wajib di penuhi oleh massa aksi karena sinar matahari yang membakar jalanan ini bisa diatur panasnya oleh kordinator aksi sesuai dengan semangat yang ingin dikeluarkan. Orasi – orasi yang keluar bisa lebih tajam daripada silet dan lebih tumpul dari balok kayu, tergantung keinginan orator untuk menusuk atau memukul penguasa yang sedang mabuk. 

Tetapi pukulan dan tusukan di media maya tidaklah cukup. Tajamnya tusukan dan tumpulnya pukulan pergerakan di dalam media maya tidak nyata dirasakan oleh para penguasa mabuk. Pergerakan di media maya hanya menjadi mimpi buruk ketika para penguasa tidur. Maka dari itu pergerakan di jalanan media maya harus disambut dengan pergerakan di jalanan nyata agar mimpi buruk para penguasa mabuk menjadi kenyataan dan akhirnya para penguasa tersadar dari mabuknya. 


Maka dari itu dalam gelombang baru pergerakan mahasiswa frekuensi – frekuensi baru harus dibangun, berbagai media sosial menyediakan ukuran – ukuran yang jelas untuk kita menyamakan frekuensi dengan masyarakat umum. Pola pada gelombang gerakan baru harus dibangun dengan tertata dengan cara permainan yang cantik. Membangun massa aksi baru yang siap jika sewaktu – waktu harus menekan kebijakan penguasa yang tidak proRakyat di jalanan yang nyata. 


Pergerakan mahasiswa yang terukur dan terarah dapat dicapai dengan membangun massa aksi di jalanan media sosial yang terbuka lebar. Maka gelombang baru pergerakan mahasiswa harus dibangun dengan menambah jalanan yang harus di duduki yaitu jalanan yang terbangun luas di media sosial. 

Pergerakan progresif radikal menjadi genre bagi pelaku pergerakan mahasiswa umumnya. Bergerak menekan kebijakan politik para pemangku jabatan dengan tekanan pergerakan yang banyak, lobby politik terbuka, dan deklarasi sikap di khalayak umum menjadi aturan wajib bagi pelaku pergerakan mahasiswa. Agar tidak ada permainan di belakang, tekanan yang dilakukan masif dan kuat, serta pernyataan deklarasi yang fair di muka umum antara pemangku jabatan dan pelaku aksi. 


Sebuah dilema yang menerpa pelaku pergerakan mahasiswa saat ini, bergerak dengan tujuan yang mulia, namun disalahkan oleh sebagian masyarakat. Maka perlu sebuah eskalasi yang baru dengan sudut pandang masyarakat secara umum, sehingga pergerakan dapat diterima dan membawa perubahan yang baik bukannya menjadiboomerang bagi pergerakan itu sendiri. Perlu dilakukannya diplomasi yang manis antara pelaku gerakan mahasiswa dengan pemangku jabatan, dan masyarakat sebagai penerima opini dari dampak pergerakan yang dilakukan. Sebuah otokritik rasanya tepat untuk disampaikan kepada setiap palaku gerakan mahasiswa. Ketika sebuah eskalasi dibangun tentu ada goal atau tujuan yang ingin dicapai, yaitu terselesainya masalah atau isu yang diangkat. 


Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah mood publik dimana aspek tersebut berpengaruh pada cara berfikir dan tendensi masyarakat, sehingga akan mempengaruhi opini yang berkembang di masyarakat. Secara sadar atau tidak pergerakan yang besar dan masif saja tidaklah cukup untuk untuk menekan kebijakan para pemangku jabatan. Perlu adanya konsolidasi secara politik kepada masyarakat umum dan orang yang ada di sturktural pemangku kebijakan terkait. Pengendalian mood publik sangat penting dilakukan pada setiap eskalasi yang dibangun oleh pelaku pergerakan mahasiswa. Ketika eskalasi memperhatikan mood publik, maka opini masyarakat akan positif terhadap pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa. Sehingga konsolidasi dan penyamaan frekuensi kepada masyarakat umum akan mudah tercapai. 

Seperti contoh gerakan mahasiswa dalam menurunkan pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1998. Pergerakan mahasiswa sepakat bulat mengatakan “turunkan Soeharto”, daripada mengangkat isu seputar permasalahan-permasalahan yang ada di dalam pemerintahan Presiden Soeharto. Sehingga frekuensi yang ada di masyarakat akan sama dengan frekuensi yang coba dibangun oleh pergerakan mahasiswa. Pola komunikasi yang dilakukan oleh pergerakan mahasiswa kepada masyarkat umum lebih mudah diterjemahkan. Eskalasi yang sudah jelas konkrit ditambah dengan mood publik yang dipengaruhi oleh pergerakan mahasiswa dan keadaan nyata indonesia yang terpuruk saat itu menambah kekuatan untuk menekan pemerintahan presiden soeharto dengan sangat kuat. 

Maka dari itu diperlukan kekuatan, semangat, dan pemikiran baru untuk mewujudkan aktivis yang ideal pada masa ini. Maka mahasiswa marilah mantapkan hati kita pada kesabaran dan konsistensi suatu pergerakan yang penuh esensi. Pergerakan dengan tujuan baik. Pergerakan dengan tujuan perubahan nyata, perubahan yang semestinya. Perubahan yang pada hakikatnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup