Negeri Bedebah

Krisis merupakan suatu keniscayaan bagi setiap bangsa yang pernah lahir di muka bumi. Di tengah krisis selalu ada badai yang menerpa, namun di setiap badai selalu ada sakelompok orang yang menyalakan perapian untuk menghangatkan. Tapi ditengah badai juga ada sekelompok orang yang mengambil manfaat, menimbun obat untuk orang sakit dan menjualnya dengan harga mahal. Seperti itulah kehidupan selalu berputar menuju titik Equilibrium, saling mendorong hingga seimbang 

"Perjuangan dirancang oleh orang alim, diperjuangkan oleh orang-orang ikhlas, dimenangkan oleh orang-orang berani, dan akhirnya dinikmati orang-orang pengecut” (KH. Rahmat Abdullah).

Pahlawan

Terlahir di keluarga yang religius Hatta kecil telah berubah menjadi sosok pahlawan yang memproklamirkan kemerdekaan. Dia dididik dari keluarga dengan latar belakang agama yang kuat, ayahnya Haji Mohammad Djamil meninggal ketika Hatta kecil berusia 8 bulan. Ayahnya Haji Mohammad Djamil adalah anak dari Syekh Batuhampar. Batuhampar merupakan kampung yang sudah berpuluh tahun saat itu, terkenal sebagai pusat pendidikan islam. Walaupun Hatta remaja bersekolah di sekolah belanda, namun pendidikan agamanya tak pernah surut beriring dengan kesibukan mencari ilmu di dalam kelas. 

Pantas rasanya ketika melihat sejarah bagaimana Hatta lahir dan tumbuh dewasa, literasi dalam kehidupan kesehariannya diisi dengan mengaji, mendalami agama, mempelajari buku-buku sosialis yang menanjak saat itu. N.G Pierson, Staathishouldkunde, dua jilid cetakan pertama; H.P. Quack, De Socialisten, enam jilid; dan Bellamy, Het Jaar 2000, itulah daftar buku yang mula dimiliki Hatta yang menjadi dasar perpustakaannya. Dia tumbuh dan berkembang sebagai seorang yang alim dan cendikiwan, meskipun menghabiskan study di belanda bukannya di Mekkah seperti paman-pamannya, Hatta tidak menalan mentah-mentah pemikiran sosialis eropa dengan doktrin antimaterialism, justru Hatta semakin kuat imannya dan mendorong konsep syariat islam (Sosialisme Islam). Kisah Hatta mungkin terlalu utopis untuk pemuda saat ini. Pemuda saat ini lebih memilih mengkagumi para pahlawan daripada meneladaninya. Menjadikannya sebagai simbol acara, nama jalan dan monumen peringatan. 

Dua hal yang pemuda saat ini ingin tiru dari para pahlawan adalah ketenaran dan nama besar. Dalam bukunya Mencari Pahlawan Indonesia, Anis Matta Menjelaskan bahwa pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar dalam sunyi yang panjang sampai waktu mereka habis. Bukannya orang dengan nama besar tapi melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil lalu menulisnya dalam autobiografinya.

Pengecut

Para pemuda pengecut korban sekolah saat ini lebih memilih mahkota di kepalanya, daripada menggenggam pedang di tangannya. Para prajurit yang katanya pemberani dengan sumpah sapta marga dan para bayangkara yang selalu memegang sumpah Tri Brata, mulai menggantikan peperanganya di medan laga dengan tarian, hiburan, dan siyasi untuk kepentingan keluarga serta kolega. Benar kiranya kata orang bijak, kemerdekaan akan dinikmati oleh orang-orang pengecut.

Bedebah

Saat ini bangku kekuasaan telah diisi oleh orang-orang bedebah. Lalu pemuda, prajuritnya, telah diisi oleh para pengecut. Sempurna. Para penguasa, pemilik modal, pemilik kantor berita dan bedebah lainnya telah merencanakan makar. Sedangkan para pengecut hanya menonton serta menikmati mahkota, dan hiburan. Bagaikan memanaskan bejana berisi air dan ikan hidup, tak terasa air semakin panas lalu ikan mati. Wahai bapak Chairul Saleh, engkau adalah pemuda yang bersama dengan kawan-kawan mu mendesak para orang tua Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Rapat yang kau pimpin menjadi penentu kemerdekaan bangsa ini. Tanpa perjuangan, pemikiran, daya kritis, dan semangat pemuda mu, bisa jadi bangsa ini belum merdeka. 

Menginsyafi

Mungkin hayal kita terlalu jauh untuk menyamai Hatta ataupun Chairul Saleh. Dengan kerja-kerja kecil dan harapan penghargaan besar membuat lesu semangat juang. Pragmatis, cinta dunia, merebutkan tahta dan harta membuat para prajurit gugur hatinya sebelum masuk medan laga. Lalu ketika para politisi dan penguasa berbuat makar, maka yang terfikirkan hanya perut pribadi serta kolega. Cendikiaawan, Politisi, dan Pemilik Kantor Berita Ketika para cendikiawan berubah menjadi anjingnya penguasa. Loyalitasnya kepada bangsa, cintanya kepada tuhan, dan hatinya yang luluh pada rakyat kecil berubah menjadi pragmatis cinta harta, dan merebutkan tahta. Mereka bagaikan anjing, dihalau dia menjulurkan lidah, didiamkan pun tetap menjulurkan lidah. Cendekiawan yang seperti itu tidak mau berpihak menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan pragmatis para penguasa. 

Ketika para politisi dan pemilik kantor berita bersahabat merencanakan agenda bersama. Mereka seakan telah berubah menjadi kayu yang tersandar, tubuh mereka bagus, pandai bicara, namun otak dan hati mereka kosong tidak dapat memahami kebenaran. Kebijakan yang dibuat tak adil, dan berita yang dikeluarkan penuh agenda settingan, perlahan berubah menjadi racun pembunuh bagi yang tak berkuasa.

Penguasa

Hakikat dari berkuasa adalah menjamin kesejahteraan dan keadilan rakyatnya. Jika ada satu saja rakyatnya kelaparan maka menjadi tanggung jawab penguasa. Zanky penguasa suriah, mosul dan mesir yang lahir pada tahun 1118, telah memberikan contoh paling jelas kepada semua penguasa yang lahir setelahnya, bagaimana ketika dia berusaha secara perlahan menghilangkan pajak yang dibebankan kepada rakyatnya. Tak ada gaji, tak ada santunan bagi sultan, menteri, panglima, dan seluruh jajaran penguasa di pemerintahannya, selama rakyat masih terus diperas dengan pajak. Lalu ditangan zanky negaranya berubah menjadi negara makmur. 

Negara tanpa pajak, dan hutang. Namun agaknya terlalu berlebih membandingkan seorang zanky dengan para penguasa saat ini. Para penguasa sudah terlanjur basah, dan akhirnya memutuskan menyelami lautan penuh garam. Politisi berebut menjadi penguasa, dan ber koalisi pada para makelar harga di pasar. Ada harga yang harus dibayar. Penguasa menciptakan bank agar rakyat kecil dapat berhutang, dan diperas per lahan. Penguasa membuat jalan tol dari pajak orang kecil agar kolongmerat bisa mulus berkendara. Penguasa memberikan ijin investor asing mendirikan tambang, agar rakyat miskin bisa menjadi buruh. Penguasa menggusur rumah si miskin agar berdiri apartemen-apartemen mewah harga miliaran. Penguasa menaikan harga bbm agar orang miskin tak dapat berkendara. Setelah itu para cendekiawan menyimpulkan ekonomi bangsa kita maju. Pendapatan perkapita naik, dan peringkat kesejahteraan terus naik dibandingkan bangsa lain. Pemerintah berhasil. Lalu para politisi dan pemilik kantor berita naik panggung. Politisi merah sepakat, politisi kuning menyatakan kita harus terus dorong penguasa agar semakin mantap. Para pemilik kantor berita tak hentinya memuji para penguasa. Membuang berita demonstrasi, penolakan, dan menghiasi kumpulan berita dengan konflik hiburan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup