Antara Pacaran Islami dan Ta'aruf



Islam telah mengajarkan ta’aruf (perkenalan) sebagai proses menuju pernikahan. Ta’aruf, kata yang tak lagi asing di telinga kita. Kata yang saat ini mudah sekali kita temui pada film/sinetron islami di tv. Kata yang saat ini seringkali menjadi alibi pemuda pemudi dalam rangka pacaran ‘islami’ (?). Maka, hati-hatilah dengan islamisasi istilah ini. Bahwa ta’aruf tidak sama dengan pacaran.


Ta’aruf itu, sederhana. Yap, sederhana saja.


Tak perlu terlalu lama. Tak perlu pake ritual heboh ini itu. Tak perlu berlebihan. Niat yang lurus dan keistiqomahan yang perlu disiapkan.


“Ta’aruf” yang berlebihan dan tak jauh beda dengan yang namanya pacaran, cenderung akan lebih banyak unsur tak baiknya, kawan. Dan boleh jadi, akan mengurangi keberkahannya. Tentunya kita ingin, setiap proses yang dilalui dalam rangka menyempurnakan setengah agama ini diberkahi Allah, kan? 


Lantas, seperti apa ta’aruf yang menjurus pacaran itu? Pada prinsipnya, ada 3 hal utama yang tak boleh dilakukan selama ta’aruf,

yaitu:


1). Ikhtilat (bercampur baur)

2). Khalwat (berdua-duaan)

3). Zina (tak terbatas hanya pada zina farji, melainkan juga termasuk zina mata, zina tangan, zina hati, dll)


Dari Anas bin Malik ra., ia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Baihaqi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)


Pernikahan itu disamakan dengan menyempurnakan setengah agama. Tak heran, syaitan akan berusaha lebih keras menggoda dari biasanya pada perihal pernikahan ini. Mengupayakan segala celah yang ada untuk membelokkan manusia dalam menyempurnakan setengah agamanya.


Jika saatnya kalian menjalani proses ta’aruf tiba, maka pastikan ketiga hal yang dilarang selama proses ta’aruf di atas tidak terlanggar. Karena sejatinya, syaitan senaaang sekali mendekat-dekatkan yang belum menikah hingga mereka tergoda untuk melakukan dosa; entah itu dengan ingin selalu bertemu, ingin selalu bersama, selalu terbayang-bayang si dia, bahkan hingga melalaikannya dari mengingat Allah. Pun setelah menikah , syaitan akan terus menggoda manusia, dengan cara menjauh-jauhkan keduanya hingga terjadi perceraian.


Maka, jalanilah prosesnya dengan baik dan benar. Hingga akhirnya lamaran dan ijab qabul diucapkan.


Tahukah kamu, bahwa pada saat akad nikah, terjadi proses pemindahan amanah? Amanah itu berupa seorang anak perempuan yang selama ini dititipkan Allah kepada orangtua. Amanah yang dulunya menjadi tanggungjawab orangtua sepenuhnya. Namun, sejak kalimat ijab qabul selesai diucapkan, amanah tersebut dipindahkan menjadi tanggungjawab suaminya. Perjanjiannya langsung dengan Allah. Perjanjian yang kokoh (miitsaaqan ghaliizhaa) [QS. An Nisaa:21].


Dalam hidup berumah tangga, hari-hari akan diwarnai dengan kebahagiaan dan permasalahan. Seringkali timbul kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Manusia dan lingkungan yang senantiasa berubah, menjadi sebuah keniscayaan. Dalam hidup berumah tangga, kita akan senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut. Ada yang dapat mempertahankan rumah tangga, ada pula yang tidak.


Agar pernikahan tetap baik dan terjaga, maka persiapkanlah dengan sebaik-baik bekal. Bekal berupa ilmu, mental, materi, tentu sangat

dibutuhkan. Namun, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Taqwa itulah yang akan menenangkan kehidupan, baik di dunia dan di akhirat. Kebaikan ataupun ‘keburukan’ yang tampak dalam pandangan manusia, akan senantiasa disikapi dengan hati yang lapang. Entah itu karunia ataukah musibah, ia senantiasa berbaiksangka pada ketetapan-Nya.


Pada akhirnya, tujuan dari menikah bukan sekedar meneruskan keturunan, bukan sekedar sarana kebutuhan nafsu, bukan sekedar tuntutan lingkungan keluarga dan pergaulan. Lebih dari itu.


Tujuan menikah adalah agar husnul khatimah, mendapatkan akhir yang baik. Karena kehidupan rumah tangganya bernilai ibadah di mata Allah. Bernilai pahala ibadah adalah ketika dilakukan dengan niat yang baik hanya karena-Nya, dan dijalankan dengan benar sesuai ketentuan-Nya.


Husnul khatimah.


Ketika separuh dari agamanya sungguh tergenapkan. Isi rumah tangganya tercatat ibadah penuh kebaikan. Membuahkan akhir yang baik dari kehidupan. Hingga di surga kelak mereka kembali dipertemukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup