Bertahan


Ada sudut yang sepi dan sunyi dari hiruk pikuk, tempat terbaik untuk menepi. Mungkin pada sebuah malam yang paling hening, kita sungkurkan kening, mengakui segala kekurangan diri. Selepas itu, bukankah lega? 

Lega ketika kemudian kita sadar, bahwa kendali kita memang hanya ada pada sebatas usaha. Bahwa apapun hasil yang tersediakan pada hari-hari yang kita jalani, maka itulah yang paling baik untuk kita terima. Sungguh,  tak ada cela di dalamnya. Hanya saja terkadang kita terlalu tergesa untuk memberinya makna. 

Dan sadarkah kita tentang apa yang lebih hebat lagi dari itu semua? Ya, bahwa dalam seburuk-buruk apapun keadaan yang tengah kita rasa itu, kita masih bertahan.

Bertahan, di jalan perjuangan kita masing-masing. Tidak peduli seberapa banyak baret, luka, lebam yang telah kita rasakan akibat jatuh dan terpuruk itu. Kita masih di sini. Kita masih bertahan.

Sebab bukankah perjalanan ke arah kebaikan itu harus tetap ditempuh dalam ringan dan beratnya? Dan bukankah rasa berat dalam dada itu bukan serta merta pertanda tentang ketidakikhlasannya? Saat kemudian dunia seolah sedang tidak berpihak pada kita, dan kita masih berusaha bertahan, maka di sanalah perjuangan yang sebenarnya. Apapun bentuk perjuangan itu.

Dalam apapun keadaan kita masing-masing, jalan yang berat itu selalu ada. Beberapa orang menjadi terbuka untuk membagikannya pada orang lain. Sebagian lagi, menyimpannya rapat-rapat untuk dirinya sendiri. Senyum yang tersungging pada bibir orang yang kita temui tak selalu berarti bahwa harinya senantiasa cerah. Hanya saja, sebab tidak semua hal perlu untuk diceritakan. Barangkali, dia pun tengah berjuang untuk bertahan.

Kabar baik dari itu semua, saat kita menginsafi, bahwa porsi kita memang hanya sekedar sebatas apa yang mampu kita usahakan. Tak peduli bagaimana manusia lain hanya menilai segalanya dari hasil. Toh, Allah tak pernah tidur. Segala usaha yang teringatkan untuk-Nya itu, akan selalu tercatat, tak luput meski hanya sesaat. Segala rasa berat, peluh, dan air mata kita mungkin tak ditakdirkan kita rasa hasilnya di dunia. Tapi, bukankah akan datang hari saat segalanya terbayarkan.

Saat hari itu datang, kita akan sangat berterima kasih pada diri kita sendiri. Pada diri kita yang selalu bersedia untuk melakukan satu hal itu; bertahan. 

Bumi Allah, 

Kelana Sunyi

Perjalanan paling hening menuju hatimu sendiri



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup