Menengok dari Kaca Spion

 


Masa lalu, barangkali memang adalah tempat yang paling jauh. Fase hidup yang telah nyata terlewat, tapi bagaimanapun tidak akan pernah sanggup untuk kita datangi untuk ulangi kembali. Kita menengok apa yang telah kita lewati, layaknya seseorang yang memandang bayangan yang tercipta dari kaca spion ketika sedang mengemudi. Fragmen itu memang masih terus tampak di sana, mengikuti, dan membayangi kita yang terus melanjutkan perjalanan. Tetapi, kita tak pernah punya pilihan untuk berbalik arah, seberapapun hal itu kita inginkan. 

Atas hal-hal yang terlewat itu, terkadang ada jenis-jenis perasaan yang tersisa di hati. Kita akan selalu berbunga-bunga dan bahagia ketika di masa lalu itu terdapat hal-hal yang kita banggakan, sesuatu yang kita syukuri. Kita berterima kasih kepada diri kita sendiri atas cara kita menjalani masa lalu itu, sesuatu yang tentunya setelah Taufik dari Allah, menjadi jalan untuk kita meraih apa yang kita telah dapatkan hari ini. Di masa yang lalu itu, segalanya mungkin tidak selalu tampak muda. Bahkan barangkali ia adalah sesuatu yang kita jalani dengan peluh, air mata, dan berdarah-darah. Tetapi pada akhirnya kita mengerti bahwa perjuangan itu menjadi tidak sia-sia. Kita pun tersenyum sambil menyaksikan bayangan yang terpantul di spion tersebut. Berterima kasih kepada diri kita sendiri di masa lalu. 

Tapi ada pula kalanya kita merasakan sesuatu yang disebut penyesalan. Ketika kita mendapati bahwa pada hal-hal yang terlewat itu, kita telah melakukan kesalahan. Waktu yang berlalu tanpa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, ragam kelalaian yang membuat kita menghabiskan umur dengan cara yang tak seharusnya, atau mungkin kesalahan diri yang menyebabkan orang lain terluka. Atas apa yang telah terlalu di masa lalu itu, kita memang tidak diperkenankan untuk berandai-andai bahwa seharusnya yang terjadi bukanlah demikian. Ada celah setan di sana. Bagaimanapun, segalanya terjadi dengan hikmahnya sendiri. Semua yang menjadi ketetapan-Nya adalah jalan terbaik yang harus kita lalui. Tetapi, fakta itu bukanlah larangan untuk tidak merasa menyesal. Bagaimanapun penyesalan adalah sebuah ruang jujur untuk mengakui kesalahan.

Tanpa penyesalan, hati kita akan selalu merasa berhak untuk angkuh, bahkan atas hal-hal yang sebenarnya kita akui sebagai sebuah kesalahan. Kita akan mencari berbagai cara untuk membenarkan sesuatu yang kita lakukan, alih-alih untuk mencari kebenaran. Penyesalan adalah sebuah tanda bahwa kita telah belajar. Belajar untuk menjadi lebih baik belajar untuk tidak lagi terjatuh pada lubang yang sama.

Menengok dari kaca spion dengan penyesalan di masa lalu bagaikan melihat diri kita sendiri yang tengah terjatuh. Menyaksikan kembali betapa sakit dan nelangsanya diri kita kala itu. Mungkin, pemandangannya tidak akan selalu terlihat menyedihkan. Sebab terkadang, tidak semua kesalahan tampak sebagai sesuatu yang buruk. Ada maksiat-maksiat yang dibungkus dengan keindahan, yang secara tak kasat mata terlihat begitu kita nikmati, terlihat begitu menyenangkan. Tetapi pada saat jalan kebenaran itu telah ditampakkan pada hati kita, maka akan hadir pengertian bahwa tidak semua yang bisa membuat kita bahagia itu, selalu menjadi hal yang mendatangkan ridho dari Allah. 

Melihat kesalahan masa lalu dengan penyesalan adalah sebuah pengakuan. Mengaku bahwa kita salah adalah pertanda bahwa kita telah belajar, melangkah ke arah yang lebih dekat dengan kebenaran. Rasa itu harus selalu kita pelihara dalam dada, bukan untuk mengerdilkan diri kita dan terus-menerus terpuruk pada rasa bersalah belaka. Tetapi ia adalah sebuah petunjuk penting, untuk tidak kembali jatuh di lubang yang sama. Agar perjalanan kita yang selanjutnya menjadi lebih terarah, sesekali menengok kepada kaca spion itu tidaklah mengapa, asalkan kita terus melanjutkan perjalanan yang sesungguhnya. Sisa petualangan hidup yang terhampar dihadapan, adalah pertanda bahwa masih ada kesempatan untuk memperbaiki keadaan, selama Allah masih menakdirkan.

Bumi Allah,

Kelana sunyi perjalanan paling hening menuju hatimu sendiri, Arrifa'ah 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup