Matinya orang baik

Orang baik mati terakhir.

Begitu bunyi petikan di sebuah anime (kartun Jepang). Errr, saya lupa judulnya –a Awalnya tokoh utama dan kawan-kawannya dalam anime itu sedang membicarakan si protagonist utama yang baik karakternya. Lalu kawannya nyeletuk, “Heh, kamu itu jangan terlalu baik… nanti matinya belakangan loh!” *lol* nggak ngerti apa point buruk atau merugikannya jadi “orang baik”, “mati terakhir” pula.
Nah, petikan ini beda sekali dengan apa yang (sebagian) kita percayai; orang baik mati duluan. Tentu saja ini bukan sekedar mitos atau bualan semata, memang banyak kisah kenapa orang baik meninggal terlebih dahulu dari yang lain. Cerita-cerita tersebut bisa digugling sendiri yaa, readers.
Dalam kedua petikan tersebut adalah; sama-sama memaksudkan ‘baik’ yang sama .
Seringkali kita menekankan kata ‘baik’ ketika kita benar-benar mendeskripsikan seseorang tersebut memang baik sekali. Meskipun banyak juga yang sedikit melebihkan sih, yang mengucapkan ‘baik banget’, misalnya.
Guru saya pernah bercerita, bahwa dirinya bukan (atau belum) menjadi orang yang benar-benar baik. Menurutnya, ada tiga tingkatan dalam menyebutkan ‘baik’-nya seseorang. Yang pertama; baik, yakni orang baik pada umumnya. Baik yang sedang-sedang saja, sekedarnya saja. Lalu yang kedua; baik-baik. “Si A itu anak baik-baik, orang tuanya pasti senang sekali punya anak seperti dia.” Sejenis kalimat itu sering kita dengar. Kata ‘baik’ yang diungkapkan dua kali itu mengungkapkan bahwa si A adalah anak yang sangat baik. Ia tidak nakal, penurut dengan orang tuanya, dsb. Meski deskripsi ‘baik’ di sini cenderung menggambarkan bahwa anak itu tidak bandel, atau sejenisnya. Yang ketiga (terakhir); benar-benar baik. Nah, ini level orang yang sangat amat baik. Dia suka menolong (bahkan ketika ia kesulitan), berkata yang baik-baik alias ia sangat menjaga perkataannya, ramah terhadap semua orang, senang berbagi, dsb. Berbuat baik seolah-olah menjadi nafas baginya, seakan-akan menjadi identitas bagi dirinya.
Memang tidak ada statement bahwa yang mati duluan tersebut adalah yang baik, baik-baik, atau benar-benar baik. Tapi, kewajiban mutlak bagi kita untuk terus menjadi lebih dan lebih baik lagi. ^_^

Karena kematian akan datang kepada kita, tak terelakkan lagi kebenarannya.

Pertanyaannya:
Apakah kalau kita mati nanti akan dibicarakan “Iya ya, orang baik mati duluan,” atau, membicarakan keburukan-keburukan kita yang tertinggal di belakang?
Apakah kita sudah siap untuk ajal yang bisa menjemput kapanpun?

Mari lebih dekat kepadaNya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup