Loyalitas Buta
Saya pernah membaca dalam sebuah ungkapan asing mengatakan "Dog never lie love" -Gede prama-
Yang berarti "Anjing tidak akan pernah mendustai cinta."
Dan sudah pasti manusia bukanlah anjing. Maka jika seorang pemimpin memberi cinta yang tulus kepada bawahan dan rakyatnya, mereka pun lebih mengerti untuk berterima kasih.
Michael Hart mengatakan bahwa salah satu pemimpin yang paling berpengaruh ialah Nabi Muhammad SAW, Beliau memiliki para sahabat dan pengikut yang setia. Kepemimpinannya dirintis dengan keteladanan yang memperlakukan bawahan sebagaimana memperlakukan dirinya.
Apa pun bentuk loyalitas itu, jika lahir karena panggilan nurani yang tulus atas keyakinan yang benar maka akan melahirkan pengikut yang loyal.
Lihatlah, Fir'aun, Jenghis khan, Kubilai khan, Julius Caesar, Hitler serta Mussolini. Mereka yang salim dan tiran mati konyol serta nista demi menghamba kekuasaan.
Maka, para pemimpin yang tidak menyayangi bawahannya sesungguhnya mereka adalah orang yang tidak mengerti kalau dirinya dikaruniai sesuatu yang berharga.
Kita tentu masih ingat betapa hebat presiden soekarno menjelang tahun 65-an di mana PKI begitu berpengaruh. Siapa yang tidak setuju langsung dihabisi dan dikuliti.
Kita tentu masih ingat, mantan presiden soeharto yang betapapun diakui sebagai orang hebat karena mampu bertahan menjadi presiden selama 32 tahun. Memberikan jatah kepada bawahannya, Melakukan upaya pengkaderan berkelanjutan dengan melakukan penataran. Meski kemudian melahirkan para koruptor yang merusak negara.
Kenapa terjadi loyalitas buta ?
Karena manusia mementingkan syahwat pribadinya.
Kita juga masih ingat bagaimana mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika di daulat menjadi calon presiden partai demokrat. Sang penguasa saat itu melihat bahwa SBY akan menjadi lawan potensial. Kemudian terjadilah penjegalan terhadap SBY dengan pemecatan dan pembunuhan karakter. Tetapi dalam kepemimpinan seseorang memang perlu bersikap lapang dada, sehingga SBY memundurkan diri secara terhormat.
Beberapa tahun silam, saat pergantian petinggi polri yang kemudian menimbulkan persoalan sehingga yang diganti merasa tidak diganti, atau ini bentuk resistensi terselubung ?
Begitulah jika pemimpin lebih suka mengenakan baju sebagai penguasa
Dalam ungkapan "Jauhi ulama yang mendekati pemerintah dan sebaliknya dengarkan fatwa ulama yang didekati pemerintah."
Ulama yang tidak mau didekati penguasa dianggap tidak setia dan membangkang. Demi alasan keamanan, ulama harus bertandang ke istana bila diundang sang penguasa.
Di dunia internasional kita mengenal Syah Pahlevi di Iran yang didukung habis oleh agen rahasia savak-Israel dan CIA-Amerika, tapi kemudian tumbang oleh Khomeini yang lulusan pesantren, Hauziah-dalam istilah Iran pada tahun 1977. Amerika dengan bala tentaranya yang dilengkapi dengan peralatan yang cukup modern tidak bisa membendung Revolusi Iran.
Kita juga ingat siapa Ferdinand marcos, Presiden Filipina yang dikenal dengan kupu-kupu besi. Dengan dukungan Amerika, beliau melenyapkan semua lawan politiknya. Namun akhirnya ambruk ketika menghabisi Beniqno Aquino. Kemudian revolusi rakyat berkecamuk. Fernidand yang dijuluki kupu-kupu besi pun wafat. Bahkan, setelah kabur ke Hawai, jasadnya yang tak berbahaya di haramkan untuk dikuburkan di kampung halamannya.
Pun Abdul Malik menggambarkan, Ketika dipimpin Umar bin Khattab semua penduduk taat dan patuh. Tapi saat dipimpim Usman bin Affan mereka mulai membenci dan saat dipimpin Yazid bin Muawiyah, mereka memberontak. Hingga Yazid harus membunuh mereka.
Begitulah kekuasaan, tidak pernah abadi. Silih berganti. Seperti api, jika kekuasaan diperoleh dengan cara-cara yang tidak benar, tidak dibimbing oleh kearifan dan kebijaksanaan maka yang terjadi adalah kebinasaan.
Kini, Loyalitas buta. Penguasa mengatasnamakan rakyat dan umat tapi hanya saat promosi diri. Setelah berhasil duduk di kursi empuknya mereka melupakan pemilih. Jadilah, korupsi dimana-mana. Mengikut syahwat berkuasa.
Komentar
Posting Komentar