J A L A N (I)

"Kaidah kepahlawanan dengan mudah dapat kita maknai, pahlawan adalah mereka yang mampu mengakumulasikan kebaikan kebaikan yang berserakan di sekitarnya menjadi suatu Karya." Dari awal aku sadar bahwa jalan ini bukan jalan lurus terbentang penuh sambutan tepuk tangan, namun justru ini jalan berkelok yang penuh kerikil. Pelan pelan aku coba masuk dan semakin mendalaminya, melewati kelokan kelokan, menerjang kerikil tajam yang menyayat kaki. Kadang aku pun merasa bingung kemana kelokan selanjutnya akan membawaku, jalan yang ternyata tidak semua sama dengan peta yang sudah ku bawa. Disini aku mendapat semakin banyak kawan namun tak jarang juga ada mereka yang tiba tiba berlagak sebagai lawan. Namun ini jalan yang aku pilih dari awal. Baik buruk nya, pahit manisnya, kawan dan lawan, semua harus dinikmati sebagai sebuah proses pembelajaran. Karena aku meyakini bahwa "Orang orang yang hidup dan mati untuk dirinya sendiri maka ia akan hidup dan mati menjadi orang yang kerdil, dan ia yang hidup dan mati untuk orang lain maka ia akan hidup dan mati menjadi orang yang besar.” Memang seperti itulah perjuangan. Perjuangan adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang perjuangan. Tentang umat yg kau cintai. Lagi-lagi memang seperti itu. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yg menempel di tubuh rentamu. Tubuh yg luluh lantak diseret-seret. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari. Perjuangan bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan. Bukannya tidak menyakitkan. Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan. Tidak. Justru kelelahan. Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya. . Justru karena rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu meneman. Justru karena rasa sakit itu selalu mengintai ke manapun mereka pergi. Akhirnya menjadi adaptasi. Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur, pada akhirnya salah satunya harus mengalah. Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman. Lalu terus berkobar dalam dada. Begitu pula rasa sakit. Hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka. Hingga “hasrat untuk mengeluh” tidak lagi terlalu menggoda dibandingkan jihad yang begitu cantik. “Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu. Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup