Termentarikan

Hai fajar, boleh aku menyusun diksi-diksi berupa puisi melata yang bermelodi bahagia ?

Akh, aku sedikit gugup mengutarakan perca rasa yang sedari tadi memenuhi fikiranku

Rasanya ia sudah terbang dan melayang menyanding bintang-bintang yang akan menghiasi langit dimalam ini

Sedari tadi aku menghentak-hentakkan kaki sembari menggerutu tentang sebuah tanya, apa aku sedang bermimpi ?

Kubuka tirai jendela subuh yang menghiasi latar sinar kemerah-merahan
Semilir angin yang berbisik menambah sejuknya fajar hari ini disebuah kota yang menyimpan hangatnya kenangan yang selalu memanggil-manggil namaku agar segera kembali kesana

Aku suka fajar ini, fajar yang disesaki aroma ingatan tentangmu
Fajar yang hiruk pikuk bak perbendaharaan kata karena memikirkanmu

Seperti rindu yang membutuhkan rentang
Jarak seperti jeruji yang mengungkung sekaligus mengasikkan
Boleh aku berlama-lama terkurung didalamnya ?

Tiba-tiba pesannya berbalut hangat " Terimakasih telah bersedia menungguku" " Jangan khawatir, akan kulakukan, karena itu menunggumu "

Nyatanya hatiku begitu lapang, lapang ketika menempatkanmu diposisi paling ikhlas diantara derai berupa pinta

Terimakasih telah menjadikanku orang yang bersabar dalam menikmati proses, proses ditemukan, proses dibersamai, proses ditinggalkan dan proses yang kini
Hingga aku bisa menjadi orang yang mencintaimu dengan sederhana, sederhana dalam doa dan usaha-usaha

Mulai hari ini, mari kita mengikrarkan janji pada fajat  dibulan januari
Kita hanya perlu tidak memaksa tinggal jika seseorang ingin pergi, karena cinta akan selalu tahu kemana ia harus pulang
Dan rindu yang sebenarnya mampu memperlakukan hati dengan sebaik-baiknya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup