Paradigma Emansipasi Perempuan Abad 21

Gencarnya istilah emansipasi, seakan memberi angin sejuk bagi perempuan-perempuan abad ini.
Powerfull ini mampu menuntut persamaan hak seperti yang didapatkan oleh laki-laki, sehingga menjadi sebuah landasan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan itu sendiri.

Kata emansipasi senantiasa berkaitan dengan, Ibu RA Kartini. Perempuan pribumi yang menjadi pelopor mantra sakti "emansipasi". Konsep emansipasi menarik berbagai kalangan untuk menguraikannya menurut pendapat mereka masing-masing. Ada ribuan artikel yang panas membicarakan konsep emansipasi dan perempuan. Tak lesap pun segelintir kalangan, menjadikan hal ini sebagai sesuatu yang patutnya dilebih-lebihkan. Sampai-sampai dijadikan sebagai sebuah parameter demi membela kepentingan pribadinya.

Beberapa pendapat yang mesti diluruskan adalah, emansipasi tidak berarti kesetaraan, ataupun sama persis. Sehingga salah jika perempuan-perempuan dengan pongah menuntut untuk disamakan dengan laki-laki.

Allah swt, bahkan telah mengatur hal ini dalam Al-Qur’an: "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka perempuan yang shalehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…" (QS. An-Nisaa : 34)

Nah, "laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita". Istilahnya sudah terlalu mainstream apabila hal ini tidak dipahami perempuan itu sendiri. Ada berbagai jenis media yang mampu kita gunakan untuk memahamkan jati diri kita sebagai perempuan. Bahwa perempuan adalah keistimewaan dalam hidup, bahkan agama.

Saya menganggap bahwa perempuan tidaklah perlu memboyong kalimat "kesetaraan gender" jika ingin terhormat. Yang hanya perlu ditekankan adalah pemberian hak yang adil dan proporsional. Sebab adil bukan berarti sama; persis; setara.

Menyikapi paradigma abad 21, perempuan-perempuan diharapkan tidak lagi menggalukan persoalan diskriminasi. Kita seyogyanya senantiasa memperbaiki diri, fokus pada kesempatan mengakses segala ilmu pengetahuan dan teknologi. Hingga akhirnya, mampu memberi konstribusi yang tidak kalah hebat dibandingkan laki-laki. Baik itu terhadap bangsa, negara dan agama.
Melalui bidang-bidang yang kita geluti, baik sebagai ibu rumah tangga seutuhnya sekalipun. Sebab perempuan adalah sumber peradaban. Guru terbaik generasi terhebat. Anak-anak kita nanti tentu ingin dilahirkan dari rahim seorang perempuan yang cerdas. Janganlah bermimpi merongrong demi mendapatkan sesuatu yang lebih jika saja hal-hal kecil terlupakan begitu saja. Apakah hal kecil itu? Bahwa perempuan istimewa. Syukurilah kodrat yang telah melekat itu.

Perempuan dan laki-laki telah memiliki bagiannya sendiri-sendiri. Mari mengeceknya dalam QS. An-Nisaa : 32. "Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.

Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu". Maha benar Allah dengan firman-Nya. Semoga ini tidak menjadikan kita ujub dan pongah. Dan terlebih lagi sebagai pengingat untuk diri saya pribadi.

Mari sama-sama belajar :’)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup