Perjalanan Rindu
Aku dan perjalanan rindu di bulan november laksana senja yang bergantung di ujung cakrawala yang berusaha menghilang dari dekapan semesta untuk terus bertualang mencari tempat pulang dalam mengadu pada tuhan semesta alam.
Sesekali, aku merenungkan cara agar bisa berlepas dari rindu yang terlanjur mengakar, serta rasa yang selalu menghempas, hanya saja hasilnya selalu jauh dari kata puas.
Hisaan..
Langkahmu membuat nalarku berkecamuk dalam carut marut lembaran kisah hidupku. Langkahmu pula membuat kakiku harus beranjak dari kehujanan di bawah pohon harapan yang penuh inspirasi itu.
Hisaan..
Aku belajar rasional tanpa harus bersandar pada pohon harapanku itu, menatap engkau yang beranjak dan terus beranjak dariku.
Hisaan..
Kau tahu bahwa aku tak mampu berdiri sendiri dalam perjalananku, bukan? Kau tahu itu. Tapi, dirimu sadar bahwa aku lebih tak mampu untuk membersamaimu dengan cara yang aku tempuh.
Hujan penghujung november?
Menyematkan nalar yang selalu kuandalakan agar sesekali menggunakan hati dalam mencari solusi untuk mengambil setiap inspirasi dari apa yang telah pergi.
Hisaann..
Langkah ini adalah sebuah konsekuensi. Agar kita tak larut dalam dekapan cinta berahi yang jauh dari ridha ilahi.
Kini,
Aku ikut menutup kisah dari perjalanan rindu di bulan november. Dan akan fokus pada cita di bulan desember.
Hisaan..
Mari tenggelam seperti senja di akhir november, yang menghadirkan indah dikala ada dan mendatangkan rindu dikala tiada.
Aku paham pilihanmu.
Kau paham keadaanku.
Mari beristiqomah dalam hijrah dan Berkomitmen untuk tetap di jalan Allah.
Hisaan.
Ku akhiri ceritaku dengan berharap ridho Allah dan Kututup novemberku dengan Bismillah.
Khr’
Makassar, 30 November 2017
Komentar
Posting Komentar