Hujan Yang Menjelma Doa

Gerimis pagi ini kembali pulang. Mengisahkan beragam catatan indah tentang doa yang tak pernah lupa kita rapalkan. Berbaris dalam perjalanan panjang hingga waktu seperti mengenang catatan kita yang lain.

Dan doa kita seperti menjelma di ujung hujan hari ini. Membasahi kelopak bunga yang bermekaran seraya menyambut beribu-ribu aamiin dalam rapalan doanya tentang kita. Selalu, ada yang salah bila kita mengujarkan harap diantara gerimis yang menjelma menjadi doa.

Lalu, kita seperti tak pernah mengizinkan mulut ini berhenti untuk berujar tidak ketika doa demi doa terus kita rapalkan pada sepotong harap ketika senja mulai berbuih di ujung jelaga. Kita hanya tengah menanti setiap buihan senja dalam lembayung yang mempesona. Kita selalu menyaksikan setiap kata di ujung pagelaran yang Ia berikan pada perjalanan kita yang singkat ini. Belajar untuk mencoba bertahan sembari mensyukuri apapun yang telah diberi-Nya.

Karena, kita tidak mungkin menjelma menjadi semacam riwayat panjang dimana hujan yang kita tunggu selalu merasa ingin pulang memberi banyak kabar tentang laron-laron terlantar di ujung jejak kita yang selalu singkat sampai hari ini. Bibir kita akan selalu basah ketika doa-doa yang tak pernah putus itu menjelma menjadi gerimis di pagi, siang dan petang hari. Lalu kita akan saling diam dan menunggu tentang perjalanan panjang yang berpulang pada suatu waktu yang kelak dikehendaki-Nya.

Mungkin, kita akan terus membaca sembari mengeja beberapa huruf yang pernah kita rapalkan ketika hujan kembali mengulang hari-hari kita yang tajam. Berkisah tentang sederet rindu dan cinta yang selalu mengigau dan membiarkan kita berada pada ruang kita masing-masing. Tetap akan terus memburu segala bentuk catatan cahaya ketika ruang-ruang gelap itu menjelma pada barisan kata yang akan terus kita rapalkan ketika tahajud rindu kita lalui pada sepertiga malam.

Doa ini akan terang untukmu. Menyusuri berbagai macam jalan pada titik paling rentang ketika tubuhmu telah habis di ujung masa. Kita akan bersaksi tentang doa yang takkan pernah bisa menua, meski garis tepi usia kita selalu menua padahal orang-orang selalu merayakannya garis kekurangan kita itu.

Doa ini akan terus menjelma menjadi apapun. Sebab, kita takkan pernah tahu sampai kapan kita akan terus kembali pada perjalanan-perjalanan panjang tentang doa yang selalu kita rapalkan di setiap musim ini. Dan, bila musim penghujan tiba kita akan lebih banyak menyaksikan beribu-ribu malaikat pulang ke bumi, lalu membawa banyak kata aamiin untuk dirapalkan pada setiap penggal harap yang selalu kita lantunkan dan rapalkan di sepanjang hari.

Dan, biarkanlah doa ini yang akan mengeja kita pulang pada perjalanan di sepenggal harap hingga kita benar-benar paham bahwa tidak ada yang pernah menua dari setiap doa kita.

Catatan Rindu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup