Perempuan dalam "Pendidik"an
"Berilah seorang perempuan muda sepatu yang tepat, maka ia akan menaklukkan dunia"
Peran 'keperempuan'an memang tak lepas dari urusan pembaharu, utamanya soal pendidikan. Pendidikan yang selama ini bertendensi dengan nuansa akal semata, telah mengeringkan bahkan menggiring konteks pendidikan yang kehilangan rasa dan nurani. Ilmu pengetahuan terpenjara dalam hitungan angka semata, yang selama ini menjadi indikator untuk mendefinisikan tentang kecerdasan bahkan kebenaran sekalipun.
Disinilah letak harapan akan hadirnya perempuan dalam pendidikan, sehingga dapat menghadirkan wajah pendidikan yang baru. Mengaktualkan rasa sebagai sarana untuk menyeimbangi aktualitas akal dalam pendidikan. Membimbing dengan kelembutan, mendidik dengan kasih sebagaimana kodrat yang melekat pada perempuan. Sehingga wajah pendidikan seyogyanya memiliki wajah yang bersahabat, bukan wajah yang justru menakutkan bagi kalangan pelajar.
Hadirnya sosok perempuan dalam pendidikan justru membalikkan asumsi yang keliru yang menganggap kalau 'islam' (baca :Agama) adalah ajaran yang bias gender. Jilbab yang sehari harinya dipakai menjadi simbol mahkota perempuan semakin menemukan titik hakikatnya sebagai sebuah legalitas agar perempuan berani mengambil peran sosial dalam ruang publik.
Jilbab bukan sarana untuk memenjarakan perempuan, tetapi sebaliknya merupakan jalan penegas dari Tuhan agar perempuan mengambil peran sosial. Sebab, kalau saja perempuan hanya diwajibkan hadir dalam ranah privasi (baca : Keluarga). Pertanyaannya, knapa ia harus berjilbab? Bukankah jilbab kontentnya adalah ranah publik? Perempuan yang berjilbab adalah simbol dari keberanian untuk mengambil peran dalam ruang publik.
Fenomena dominannya perempuan dalam pendidikan merupakan fenomena dari rangkaian sejarah panjang bagaimana perempuan mendapati dirinya sebagai bagian dari pelaku kehidupan yang setara dengan laki-laki dalam mengakses ruang publik. Sehingga corak pendidikan dapat bergeser dari corak maskulin menuju feminim. Pun pergeseran corak ini bukan hanya sekedar sebuah pergeseran biasa tetapi memengaruhi seluruh segmen bagaimana pendidikan hadir dalam kehidupan.
Kalau laki-laki identik sebagai spesies yang menyerap keMaha Perkasaan Tuhan, identik dengan sifat keras, maka perempuan hadir sebagai pihak yang menyerap keMaha Penyayangan, Maha Pengasih Tuhan yang hadir dengan kelembutan. Maka relevansi kelembutan, kasih dalam pendidikan merupakan sebuah kebutuhan dewasa ini ditengah munculnya banyak ekspresi2 keras dalam dunia pendidikan yang mengekspresikan karakter maskulinitasnya.
Untuk itu, Terima kasih kepada perempuan hebat di negeri ini. Teruslah menebar kebaikan hingga ke pelosok negeri. Jadilah sosok pembaharu. Maka mutiara mutiara itu akan terus di cari, walaupun keberadaannya tersembunyi.
-Lelaki Berperahu Kata-
Komentar
Posting Komentar