Maaf

Mungkin, kita baru mulai mengalamatkan sejumlah kata sederhana di sini. Ketika salah memuncak di setiap fragmen perjalanan. Kita yang tak pernah bersih dari noda. Kita yang masih hitam meski putih adalah tanda sederhana yang mewarnai sepanjang riwayat perjalanan kita dari kelahiran sampai kita mengenal arti dari dewasa. Tentu, pada babak berikutnya kita akan saling membersihkan diri, mencoba untuk mencuci segala hitam dalam diri agar menjadi putih kembali.

Mungkin, kita masih bisa mengalimatkan rasa-rasa sederhana ini di sana. Mempertahankannya dalam setiap keadaan sulit ketika tanda dan isyarat tentang kemustahilan berpendar begitu nyata di ujung namamu. Aku hanya ingin kita saling mengingatkan bukan saling berperang kata. Karena, damai yang sesungguhnya bukan soal siapa yang mampu memberikan solusi terbaik, namun selalu berujar tentang kebaikan-kebaikan sederhana yang selalu sampai ke ujung hati siapapun di sini.

Mungkin, kita masih bisa merapalkan doa-doa sederhana itu untuk mereka. Membayangkan setiap tanda yang saling memenangkan harap. Menuntun segala tanda tentang kecewa yang selalu berbuntut pada amarah atau apapun itu. Sebab, bagiku maaf bukanlah soal keterbukaan antara aku dan kamu. Namun, maaf adalah sebuah pertanda tentang perjalanan panjang menuju bahagia yang akan segera kita jelang. Bukan tanpa ujian dan cobaan. Namun, penuh dengannya nanti.

Mungkin, kita masih sering bersilang sengketa dan berperang kata. Mencari siapa yang lebih pantas memberi solusi, mengguratkan maslahat dan manfaat untuk siapapun itu. Kita yang lebih sering cakar-cakaran di atas podium. Saling membusungkan dada ingin menjadi yang terbaik dengan solusi terbaik pula. Lantas malu ketika mengeja atau berujar maaf meski salah hadir bergunung-gunung di ujung hati kita. Ah, maaf selalu punya cara sederhana untuk mempertemukan kita.

Mungkin, kita masih sering mengendapkan malu di ujung hati. Menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang paling benar yang tidak berhak disalahkan oleh mereka yang masih belajar. Sehingga apa-apa yang kita ucapkan harus mereka ikuti tanpa memilih jalan lain. Namun, maaf selalu hadir diantara kita, mengetuk setiap pintu, lalu menenun seuntai harapan tentang kita dan sejumlah jalan sederhana yang akan mengantar kita pulang pada pucuk-pucuk bahagia di sana.

Mungkin, kita masih kelelahan ketika harap engkau dan kamu bisa berdamai dan duduk bersama dalam satu kursi yang sama. Mengeluarkan solusi-solusi sederhana tentang perjalanan panjang menuju damai yang diharapkan siapapun juga. Dan lagi-lagi maaf selalu punya cara sederhana untuk mempertemukan kita, membiarkan jarak jauh diantara kita menjadi dekat, membiarkan segala salah yang ada diantara lebur menjadi satu. Dan kita bisa memulai satu jejak baru di sini.

Mungkin, kita masih merasa ada tembok besar yang menghalangi jejak-jejak sunyi kita. Tembok yang serasa membatasi segala gerak-gerik kita. Tembok yang lebih besar dari tembok rumah kita. Namun, seperti biasa maaf bisa menunjukkan segala kisah sederhananya. Ia akan bekerja dengan halusnya, lalu meruntuhkan apa-apa yang membatasi setiap jalan pikiran kita. Mencoba untuk meneguhkan bahwa tembok besar yang menjulang diantara kita hanyalah usapan debu kemarin sore.

Mungkin, kita masih merasa bahwa dunia ini bukanlah persinggahan sementara yang akan kita tempati dengan jarak umur pendek kita. Umur yang seringkali kita sombongkan di hadapan siapapun juga dan dalam kondisi apapun juga. Padahal, tak ada yang kekal di sepanjang perjalanan ini. Dan bila kita salah maka tempat paling akhir untuk membersihkan salah-salah sederhana itu adalah maaf yang kelak akan membuka setiap pintu di ujung perjalananmu untuk kembali indah nanti.

Mungkin, kita akan kembali pada suatu hari nanti. Mengeja sebagian tanda tentang masa-masa paling indah. Melapangkan segala hati untuk kembali menenun jarak agar lebih dekat bukan lebih jauh. Membiarkan maaf bekerja dengan caranya masing-masing. Menetap di hati siapapun yang setia merindukan damai sebagai fragmen paling akhir di sepanjang perjalanan bahagia ini. Karena seperti halnya cinta, maaf pun takkan pernah memberi tahu kita, pada hati siapakah ia akan singgah.

Di sini, ketika salah, ragu, amarah, kesal atau apapun itu yang konotasinya hanyalah keburukan dan penyakit-penyakit di ujung hati. Biarkanlah maaf menemukan ruangnya untuk menetap. Melapangkan setiap hati untuk tidak merasa sempurna dari yang lain. Sebab yang sempurna hanyalah Ia Sang Pemilik Maaf. Karena bagi-Nya, maaf adalah alat sederhana untuk menunjukkan bahwa Ia memang sangat cinta pada kita, meski seringkali kita lupa untuk mencintai-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup