Pahlawan, Lawan ?

Siapa pahlawan dan lawan, selamanya soal perspektif. Pangeran Diponegoro pahlawan bagi rakyat Indonesia, pemberontak bagi Belanda.
Syeikh Ahmad Yasin jadi inspirasi besar rakyat Palestina, tapi fundamentalis berbahaya bagi Israel. Hamas pahlawan bagi Palestina, teroris bagi Israel.

Mau berdebat sampai kapan pun, masalah perspektif ini tak akan menemukan titik temu.

Perspektif ini akan sangat menentukan bagaimana kita bersikap, berbicara, hingga sesuatu yang tak kita sadari: bahasa tubuh.

Bagaimana perspektif Gus Yahya pada penjajah Palestina di Yerusalem kemarin, bisa kita lihat dari cara duduknya yang nyaman dan bersahabat. Pilihan katanya yang lembut, penggunaan kata "rahma" (kasih sayang), hingga membahas ektrimisme dengan ramah di depan teroris dunia.

Bagaimana perspektif, wartawan Tempo yang diundang ke Yerusalem 2016 silam, juga bisa kita ketahui dari hasil liputannya yang berjudul "Netanyahu: Sudah Waktunya Hubungan Indonesia Israel Berubah". Juga diksi ekstrimis, teroris yang disematkan pada Hamas. Atau diksi karismatik dan bersahabat yang disematkan pada PM Israel, Netanyahu.

Bagaimana perspektif Erdogan, juga bisa kita lihat saat Konferensi Ekonomi Internasional di Davos, 2009, saat ia muntab pada PM Israel, Shimon Peres.
.
. "Kalian membantai anak-anak di Pantai Gaza tanpa dosa." Lalu sambil menunjuk nunjuk muka Peres, Ia menambahkan .
.
"Alangkah menyedihkannya jika para diplomat yang hadir bertepuk tangan bagi orang-orang yang membunuh anak-anak dan melakukan operasi militer yang memakan korban ribuan nyawa yang tidak berdosa. Tidak ada alasan apapun yang memperbolehkan pembunuhan membabi buta terhadap orang-orang yang tidak berdosa." .
.
Lalu diakhiri dengan walkout, karena bagiannya berbicara dipotong oleh moderator, sambil berkata.
.
. "Peres berbicara 25 menit, sedangkan aku tidak diberi kesempatan untuk berbicara setengah dari waktu ini. Karena itu, aku meninggalkan tempat ini dan aku yakin tidak akan kembali lagi ke Davos. Kalian melarangku berbicara." .

Di tengah berbagai gempuran media yang masif dan terstruktur. perspektif ini semakin kabur. Muncul keraguan untuk memilih mana pahlawan, mana lawan.
Bagaimana dengan perspektifmu?
Ini penting. Salah salah, pengaruhnya akan berentet sampai di persidangan hari akhir.
Kalau, semut saja ikut membawa setetes air untuk memadamkan api Nabi Ibrahim. Demi menegaskan perspektifnya kelak di persidangan hari akhir, bagaimana dengan kita?

Sumber:
Taghian, Syarif. 2012. Erdogan Muadzi Istanbul Penakluk Sekularisme Turki.Jakarta. Dar Al-Kitab Al-Arabi Damaskus-Kairo.
Pidato Gus Yahya https://youtu.be/bn0bswYyGZY
Hasbara Project, Peace Propaganda and the Promised Landa https://youtu.be/MiiQI7QMJ8w
https://www.google.co.id/amp/s/dunia.tempo.co/amp/757632/netanyahu-sudah-waktunya-hubungan-indonesia-israel-berubah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup