Istri

Pada Februari yang merah marun ini, izinkan aku kembali menghimpun beribu kabar. Memukimkan cinta di dada semesta, merapalkan doa-doa, menumbuhkan semesta harap tentang istri-istri perkasa yang berdiri tegak di belakang punggung lelaki yang didampinginya. Tentang tulang rusuk yang kelak akan mengutuhkan setiap jalan jihad para tulang punggung. Tentang kekuatan cinta sepenuh semesta yang dititipkan dalam pundak rapuhnya. Ini tentang mereka yang memilih jalan paling sunyi untuk mengabarkan pada dunia bahwa cinta bukan hanya sekedar kata biasa, namun ia juga kata kerja yang perlu pembuktian hingga berkarib-karib masa mendekatkannya dengan bahagia.

Ya, ini tentang Raden Ayu Soeharsikin, perempuan sederhana yang memilih jalan panjang untuk kemudian menemani dakwah Hadji Oemar Said Tjokroaminoto dalam memperjuangkan Islam di tengah buih dan gelora perlawanan. Tentang sujud dan tahajud yang selalu ia labuhkan manakala Pak Tjokro kesayangan terus berjalan menempuh perjalanan paling jauh demi mendakwahkan Islam di bumi Nusantara. Perempuan kukuh yang memilih setia, memilih menjadi seorang istri yang baktinya tertulis menakjubkan di atas catatan malaikat Raqib. Seseorang yang memilih meninggalkan hidup berkelimpahan materi serta kemewahan. Memilih menjadi sederhana ketika lelaki yang kelak digelari Raja Jawa Tanpa Mahkota itu menjadi seseorang besar di kemudian hari. Ya, tersebab dalam kebesaran Hadji Oemar Said Tjokroaminoto hari ini tersimpan jasa besar seorang perempuan kukuh nan sederhana bernama Raden Ayu Soeharsikin, yang di dalamnya termaktub tanda pahala serta sujud tanpa kurang suatu apa untuk keyakinan dan impian yang didayungnya. Hingga, ketika ia pulang menuju tempat terbaik di sisi-Nya, pak Tjokro tidak bisa menyembunyikan sedihnya. Sebab, tulang rusuk yang selama ini menjadi pembelanya pulang dengan membawa setangkup bahagia.

Ya, ini tentang Dewi Siti Kultsum, seorang perempuan yang memilih berjuang dengan cara-cara indah. Menyusuri lebat Gunung Rakutak demi jalan yang ditempuh sang suami Sekarmadji Maridjan Kartoesoewiryo. Srikandi PSII yang menakjubkan dengan segala catatan indahnya. Seseorang yang membuat Kartosoewiryo tidak bisa berbuat apa-apa ketika sinar cinta di sudut kelopak mata Uwi kesayangan membuat hukuman mati dari tiran terasa seperti perjumpaan paling indah dengan Rabb-Nya. Inilah perempuan yang memulai jalan juangnya dari hutan ke hutan. Menemani jihad sang suami demi menegakkan risalah-Nya. Seorang perempuan yang memilih menjadi sunyi dari segala hingar bingar pembicaraan tentang suaminya. Seseorag yang lagi-lagi membuat Kartosoewiryo merasa tidak layak menjadi kawan seperjuangannya. Sosok paling teguh, kukuh, sabar dan tabah yang akhirnya membuat lelaki sederhana berjiwa samudera itu benar-benar mendapatinya dengan segala keagungan dan kebesarannya. Ia yang mendoakannya diam-diam hingga sejarah hari ini pulang dan mengabadikan namanya di sudut paling sempit bertabur cahaya di tanah Indonesia.

Ya, ini tentang Siti Raham binti Sutan Rajo Endah. Tentang perempuan kukuh yang terpilih dan dipilih menjadi tulang rusuk sang ulama pujangga Buya Hamka. Seseorang yang membuat hidup Buya menjadi penuh arti. Sebuah perjalanan tentang ketakwaan dan aqidah yang membuat siapapun di negeri ini layak cemburu padanya. Perempuan yang dengan kukuh menyatakan bahwa dirinya adalah tukang masak sang pujangga, bukan ahli pidato seperti sang pujangga dan membuat haru lelaki yang didampinginya dengan sepenuh cinta. Sebab baginya, cinta adalah kehormatan. Dan sudah selayaknya lelaki yang menjadi tulang punggung keluarga menjaga kehormatan istrinya. Juga perempuan yang menjadi tulang rusuk suaminya menjaga segala jalan jihad sang suami. Inilah perempuan yang dengan tegas mengatakan bahwa dakwah di mesjid Al-Azhar lebih baik tinimbang menjadi seorang jenderal tituleer, dakwah yang semarak dan kekhawatiran sang suami tidak bisa lagi mendaras ayat-ayat-Nya di waktu senggang ketika tawaran menjadi duta besar di negeri Arab mampir ke hadapannya. Ya, perempuan yang di akhir perjalanannya membuat Buya terus mendaras kaba kehilangan. Lebih karib mengkhatamkan ayat-ayat Qur’an tersebab ingatannya yang kadang rapuh dan takut bahwasannya cintanya pada Raham melebihi cinta-Nya pada Allah.

Ya, inilah hikayat sederhana tentang perempuan-perempuan kukuh yang memilih menjadi tulang rusuk di balik kebesaran para tulang punggung yang menemani indahnya jalan sebuah perjuangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup