Kita

Kita berkelana membaca masing-masing kisah tentang takdir kita yang dilepas. Atau kita akan kembali menjadi musim-musim gugur yang bercerita tentang jarak kepulangan sunyi untuk kemudian kita lepas bersama sebagai bagian dari apa yang pernah kita tulis di ujung hari ini. Kelak, kita akan saling melepaskan, membaca  tanda-tanda sederhana, lalu mencoba menafsir tentang apa itu rela hingga pada fajar berikutnya kita akan menemukan senyum sendiri pada belukar kita nanti.

Kita akan menjadi musim paling karib dengan semesta jarak di ujung jejak kita. Menjadi sendiri pada musim-musim sunyi yang mendamba kehadiran kita. Atau kita akan mulai saling melepaskan, merumuskan segala dan berdiam diri tak karuan di setiap tanda pemberhentian. Dan kita akan mulai bersulang, merayakan setiap pesta kebahagiaan, lalu menutupnya dengan sedikit tangis perpisahan. Sebab kita tak pernah tahu kapan waktu pulang dan pergi kita di ujung perjalanan ini.

Kita akan kembali, mengutarakan sebagian sebab. Menjelmakan tanda-tanda abadi, lalu mengulang sebagian perihal ketika sunyi menjadi kawan karib kita di sepanjang perjalanan tubuh yang rindu akan kisah-kisah terbaik kepunyaanmu. Kita akan saling melepaskan, membiarkan tanda menemukan jalannya masing-masing. Atau kita akan tetap bercanda, membiarkan kemarau menggugurkan hujan yang pernah kau lepas bersama pada sekali ikatan tentang hidup dan sejumlah tandanya.

Kita ada untuk mengurai sejumlah tanda. Menerjemahkan rahasia demi rahasia yang akhirnya asing untuk kita urutkan bersama. Menjadi semacam jendela bayangan tentang ingatan kita yang teguh menjadi kapal-kapal sederhana tanpa perlu menunggu pulang hingga pada akhirnya kita akan kembali menjadi kabar-kabar sunyi yang terus terang tetap menjadi karib dari sejumlah ingatan yang tersusun rapi bersama kenangan kita sendiri.

Kita ada untuk kembali membawa lebih banyak kisah. Menjelma seperti angin yang selalu setia memberi kita kabar-kabar paling sunyi. Menerjemah segala untuk menetapkan rindu pada jalan-jalan setapak yang pernah membuat hati kita goyah karena pada perjalanan berikutnya kita pernah lunas membaca semua rahasia untuk kembali pada kabar-kabar abadi yang sendiri. Atau kita akan mendadak menjadi sunyi, memilih menjadi karib pada setiap misal tentang hidup kita nanti.

Kita telah kembali menjadi perumus dari segala kesendirian. Menemukan cara-cara sederhana untuk bisa menghapus segala kesedihan. Atau kita akan menjadi semacam tanda yang membawa satu per satu angin untuk menetap dan menggugurkan lebih banyak bunga dan dedaunan. Hingga kita seperti hendak dibenci sejumlah kemungkinan. Namun percayalah, dedaunan dan bunga yang gugur itu takkan pernah membenci angin yang telah menggugurkan dari kokohnya reranting pohon itu.

Kita akan kembali menjadi sejumlah misal paling dingin. Mengharapkan sebagian tanda tentang jalan-jalan kemenangan yang akan membawa kita pergi dalam sebagian misal pagi ini. Menjelmakan satu per satu uraian yang akan membawa kita pulang menuju satu alamat sederhana di ujung jalan-jalan rindu untuk kita teruskan pada sebagian uraian yang pernah melepas kita pergi menuju alamat paling panjang di sepanjang perjalanan tubuh kita yang pernah bertemu sendiri.

Kita adalah satu yang dipersatukan berbagai macam rasa. Entah benci, suka, kecewa, sedih, ragu, bahagia atau sejumlah peristiwa yang membuat kita merasa terikat pada bayang-bayang perjalanan di pagi yang buta. Menafsirkan segala hingga jendela-jendela ini menjadi teramat asing, lalu kita akan saling menguraikan pagi paling panjang untuk tetap kita tafsirkan hingga pada perjalanan kita yang berikutnya akan ada misal paling setia untuk ditafsirkan bersama pada jejak berikutnya.

Kita adalah tanda yang pernah bertemu pada suatu peristiwa. Memberi segala perihal diantara nyala-nyala rindu yang pernah mekar sebelum waktunya. Atau kita akan kembali menemukan jalan-jalan sederhana untuk kita kembalikan ketika semuanya menemukan segala indah pada waktunya. Dan aku akan tetap membacanya pada sebagian kisah dan catatan sederhana yang pernah mengeja lupa pada sebagian tanda di ujung kisah dan perjalanan kita yang selalu biru pada waktunya.

Kita akan tetap setia, memilih jalan yang satu dan mengabaikan segala jalan untuk akrab bersama yang lain. Menjadi musuh dari segala jejak-jejak sunyi yang merentang kisah kita untuk tetap berdiri tegak pada halaman-halaman sederhana yang pernah kita ujikan dan tuliskan bersama. Atau kita akan kembali menjadi semacam peristiwa asing yang berkelana hampir tiap saat untuk menenun beragam impian pada jalan-jalan sunyi yang seringkali kita banggakan seperti hari kemarin.

Kita akan pergi perlahan-lahan, menuju segala tanda yang mengembara di dalam titik ibarat. Menjadi tanda yang akan saling melepaskan, lalu kita mengenang semuanya pada jumlah-jumlah sunyi tentang kita di ujung perjalanan hari ini. Membacakan sebagian sabda tentang satu jarak perjalanan panjang yang akan saling memutar, lalu kita kembali pulang membiarkan banyak perihal kembali di setiap amsal tentang kita dan pencarian sebagian jejak kita sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita dibalik Jilbab

Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Alallah

Pilihan Hidup